Soloraya
Senin, 25 April 2016 - 10:03 WIB

RAZIA SRAGEN : Kisah Pemandu Karaoke Plus-Plus, Layani PNS Hingga Bos

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ida Royani, 21, LC asal Masaran, menuruni tangga besi truk setibanya di halaman Kantor Satpol PP Sragen, Sabtu (23/4/2016) malam. Tim gabungan operasi pekat merazia tiga hotel pada malam itu. (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Razia Sragen digelar Satpol PP Sabtu (23/4/2016) dengan menangkap pasangan tak resmi dan seorang pemandu karaoke.

Solopos.com, SRAGEN – Empat pasangan ilegal dan satu perempuan belia menuruni tangga besi truk operasional Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Mereka digaruk tim gabungan operasi penyakit masyarakaat (pekat) dari Hotel Sukowati, Hotel Martonegaran I, dan Hotel Pondok Indah, Sabtu (23/4/2016) malam.

Advertisement

Ida Royani, 21, perempuan asal Masaran, Sragen turun paling belakangan. Ida satu-satu perempuan yang dirazia aparat tanpa pasangan. Seperti empat pasangan lainnya, Ida memasuki kantor Satpol PP dengan menutupi wajahnya dengan tas warna merah. Ia dan empat pasangan tak resmi itu duduk di kursi yang tertata mengelilingi meja berbentuk oval.

Dua pasangaan tak resmi dipanggil ke dalam ruang khusus di kantor itu. Mereka diinterogasi khusus oleh aparat Subdenpom dan tentara asal Kodim 0725/Sragen. Dua pasangan lainnya duduk bersama Ida. Mereka, pasangan remaja asal Tanon In, 25, dan Rd, 22, serta pasangan asal Plosorejo, Gondang, St, 35, dan Sw, 36. Pasangan In dan Rd mengaku sebagai calon pengantin karena akan menikah tahun ini.

Advertisement

Dua pasangaan tak resmi dipanggil ke dalam ruang khusus di kantor itu. Mereka diinterogasi khusus oleh aparat Subdenpom dan tentara asal Kodim 0725/Sragen. Dua pasangan lainnya duduk bersama Ida. Mereka, pasangan remaja asal Tanon In, 25, dan Rd, 22, serta pasangan asal Plosorejo, Gondang, St, 35, dan Sw, 36. Pasangan In dan Rd mengaku sebagai calon pengantin karena akan menikah tahun ini.

Sementara St dan Sw merupakan selingkuhan antartetangga. Sw merupakan janda cerai sedangkan St adalah lelaki beristri dan berhidung belang.

“Saya baru masuk hotel. Belum apa-apa sudah kena razia. Ora cucuk sing bayar [rugi],” kata St saat ditanya solopos.com, Sabtu malam.

Advertisement

“Saya selesai melayani pelanggan [lelaki hidung belang] tetapi sudah pulang. Maunya dapat satu pelanggan lagi, malah kena razia,” katanya saat berbincang dengan solopos.com.

Sebelumnya, Ida sudah melayani satu lelaki di hotel sebelum pindah ke hotel lainnya di Sragen Kulon. Hingga pukul 22.00 WIB, Ida sudah melayani dua lelaki hidung belang dan mendapat upah Rp500.000. Ia memasang tarif Rp250.000 untuk sekali short time. Biasanya ia hanya melayani maksimal 1,5 jam per pelayanan. Praktis uang Rp500.000 itu didapatnya dalam waktu tiga jam saja.

Selain melayani short time, Ida juga membuka jasa pemandu karaoke atau ladies companion (LC) freelance. Ia memasang tarif Rp100.000/jam untuk jasa LC itu. Ia sering melayani pelanggan karaoke di Dunia Karaoke (DK) dan Gravista Karaoke.

Advertisement

“Pelanggan karaoke itu bermacam-macam. Ada yang hanya satu orang. Ada pula yang sampai 6-7 orang. Saya menjalani pekerjaan itu baru setahun terakhir,” katanya.

Pekerjaan sebagai perempuan panggilan dilakukannya selama hampir dua tahun. Pelanggannya bervariasi, dari kalangan pegawai negeri sipil (PNS) hingga ke pimpinan perusahaan besar di Sragen. Ia pernah mendapat pelanggan bos perusahaan tekstil dengan tarif sampai dua kali lipat per kencan, yakni Rp500.000/orang.

“Rata-rata pelanggan tidak mengaku pekerjaan mereka. Ada yang mengaku sebagai guru PNS,” ujarnya.

Advertisement

Ia tak menggunakan aplikasi Blackberry Messenger (BBM) atau Whataps (WA) untuk transaksi dengan pelanggan. Traksaksi berlangsung lewat telepon seluler. Ia pun tak tahu ternyata nomor ponselnya sudah menyebar ke mana-mana. Dalam transaksi, ia tak pernah ada tawar menawar.

Awalnya, Ida mengaku enjoy atau menikmati pekerjaan itu. Namun belakangan, ia mengaku tidak nyaman. Pekerjaan itu dilakukannya untuk memenuhi hidup setelah broken home saat masih duduk kelas XI di sebuah sekolah menengah atas negeri di Bumi Sukowati.

“Ya, pekerjaan ini sebagai pelampiasan atas perceraian orang tua. Saya hanya sekolah, 1,5 tahun terus keluar. Dulu, awal-awal ya enjoy saja tetapi belakangan hati saya berontak,” ujarnya.

Ia ingin mengakhiri pekerjaan kotor itu ketika ada pekerjaan lain yang lebih menjanjikan. Ia belum mencoba beralih pekerjaan karena belum ada yang cocok.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif