Soloraya
Sabtu, 23 April 2016 - 15:50 WIB

MAKANAN SRAGEN : Keripik Herbal Asal Karangmalang Tembus Hong Kong

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Nanik Sukoco, 38, bersama ibunya, Sukarsih, 56, menggoreng pare menjadi keripik herbal di kediamannya, Dukuh Ledok RT 007/RW 003, Desa Mojorejo, Karangmalang, Sragen, Jumat (22/4/2016). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Makanan Sragen, keripik asal Desa Mojorejo, Karangmalang, mampu menembus pasar Hong Kong

Solopos.com, SRAGEN–Sebuah toko kelontong buka di gang sempit di Dukuh Ledok, RT 007/RW 003, Desa Mojorejo, Karangmalang, Sragen. Toko kelontong itu milik keluarga Nanik Sukoco, 38, bersama orang tuanya. Sambil menunggu toko kecil, Nanik sibuk di depan kompor. Dua wajan penuh minyak dipanasi dengan api berbahan bakar elpiji 3 kg. Di sebelah tempat duduknya, terdapat sebaskom pare yang sudah diiris tipis. Di depan wajan terdapat adonan tepung beras.

Advertisement

Sukarsih, 56, ibunda Nanik, ikut membantu menggoreng pare yang masih mentah itu. Dua perempuan desa itu menyulap pare yang rasanya pahit menjadi keripik pare yang renyah dan gurih. Keripik pare itu disebut dengan istilah keripik herbal. Proses pembuatannya cukup mudah. Nanik yang pernah menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di Malaysia memotong pare tipis-tipis. Potongan pare direndam semalam untuk menghilangkan getahnya.

“Selama direndam, air diganti tiga kali. Setelah direndam, pare siap digoreng dengan adonan tepung beras,” kata Nanik saat ditemui wartawan di rumahanya, Jumat (22/4/2016).

Adonan tepung beras itu dibumbui terlebih dulu. Bumbunya cukup sederhana, yakni bawang putih, bawang merah, kemiri, daun jeruk, garam, dan penyedap rasa. Bumbu itu dihaluskan kemudian dicampur ke adonan tepung beras.
Nanik harus menggoreng pare itu dua kali agar teksturnya renyah. Setelah gorengan kedua, pare ditiriskan dengan menggunakaan mesin peniris minyak. Kemudian pare itu pun sudah menjadi keripik dan siap dikemas untuk dipasarkan.

Advertisement

Ide pembuatan keripik herbal itu tak datang tiba-tiba. Setelah pulang dari Malaysia, Nanik hanya bekerja mengasuh anak di rumah. Dia diminta temannya untuk membuat produk makanan kemasan dan temaannya itu siap memasarkan. Nanik masih bingung harus usaha apa. Nanik pun diminta hadir ke acara seminar wirausaha dengan menggunakan undangan temannya di perpustakaan Sragen, 22 Desember 2013. Hasil seminar itu memberi energi baru untuk Nanik untuk mencari ide usaha. Dia sering bolak-balik ke perpustakaan Sragen untuk membaca buku.

Akhirnya, Nanik menemukan cara pembuatan keripik pare. Dia meniru proses dan mencoba di rumah. Awalnya, Nanik membeli pare 2-3 kg di Pasar Bunder untuk uji coba. Hasil uji coba Nanik ditawarkan ke perpustakaan dan dinas lainnya.

“Ternyata banyak pegawai yang tertarik dan membeli. Saya diarahkan untuk mengurus izin ke Dinas Perindustrian dan Koperasi. Saya terus membuat dan memasarkan secara online lewat bantuan Asmadi, pengusaha keripik buah asal Jatitengah, Sukodono,” ujar dia.

Advertisement

Nanik senang mendapat pesanan dari Jakarta. Pesanan itu tidak hanya keripik pare, tetapi ada keripik daun singkong, dan keripik seledri. Permintaan dari Ibu Kota itu mencapai 10-15 kg per item keripik setiap hari. Namun pesanan itu hanya berjalan lima bulan, tepatnya pada 2015 lalu. Selain pesanan dari Jakarta, Nanik juga menerima pesanan dari Indramayu dan Denpasar, Bali.

Produk keripik herbal buatan Nanik juga sempat tembus sampai Hong Kong lewat jaringan TKI di negara itu. Pengiriman ke Hong Kong berjalan cukup lama dengan pengiriman 30-50 kg per pekan. “Sekarang yang di Hong Kong berhenti karena teman di sana sudah pulang. Kami mencoba menawarkan ke Bekasi untuk pemasaran lagi. Sementara, kami hanya memasok pesanan lokal di Sragen untuk oleh-oleh,” tambah dia.

Hasil usaha Nanik sangat menjanjikan. Setiap hari dia memproduksi 10 kg pare atau setara 50-69 kemasan berukuran 75 gram dengana harga Rp6.500-Rp7.000/kemasan. Dia sempat membuat analisis usaha. Dia menghitung biaya produksi 10 kg pare menghabiskan Rp279.000. Kemudian produknya dijual menghasilkan Rp468.500.

“Jadi keuntungan bersihnya Rp189.500/hari. Itu kalau bisa rutin 10 kg per hari,” kata Nanik.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif