Soloraya
Minggu, 1 Mei 2016 - 17:15 WIB

KERATON SOLO : Awas! Jual Beli Gelar Ilegal di Keraton Kasunanan Surakarta

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat salah satu simbol kebudayaan Solo(ilustrasi/dok/JIBI/Solopos)

Gelar keraton, pihak keraton kasunanan meminta masyarakat mewaspadai tentang penawaran pemberian gelar kebangsawanan.

Solopos.com, SOLO–Keraton Solo mewanti-wanti masyarakat lebih berhati-hati dan cermar agar tidak tertipu dengan oknum yang menawarkan pemberian gelar atau pangkat menjelang upacara Tingalan Jumenengan Dalem Paku Buwono XIII, Selasa (3/5/2016).

Advertisement

Wakil Pengageng Sanana Wilapa Keraton Solo, K.P. Winarno Kusumo, membenarkan banyak event organizer (EO) kerap memanfaatkan momen sebelum pelaksanaan Tingalan Jumenengan Dalem setiap tahunnya. Menurut dia, mereka menjaring pejabat atau masyarakat untuk membayar uang hingga puluhan juta rupiah dengan dalih bisa mendapatkan gelar dari Keraton.

“Pasti ada oknum memanfaatkan momen ini [pemberian gelar dari Keraton]. Banyak EO yang menjaring masyarakat. Mereka memberikan formulir yang hampir sama seperti surat yang kami kelurakan secara resmi. Padahal Keraton tidak pernah mengeluarkan surat tersebut,” kata Winarno saat berbincang dengan Solopos.com, Minggu (1/5/2016).

Advertisement

“Pasti ada oknum memanfaatkan momen ini [pemberian gelar dari Keraton]. Banyak EO yang menjaring masyarakat. Mereka memberikan formulir yang hampir sama seperti surat yang kami kelurakan secara resmi. Padahal Keraton tidak pernah mengeluarkan surat tersebut,” kata Winarno saat berbincang dengan Solopos.com, Minggu (1/5/2016).

Winarno menegaskan Keraton tidak pernah membuka cabang sekretariat di mana pun terkait pendaftaran penerima gelar atau pangkat bagi masyarakat sipil. Berdasarkan temuan, menurut dia, banyak oknum atau EO yang mengatasnamakan Keraton bersekretariat di Jakarta. Winarno meminta masyarakat untuk mengkonfirmasi kepada Keraton langsung apabila mendapatkan tawaran pemberian gelar atau pangkat tertentu.

“Jakarta marak [praktik penipuan]. Setelah dicek, mereka [masyarakat yang hendak mendaftarkan diri mendapatkan gelar] menemukan alamat sekretariat di Jakarta yang tertulis di surat penjaringan ternyata tidak benar. Surat itu biasanya menawarkan kepada bupati atau wali kota, beserta sang istri untuk diberi pangkat KRT seharga puluhan juta rupiah,” jelas Winarno.

Advertisement

“Yang jelas sudah ada konfirmasi dari beberapa pejabat. Mereka dapat surat jaringan [penerima gelar] dari EO yang mengatasnamakan dari Keraton. Mereka ditawari bisa mendapatkan gelar KRT dan KRMT dipatok harga Rp25 juta-Rp30 juta per orang. Jelas itu tidak resmi. EO itu oknum. Makanya kami minta masyarakat berhati-hati dan konfirmasi langsung ke kami,” ujar Winarno.

Winarno menyampaikan Keraton memang menarik biaya kepada masyarakat yang mendaftar untuk mendapatkan gelar, tetapi tidak pernah mematok nominal. Dia menjelaskan, dana yang diberikan pendaftar tersebut digunakan misalnya untuk syukuran atau persembahan. Persembahan dalam bentuk uang, menurut Winarno, digunakan untuk keperluan konsumsi dan mencetak formulir.

“Biaya tetap ada tapi tidak sebesar itu. Semua abdi dalem yang akan dilantik sebetulnya sudah mengisi formulir pendaftaran. Fotmulir itu harganya Rp20.000. Terus terang kami katakan. Lalu formulir diisi. Abdi dalem yang baru atau yang belum pernah mendapat gelar, kami bisa lihat biodata dari formulir. Dia di masyarakat sebagai apa? Kami tidak sembarangan memberi gelar,” terang Winarno.

Advertisement

Winarno mengisahkan pada tahun lalu seorang Wali Kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung datang ke Keraton setelah merasa membayar uang Rp15 juta untuk menerima gelar. Dia menyebut Keraton terpaksa menolak karena belum melihat biodata. Winarno menegaskan Keraton tidak mau sembarangan atau asal memberikan gelar kepada siapa pun.

“Lucunya tahun lalu ada Wali Kota dekat dengan tempat asalnya Pak Ahok datang ke sini. Dia telanjur transfer Rp15 juta. Kami bilang, yang undang siapa? Kami tidak merasa undang bapak. Ya ternyata ada pihak EO. Kami hanya bisa menasihati agar beliu mengikhlaskan uang yang terlanjut ditransfer,” jelas Winarno.

Sementara itu, Pembantur Rektor II Universitas Tri Tunggal Surabaya, Bambang Soejatmo, saat berbincang dengan Espos di Hotel Ibis Solo, mengaku membayar uang Rp5 juta untuk mendapatkan gelar dari Keraton. Dia tidak mempersoalkan telah mengeluarkan uang tersebut. Menurut Bambang, menjadi abdi dalem Keraton sebagai salah satu upaya dalam melestarikan budaya. Dia menyebut mendapatkan gelar dari Keraton membuka banyak jaringan baru.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif