Kolom
Sabtu, 16 April 2016 - 07:10 WIB

GAGASAN : Warga Kota Perlu Turut Menata

Redaksi Solopos.com  /  Evi Handayani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Albertus Rusputranto P. A. (Istimewa)

Gagasan Solopos, Jumat (15/4/2016), ditulis Albertus Rusputranto P.A. Penulis aktif di Forum Pinilih dan merupakan dosen di Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia (ISI) Solo.

Solopos.com, SOLO — Pemerintah Kota Solo beberapa tahun terakhir ini terus membenahi infrastruktur kota. Titik tekan pembangunan yang dilakukan pada ranah fungsi. Ini dilakukan dengan memecah persoalan kota sebagai ruang hidup yang aman dan nyaman bagi penghuninya.

Advertisement

Pemerintah kota terlihat bersungguh-sungguh dalam penataan makro. Memang terlihat tidak populer tetapi sangat penting bagi kenyamanan hidup warganya. Penataan gorong-gorong, drainase kota, jelas merupakan salah satu fondasi penting penataan kota yang penghuni dan aktivitas penghuninya semakin rapat.

Tentu kerja besar yang tidak populer ini belum bisa terlihat sempurna sekarang. Setidaknya upaya yang lebih nyata sebagai tugas perangkat pengelola kota dalam pembangunan fisik kota sudah dilakukan dengan serius.

Penataan taman kota juga terlihat sungguh-sungguh. Tidak asal memperindah tetapi juga memerhatikan aspek ekologisnya. Misalnya penataan area villapark atau yang lebih nyaman didengar dengan sebutan Monumen ‘45 Banjarsari (nama yang lebih berbau “republiken” dibanding nama kolonialnya yang jelas, pada masanya, pernah sangat membatasi siapa-siapa saja kaum pribumi yang bisa mengaksesnya).

Advertisement

Pemerintah Kota Solo sekarang juga lebih bisa mendengar kritik, protes, maupun usulan warga yang berkait dengan kebutuhan hidup bersama. Tentu ada saja yang dikecewakan tetapi bukan tidak ada yang terpuaskan. Banyak yang, baik sadar maupun tidak, diuntungkan dengan penataan makro ini.

Penataan Pasar Gede, misalnya, tentu membutuhkan perhatian yang lebih dalam lagi terkait tuntutan warga pasar, sebagai stakeholder primernya, untuk mendapatkan rasa nyaman dalam mencari nafkah.

Sebagaimana dalam sejarahnya di masyarakat kita pasar selalu didahului dengan keberadaan aktivitas jual beli sebelum bangunan didirikan. Tentu rencana menjadikan salah satu bagian Pasar Gede menjadi pasar cenderamata atau galeri seni perlu ditelaah lebih dalam.

Penataan satu kawasan kota tentu berkait dengan yang lain-lainnya. Kota Solo seperti sebuah rajutan yang simpul-simpulnya saling berkait. Tidak bisa hanya menata satu bagian tanpa memikirkan bagian-bagian yang lain.

Advertisement

Pasar cenderamata, misalnya, tentu harus dibarengi dengan perekayasaan alur pembelinya (harapannya adalah para wisatawan). Tentu juga harus memerhatikan dampak perekayasaan tersebut bagi infrastruktur pasar di sekitarannya.

Hal ini tentu juga bukan persoalan yang tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah kota. Wali Kota F.X. Hadi Rudyatmo secara politis menyatakan keberpihakannya pada ekonomi kerakyatan. Apa yang tidak bisa dirembuk baik-baik di kota ini? Asalkan ada iktikad baik pasti ada jalan bagi kebaikan bersama.

Mengapa masih ada genangan air, “banjir-banjir lokal”, di berbagai sudut kota? Pemerintah Kota Solo hanya bagian kecil dari penduduk kota seluruhnya. Tanggung jawab pengelolaan kawasan kota secara keseluruhan tentu berada di pundak seluruh warga kota.

Kita tidak bisa asal menuntut sementara perilaku keseharian kita tidak mendukung keterwujudan lingkungan yang sehat, nyaman, dan aman. Semakin padatnya penduduk kota tentu berampak tergerusnya lingkungan hidup yang ekologis sekaligus manusiawi.

Advertisement

Kondisi demikian dibarengi dengan model penataan lingkungan oleh sebagian warga yang condong penuh improvisasi. Penataan lingkungan tidak didesain dengan baik, apalagi mempertimbangkan kenyamanan lingkungan kelak pada 10 tahun hingga 24 tahun yang akan datang.

Pembangunan rumah-rumah baru yang dibarengi dengan drainase yang tidak ditata dengan baik mewarnai persoalan kota sekarang. Seakan-akan rumah hanyalah bangunan tempat berteduh dan, syukur indah dipandang mata.

Pembangunan rumah tanpa memerhatikan infrastrukturnya. Infrastruktur bangunan rumah tentu bukan hanya persoalan fondasi yang kuat saja tetapi juga ramah lingkungan. Lingkungan hidup kampung perkotaan harus memerhatikan kesehatan lingkungannya. Ekologis.

Bukan tidak mungkin banjir-banjir lokal, genangan-genangan, muncul akibat semakin banyak warga kampung yang mampu membeli mobil, cash atau kredit. Selokan-selokan secara masif ditutup bagian atasnya, dibeton, agar bisa dilewati. [Baca selanjutnya: Tidak Peka Lingkungan]Tidak Peka Lingkungan

Advertisement

Sampai akhirnya terabaikan, tidak terkontrol, sehingga menyimpan potensi-potensi gangguan akibat ketidakmampuan menampung beban “pembangunan” warga kampung. Ketidakpekaan lingkungan ini nantinya akan menjadi borok, luka yang membusuk, bagi kota.

Warga Kota Solo harus bercermin pada kota-kota besar lain di Indonesia yang kini kerepotan dengan ”pembusukan kota” yang terjadi. Jangan sampai ini kita alami. Caranya? Ya harus kita sadari bersama pentingnya lingkungan hidup yang nyaman, aman, dan sehat sejak sekarang.

Kesadaran ini lalu dibarengi dengan secara nyata mempraktikkannya sebagai bagian dari kebutuhan pribadi kita masing-masing. Sekadar contoh, hari-hari ini ada persoalan antara, sedikitnya, dua keluarga yang tinggal di tengah-tengah sebuah kampung di Kota Solo.

Masalah ini dipicu pembangunan rumah di sebuah tanah kosong yang berada tepat di depan rumah yang lain yang sudah puluhan tahun berdiri di situ. Masalah ini terjadi karena akhirnya rumah baru yang dibangun menimbulkan gangguan yang cukup berarti bagi rumah di belakangnya. Tidak ada akses jalan.

Jalan yang sudah puluhan tahun digunakan oleh penduduk setempat menjadi sangat sempit gara-gara si pemilik rumah (yang sedang dibangun) ngotot menggunakan seluruh hak tanahnya. Pembangunan rumah ini tidak berizin awalnya.

Persoalan ini membesar sampai akhirnya terkuaklah persoalan-persoalan lain yang tentu sangat mengganggu, misalnya tidak adanya fasilitas septic tank pada rancangan rumah yang dibangun.

Advertisement

Setelah masalah ini dipersoalkan, akhirnya si pemilik rumah yang sedang dibangun ini mengurus izin mendirikan bangunan (IMB). Muncul rekomendasi untuk menyelesaikan sengketa ini, di antaranya memberikan akses jalan bagi rumah di belakangnya.

Rupanya rekomendasi ini diabaikan. Pembangunan rumah yang sejak awalnya menyalahi karena tidak peka lingkungan tetap dijalankan. Anehnya, bagaimana bisa IMB diterbikan sementara masih belum lengkap persyaratannya sebagai rumah tinggal di tengah kampung?

Pemerintah Kota Solo, sebagai institusi negara, telah memulai penataan tetapi tidak jarang penataan ini dikhianati oleh sebagian warganya sendiri. Bukan hanya warganya, tetapi juga perangkat pemerintah yang tidak bertanggung jawab.

Demi kepentingan masa depan kota, agar menjadi tempat hidup yang semakin tahun semakin baik, semakin manusiawi dan sehat, agaknya perlu penegakan aturan penataan kota yang menyentuh sampai hal-hal yang lebih subtil. Akan lebih baik kalau kesadaran peka lingkungan, peka publik, lahir di tubuh publik sendiri. Tanpa harus didisiplinkan oleh pihak lain.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif