Jogja
Sabtu, 23 April 2016 - 06:40 WIB

PROYEK PEMERINTAH : Bongkar Pasang Revitalisasi Malioboro

Redaksi Solopos.com  /  Sumadiyono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Hindari Waktu Kunjungan Siang Hari (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Batu candi berbahan andesit itu pun pecah menjadi serpihan tak beraturan.

 

Advertisement

 

Harianjogjacom, JOGJA-Pembongkaran Malioboro sebagai bagian dari revitalisasi mendapatkan sorotan. Beberapa pihak menyayangkan pembongkaran yang seakan membuat proyek revitaliasasi Malioboro era 2010-2012 senilai Rp1,9M menjadi mubazir.

Lah, dibongkar ngene ta? Eman-eman (dibongkar seperti ini? Sayang sekali),” celetuk mantan Ketua Komisi C DPRD Kota Jogja Zuhrif Hudaya Jumat (22/4) spontan saat melihat foto pembongkaran trotoar Malioboro di suratkabar.

Advertisement

Foto-foto di suratkabar lokal Jogja menunjukkan aktivitas backhoe yang tengah megeruk kepingan batu candi yang menjadi alas Malioboro. Batu candi berbahan andesit itu pun pecah menjadi serpihan tak beraturan.

Reaksi Zuhrif bisa dipahami, rencana proyek revitalisasi Malioboro menjadi bahasan yang alot di komisi yang dipimpinnya enam tahun lalu. Saat itu dia dan Pemerintah Kota Jogja bersama-sama menggodok rencana revitalisasi Malioboro yang menelan dana APBD Kota Jogja sebesar Rp1,9miliar. Proyek itu pun berlangsung cukup lama, periode pertama dimulai 2010 dan baru selesai akhir 2012.

“Waktu itu konsepnya untuk pedestrian, persis seperti konsep saat ini. Lagipula batu candi disana masih bagus, kok diganti teraso, enggak ngerti juga saya,” keluh politisi PKS ini.

Advertisement

Padahal menurutnya hasil pembahasan revitalisasi Malioboro dulu sudah disepakati banyak pihak. Pemilihan batu candi sebagai alas trotoar pun menurut Zuhrif saat itu dipilih karena dinilai lebih pas dengan kultur Jogja. Malioboro sebagai bagian dari sumbu filosofis dan ikon wisata Jogja sudah memiliki karakter yang kuat dengan konsep revitalisasi waktu itu.

Targetnya 2014 Malioboro sudah bersih dari parkir sehingga wilayah pedestrian hasil revitalisasi Malioboro terdahulu bisa menampakkan pesonanya. Namun dia mengakui revitalisasi Malioboro tak pernah komprehensif. Nyatanya wilayah yang dirancang menjadi area pedestrian itu justru menjadi area parkir dan menghilangkan konsep awalnya.

Kepala Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Energi dan Sumber Daya Mineral (PUP-ESDM) Muhamad Mansyur mengatakan berbeda dengan revitalisasi terdahulu. Revitalisasi kali ini merupakan amanat Undang-Undang Keistimewaan yang menggunakan Dana Keistimewaan.

Secara konsep, revitalisasi kali ini disusun lebih komprehensif. Tak hanya sebatas menata trotoar di Malioboro saja, tetapi juga menyentuh seluruh kawasan sumbu filosofis dari Kraton hingga Tugu Jogja. Fasilitas pendukung kenyamanan pengunjung pun menjadi bagian yang disentuh dalam revitalisasi ini sehingga dari tingkat pengerjaan, proyek revitalisasi kali ini jauh lebih besar.

“Kalau dulu mungkin revitalisasinya belum komprehensif karena sepotong-sepotong, kalau ada anggaran baru dilaksanakan,” kata Mansyur.

Dia menambahkan, penataan Malioboro kali ini bahkan sudah dirancang sejak UUK pertama kali ditetapkan. Proyeknya diawali dengan sayembara desain penataan Malioboro yang dibuka untuk umum. Lima desain terbaik lantas dipadukan dan direalisasikan melalui proyek pembangunan fisik. Dia pun memastikan konsep ini adalah konsep yang sudah pasti dan tak akan mengalami perubahan untuk jangka waktu yang lama.

“Ini kan sudah fix, tiap bagian ada tujuannya, termasuk mengalihkan posisi parkir. Jadi jangan dianggap bongkar pasang, mudah-mudahan revitalisasi yang komprehensif ini jadi revitalisasi terakhir,” beber dia.

Soal nasib material batu candi senilai ratusan juta yang hancur dalam revitalisasi kali ini, Mansyur menilai batu-batu itu adalah inventaris Pemkot yang sudah dicoret dari daftar inventaris. Jadi mereka tak asal menghancurkannya. Selain itu sebelum dibongkar dia menilai banyak juga alas yang bentuknya tak lagi utuh.

“Namun hasil gempurannya kami kembalikan ke Pemkot, barangkali ada yang memanfaatkannya kan bisa saja,” kata dia.

Wakil Ketua Komisi C DPRD DIY Arief Budiono menduga fenomena bongkar pasang di Maliobro merupakan akibat dari tidak sinkronnya keinginan Pemkot dengan Pemda DIY. Di revitalisasi sebelumnya, penataan Malioboro menjadi hajat Pemkot Jogja. Namun saat itu tak ada pembahasan dengan Pemda terkait proyek jangka panjang dari revitalisasi yang dilakukan.

Alhasil, ketika Pemda DIY mendapatkan anggaran Danais yang bisa dimanfaatkan, konsep yang sudah disusun Pemkot terpaksa dihapus dan diganti dengan konsep baru dari Pemda DIY.

“Fenomena semacam ini cukup sering dijumpai, mungkin keinginan Pemkot dan Pemda tidak pernah dibahas bersama,” kata dia.

Revitalisasi yang dilakukan dua kali dalam lima tahun terakhir ini pun menurutnya mesti bisa jadi pembelajaran. Pemkot dan Pemda harus menignkatkan koordinasi agar tak merugikan warga yang beraktivitas di Malioboro.

“Juga biar tidak keceh anggaran,” imbuh Arif.

Karena sudah terlanjut, Zuhrif pun berharap pembongkaran ini bisa dipertanggungjawabkan hasilnya. Setidaknya bisa bertahan untuk waktu yang lama dan benar-benar bisa dimanfaatkan sebagaimana grand design yang ada.

“Ya walaupun anggaran Pemkot dulu jadi mubazir, mudah-mudahan ini benar-benar terakhir kalinya Malioboro dibongkar,” tandas Zuhrif.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif