Lifestyle
Rabu, 20 April 2016 - 12:43 WIB

FASHION SHOW : Fase Perjuangan Kartini Dalam Tafsir Kebaya

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Model memperagakan busana karya desainer muda kota Solo, Monique Gracia, Fifey, Robby Dion, & Robin Karebet dalam acara Kartini's celebration di lobi The Sunan hotel, Solo, Selasa (19/4/2016). (Sunaryo Haryo Bayu/JIBI/Solopos)

Fashion show dalam rangka memperingati Hari Kartini digelar di The Sunan Hotel Solo.

Solopos.com, SOLO – Diiringi lembut musik kecapi, sejumlah karyawati The Sunan Hotel Solo selanjutnya bergantian membacakan petikan surat-surat Kartini. Petikan fase perjalanan hidup Kartini yang terangkum dalam buku Panggil Aku Kartini Saja karya Pramoedya Ananta Toer.

Advertisement

Tak lama setelah puitisasi surat Kartini, 4 orang model dalam balutan kebaya modern begitu anggun berjalan menuruni anak tangga secara bergantian. Delapan rancangan kebaya dengan pola dan detail yang berbeda mereka peragakan dalam dua sequences.

Kedelapan rancangan tersebut merupakan karya 4 desainer muda Kota Solo. Mereka adalah Robin Karebet, Monique Gracia, Robby Dion, dan Fifey.

“Kecerdasan otak saja tidak berarti segala-galanya. Harus ada juga kecerdasan lain yang lebih tinggi, yang erat berhubungan dengan orang lain untuk mengantarkan orang ke arah yang ditujunya. Di samping otak, juga hati harus dibimbing. Kalau tidak demikian, peradaban tinggal permukaannya saja,”ujar General Manager The Sunan Hotel, Retno Wulandari, Selasa (19/4/2016) sore, beberapa menit sebelum sejumlah model memeragakan modifikasi kebaya membuka Kartini’s Day Celebration di lobi The Sunan Hotel Solo.

Advertisement

Satu yang unik, The Sunan Hotel memajang prasasti kutipan Kartini berrukuran sekitar 2 meter x 1 meter berbahan cokelat di sudut lobi.

Unik dan menarik. Para desainer muda tersebut dengan kapasitasnya masing-masing menafsirkan kebaya dalam konteks fase perjuangan Kartini secara jelas. Lima fase mulai dari kelahiran Kartini, kehidupan Kartini dalam keluarga, pertemuan antara pribumi dan Eropa, Kartini dan kesenian, serta hidup dalam pingitan dan masa-masa akhir hayatnya, dengan runtut tervisualisasi dalam ragam rancang kebaya mereka.

Sebut saja rancangan kebaya modern Monique Gracia dengan dominasi warna pastel dan potongan kalemnya yang menggambarkan fase kelahiran dan kelembutan Kartini dalam keluarga, lalu koleksi kebaya Robin Karebet dengan cutting tegas dan belahan tingginya, kemudian eksplorasi batik poleng khas Bali Robby Dion, dan kebaya serba hitam Fifey dengan cutting A-line yang secara berurutan membentuk kisah fase pergolakan hidup Kartini yang selalu kuat bahkan sampai di akhir hayatnya sekalipun.

Advertisement

Kekuatan itu ditegaskan dalam sejumlah detail dan potongan yang menampilkan kesan kuat, penuh wibawa, elegan, energik, mandiri, dan tidak anti perubahan. Rancangan Robby Dion misalnya. Kebaya dengan cape yang bisa dilepas dan dikombinasikan dengan apa saja menafsirkan kebaya yang dinamis.

Detail embroidery, crystal swarovski, dan beads menambah kesan keanggunan pada rancangannya. Demikian pula dengan rancangan 3 desainer lainnya, yang memadu-padankan pola modern.
Tak hanya pembacaan puis dan fashion show, ada juga penyerahan penghargaan kepada Waldjinah sebagai Kartini masa kini.

“Saya bangga melihat perempuan-perempuan di sini hari ini memakai kebaya semua. Saya jadi ingat masa muda saya dulu,” ujar Waldjinah yang saat itu tampil segar dengan busana muslim hitamnya. Dia berujar sangat bangga dan memimpikan akan ada Kartini-Kartini masa depan selanjutnya selain dia.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif