Jogja
Senin, 25 April 2016 - 07:40 WIB

TATA KOTA : Pembangunan Gedung Tak Terkendali, Drainase Bukan Solusi

Redaksi Solopos.com  /  Sumadiyono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi proyek pembangunan perumahan (Rachman/JIBI/Bisnis)

Akibatnya drainase yang dibangun di setiap tepi jalan bukan sepenuhnya solusi karena hanya bersifat sementara untuk penyelamatan air.

 

Advertisement

 

Harianjogja.com, SLEMAN – Bertambahnya pembangunan gedung bisa berdampak pada tumpahnya air hujan yang menggenangi jalan raya. Akibatnya drainase yang dibangun di setiap tepi jalan bukan sepenuhnya solusi karena hanya bersifat sementara untuk penyelamatan air.

Pembangunan drainase dilakukan hampir setiap tahun terutama di sejumlah ruas jalan nasional di Sleman. Salahsatunya di kawasan ringroad utara wilayah Ngaglik hingga Depok, Sleman yang kerap menjadi langganan banjir setiap musim hujan. Setelah dibangun dengan anggaran Rp17 miliar oleh Satker Pelaksana Jalan Nasional (PJN) Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Marga Kementrian Pekerjaan Umum pada 2015 silam, banjir di kawasan ini mulai berkurang saat musim hujan tahun 2016 ini.

Advertisement

Pembangunan drainase yang di awal 2016 juga tengah berlangsung yaitu di ruas jalur Jogja – Solo, Purwomartani, Kalasan, Sleman. Sebenarnya masih terdapat sejumlah ruas jalan nasional yang tergenang banjir parah saat hujan turun. Salahsatunya yang paling krusial yaitu di kawasan Jalan Adisutjipto Km. 7, Caturtunggal, Depok, Sleman atau kawasan Plaza Ambarukmo. Perawatan jalan ini menjadi tanggungjawab pejabat pembuat komitmen (PPK) 2 Satker PJN DIY Ditjen Bina Marga Kementrian PU.

PPK 2 Satker PJN DIY Ditjen Bina Marga Santoso menjelaskan pihaknya sudah melakukan pengecekan ruas jalur di Jalan Adisutjipto yang kerap tergenang banjir tersebut. Tetapi belum ada rencana untuk melakukan pembangunan drainase yang besar karena butuh kajian bersama Ditjen Cipta Karya. “Butuh kajian lebih lanjut terutama membuat daerah tangkapan air di belakang Amplaz itu, agar air bisa terhubung ke sungai,” terangnya kepada Harian Jogja, Minggu (24/4).

Santoso menambahkan, dari hasil beberapa kajiannya, banjir di jalan raya memang banyak terjadi. Persoalan itu semakin parah jika bertambahnya pembangunan gedung tinggi di sekitar jalan raya. Karena dengan adanya pembangunan, tanah tertutup beton, maka daerah resapan air menjadi berkurang. Dengan demikian, tidak ada pilihan bagi air kecuali tumpah ke jalan raya terutama jika posisinya lebih rendah dari bangunan. Hal itu, kata dia, juga terjadi di kawasan Jalan Adisutjipto Km. 7. Depok. Ketiadaan daerah tangkapan air di sekitar bangunan besar membuat air hujan mencari muara di dataran rendah seperti jalan tersebut.

Advertisement

“Kami sudah pernah membahas hal tersebut dengan [PPK Ditjen] cipta karya terkait tata kotanya. Sebelum dibangun drainase, harus di tata dulu di sekitar bangunan itu supaya ada titik tangkapan air. Jika tidak maka drainase akan menjadi sia-sia,” tegasnya.

Ia mengakui keberadaan drainase di tepi hanyalah solusi sementara mengatasi banjir. Jika laju pembangunan terus berlanjut tanpa memikirkan daerah tangkapan air di sekitarnya. Bahkan ia memperkirakan, drainase hanya bisa berfungsi maksimal kurun waktu lima hingga 10 tahun bisa mengatasi banjir. Oleh sebab itu, pihaknya belum merencanakan membuat drainase di kawasan Jalan Adisutjipto Depok seperti halnya yang dilakukan di ringroad utara pada 2015.

Ketika hujan turun dengan deras Jalan Adisutjipto memang tergenang air. Hal itu menjadi keluhan para pengguna jalan. “Saya pernah melintas, kebetulan habis hujan deras, motor matik itu bisa di atas mesin, ada beberapa motor yang macet. Padahal itu kantong kemacetan,” ucap Ardi, 21, salahsatu mahasiswa UIN kemarin.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif