Jogja
Sabtu, 30 April 2016 - 03:40 WIB

EKONOMI KREATIF SLEMAN : Kisah Sulaeman, Raup Rp200 Juta dari Kulit Ikan Pari

Redaksi Solopos.com  /  Sumadiyono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Potensi ikan pari dimanfaatkan bukan hanya sebagai bahan konsumsi pangan namun juga bahan kerajinan.

Harianjogja.com, SLEMAN- Produk kelautan dan perikanan masih lebih banyak dimanfaatkan untuk produk konsumsi daripada non-konsumsi, padahal potensi produk non-konsumsi tidak kalah menarik untuk mendatangkan keuntungan. Melihat potensi ikan pari sebagai salah satu produk kelautan, seorang difabel asal Brebes Jawa Tengah pun berusaha memanfaatkannya sebagai bahan kerajinan.

Advertisement

Di tangan Sulaeman, kulit ikan pari disulapnya menjadi dompet, tas, sabuk, gantungan kunci, dan bahkan sepatu. Ia menjalani produksinya di Jalan Kaliurang Km.13,5 Sukoharjo, Ngaglik, tepatnya 30 meter di selatan Pusat Rehablitasi Penyandang Cacat Yakkum.

Keterbatasan fisik tak menghalanginya untuk terus berkarya dan mandiri. Meski ia dibantu kaki palsu untuk berjalan, ia tampak gesit menjajakan produknya. “Setiap bulan bisa memproduksi smapai 500 produk,” kata bapak dua anak ini saat ditemui Harian Jogja di rumah produksinya, Jumat (29/4/2016) pagi.

Sulaeman mendapatkan material kulit pari dari nelayan di pesisir utara dan selatan Jawa. Kulit pari yang sudah disamak tersebut ia beli seharga Rp50.000 per lembar. Satu lembar biasanya dapat digunakan untuk membuat satu buah dompet seharga Rp100.000 sampai Rp300.000.

Advertisement

Untuk kebutuhan bahan kulitnya, Sulaeman mengaku tidak kesulitan karena ada suplayer yang menyediakannya. Dan dalam sebulan kulit pari yang dibutuhkan antara 500 sampai 1.000 lembar.

Dari modal kulit Rp50.000 tersebut, ia mampu mengubahnya menjadi kerajinan bernilai jual tinggi. Setidaknya untuk tas, ia mampu menjualnya hingga Rp2,5 juta dan sabuk Rp350.000-Rp750.000.

Produk-produknya ia jual sampai ke pelosok daerah di Indonesia, seperti Papua. Pria kelahiran 10 Oktober 1963 ini belum fokus terhadap pasar ekspor namun, beberapa pelanggannya ada yang menjual produk berlabel Fanri Collection ini sampai luar negeri.

Advertisement

Bisnis ini sudah ia rintis sejak 1994. Pada 2012, ia mendapat pembinaan dan bimbingan dari Dinas Kelautan DIY untuk terus meningkatkan kemampuan para pelaku usaha ikan non kosumsi. Melalui bimbingan tersebut ia mendapatkan tambahan pengetahuan dan keterampilan mengenai pengolahan produk perikanan, dan pemasaran produk perikanan. Untuk mendukung usahanya, ia juga mendapatkan bantuan peralatan berupa mesin jahit, mesin seset, kompresor, dan juga genset.

Sulaeman bisa mendapatkan omzet antara 100 hingga 200 Juta rupiah dalam sebulan. Dengan keuntungan 10-20% dari omset per bulannya itu, Sulaeman mampu mempekerjakan 15 karyawan yang semuanya juga penyandang cacat. Sulaeman sengaja memilih karyawannya dari kaum difabel, yang menurutnya memang sangat membutuhkan kesempatan untuk bekerja. “Kemarin sempat nambah karyawan hasil kerjasama dengan SMK,” kata dia.
Ia membuka counter di rumahnya untuk memasarkan produknya. Namun untuk pemasaran besar, Sulaeman lebih banyak mengirim produknya ke kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya, Sumatera, hingga Merauke.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif