Jogja
Rabu, 27 April 2016 - 07:20 WIB

MORATORIUM KELAPA SAWIT : Gapki Tidak Menolak, Hanya Ingin Kejelasan

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Antaranews.com)

Moratorioum kelapa sawit memberikan dampak tersendiri.

Harianjogja.com, SLEMAN-Rencana moratorium pembukaan lahan tanaman kelapa sawit cukup membuat Gabungan Pengusaha kelapa Sawit Indonesia (Gapki) resah. Pasalnya, bisa dimungkinkan saat moratorium dilaksanakan nanti, kekosongan pasokan sawit di Indonesia dapat disuplai dari luar negeri.

Advertisement

(Baca Juga : KABUT ASAP : Serius! Presiden Siapkan Moratorium Lahan Kelapa Sawit dan Tambang)

Untuk mendapat kepastian tentang isu moratorium tersebut, Gapki mengirimkan surat tertulis kepada Presiden Joko Widodo pada Senin (25/4/2016). Dalam surat tersebut Gapki meminta penjelasan terkait kebenaran dari kabar moratorium tersebut.

“Gapki tidak pernah menolak. Kami hanya ingin kejelasan karena kami butuh kejelasan untuk bisnis,” tutur Sekretaris Jenderal Gapki, Togar Sitanggang, pada awak media di sela-sela Workshop Gambut untuk Budidaya Sawit yang Berkelanjutan, Mungkinkah? di Mataram City International Convention Center (MICC), Selasa (26/4/2016).

Advertisement

Menurutnya, Gapki juga memiliki argumentasi terkait sektor perkebunan kelapa sawit sehingga Gapki berharap agar dalam menetapkan kebijakan seputar kelapa sawit, pemerintah juga mempertimbangkan masukan-masukan dari petani.

Tagor juga beralasan, tidak hanya petani yang akan merasakan dampak moratorium tersebut. Perusahaan pembibitan kelapa sawit pun juga akan terkena getahnya.

“Mau dikemanakan bibitnya nanti,” lanjut dia.

Advertisement

Jika moratorium penanaman tersebut akan direalisasikan, petani dapat mengambil celah dengan meningkatkan produksinya. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Jamhari mengatakan, luasan kelapa sawit yang ada masih dapat dikejar produktivitasnya.

Sayangnya, hal ini masih terkendala adanya petani yang belum menggunakan bibit tersertifikasi. “Dari 21.000 petani, yang pakai bibit tersertifikasi baru 44 persen. ini jadi kendala untuk mengejar produktivitas 35 ton per orang per tahun,” ungkapnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif