Soloraya
Sabtu, 16 April 2016 - 17:00 WIB

DANA HIBAH SOLO : Museum Radya Pustaka Tutup, Kisah Ironi dari Kota Budaya

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Museum Radya Pustaka (JIBI/Solopos/Dok)

Dana hibah Solo yang tak kunjung cair diduga menjadi penyebab ditutupnya Museum Radya Pustaka.

Solopos.com, SOLO – Jarum jam baru menunjuk pukul 10.30 WIB, saat Kiantoro Andi, 29, berjalan menuju Museum Radya Pustaka, Jumat (15/4/2016). Pelancong asal Malang ini beberapa kali mencocokkan antara brosur pariwisata Kota Solo yang ia pegang dengan penampakan asli bangunan museum tertua di Indonesia itu.

Advertisement

Ia kebingungan mendapati pagar menjulang berwarna putih yang mengelilingi museum tertutup rapat. Pintu pagar bagian depan pun digembok. Kian, sapaan akrabnya, sempat berkeliling mencari akses lain menuju Radya Pustaka.

Namun ia hanya mendapati beberapa lampu di beranda yang dibiarkan menyala, loket tiket nihil penjaga, serta beberapa pewarta yang duduk-duduk di dekat patung Ronggowarsito. “Tutup ya?” tanyanya memastikan.

Kian mantap berjalan kaki dari Museum Batik Danar Hadi yang hanya berjarak sekitar 300 meter dari Museum Radya Pustaka. Dari informasi yang ia telusuri di mesin pencarian internet, salah satu destinasi terdekat adalah museum yang dibangun pada 1890 itu.

Advertisement

Informasi di situs www.museumradyapustaka.com, tertera jadwal museum buka Selasa-Minggu dan libur setiap Senin. Jam buka museum setiap Jumat, pukul 08.30 WIB-11.30 WIB. Sedangkan pada Selasa, Rabu, Kamis, Sabtu, dan Minggu, museum dibuka pukul 08.30 WIB-14.00 WIB.

“Rencananya mau lihat-lihat saja ke sini. Sekalian keliling-keliling. Soalnya baru sekali ini ke sini. Enggak tahunya kecele,” aku mahasiswa pascasarjana program linguistik Universitas Brawijaya ini. Setelah mengetahui museum tutup, akhirnya ia balik kanan dan melanjutkan perjalanannya.

Tak berselang lama, seorang wisatawan perempuan asal Bandung juga datang berkunjung bersama putranya. Ia juga sempat berkeliling mencari akses masuk sebelum akhirnya tahu museum tutup. Ia pun terpaksa gigit jari harus membatalkan kunjungannya hari itu.

Penjaga warung di sebelah Museum Radya Pustaka, Alex, 58, menuturkan sejak beberapa bulan terakhir sudah banyak pengujung museum yang kecele. “Jumlahnya sudah tak terhitung. Minggu [(10/4/2016)] ada serombongan pengunjung satu bus ke sini tapi museum tutup. Rabu [(13/4)] dan Kamis [(14/4)] ada tour guide ke sini. Mereka sampai bolak-balik ke sini cari peluang museum buka,” bebernya.

Advertisement

Menurut Alex, jadwal operasional museum sudah mulai tidak teratur sejak awal tahun lalu. “Kalau ‘oglangan’ bukanya sudah sejak Januari lalu. Tapi biasanya cuma sehari. Yang sampai tiga hari berturut-turut ya baru kali ini,” ungkapnya.

Sementara itu, dari ruang penyimpanan arca yang berada persis di sebelah bangunan utama museum, terlihat tiga pegawai dari Balai Pelestarian Cagar Budaya di antaranya Yanti, Sitri, dan Fajar, sedang membersihkan beberapa koleksi museum.

“Tugas bersih-bersih tetap kami jalankan. Kalau soal jadwal buka museum, tanya bapak-bapak [pengelola Museum Radya Pustaka] saja,” jawab salah satunya sembari dari beberapa pewarta.

Belum Gajian Sejak Januari

Advertisement

Ahli pakuwon yang bertugas di Museum Radya Pustaka, Totok Yasmiran, mengaku tidak bisa masuk kerja selama beberapa hari lantaran ada keperluan pribadi. “Saya sedang memeriksakan anak di RS Karyadi Semarang. Silakan konfirmasi ke Komite Radya Pustaka saja,” ujarnya melalui pesan singkat yang diterima Espos via Whatsapp.

Sekretaris Komite Radya Pustaka, S.T. Wiyono, menjelaskan pihak komite tidak pernah menginstruksikan pegawai untuk menutup museum. Hingga tiga hari museum tutup, Wiyono, sapaan akrabnya, belum mengetahui alasan pasti sebagian besar pegawai museum yang ia kelola absen kerja.

“Instruksi Wali Kota hari ini museum buka. Tapi pegawai yang saya hubungi tidak ada yang merespons. Karena mereka belum gajian sejak Januari lalu, saya tidak bisa juga memaksa mereka bekerja,” bebernya.

Ia mengatakan sedianya pengelola museum tertua di Indonesia itu memang punya rencana untuk mengajukan surat permohonan resmi kepada Wali Kota Solo untuk menutup sementara Radya Pustaka. Pasalnya dana operasional yang dijanjikan pemerintah senilai Rp300 juta semenjak Januari lalu belum cair. Namun sebelum rencana tersebut bergulir, beberapa pegawai terlebih dulu menutup museum.

Advertisement

Untuk menambal kebutuhan pokok museum seperti listrik yang dipergunakan untuk penerangan museum, pengoperasian kamera pengawas, serta pendingin udara 24 jam di ruang penyimpanan naskah kuno, Komite Museum Radya Pustaka memanfaatkan uang penjualan tiket masuk dan patungan dari komite yang berjumlah empat orang.

“Uang tiket tidak bisa dijagakne [diandalkan]. Pengunjung museum tidak pasti. Kadang bisa 1.000 orang/bulan, tapi kadang bisa cuma 20 orang atau 100 orang/bulan. Dari hitungan bendahara kami, duit listrik cuma bertahan bulan ini. Makanya bulan depan kami berencana mengajukan tutup sementara kalau duit tidak cair juga,” paparnya.

Kasus tutupnya Museum Radya Pustaka karena ganjalan finansial disebut sebagai preseden buruk bagi Kota Solo yang sempat menerima penghargaan sebagai pelestari cagar budaya terbaik pada 2015 lalu.

Sebagai informasi, Pemkot Solo menerima penghargaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebagai pemerintah daerah terbaik dalam pelestarian cagar budaya 2015.

Penghargaan tersebut diberikan dengan pertimbangan Pemkot telah memiliki satuan kerja pelestari cagar budaya, memiliki regulasi pelestarian cagar budaya, memiliki program anggaran pelestarian cagar budaya, memiliki tim pendaftaran cagar budaya, memiliki kebijakan sumber daya manusia di bidang pelestarian cagar budaya, serta memiliki data inventaris cagar budaya.

Ketua Presidium Komite Peduli Cagar Budaya Nusantara (KPCBN) Agus Anwari menyatakan tidak beroperasinya Museum Radya Pustaka selama beberapa hari terakhir merupakan potret minimnya kepedulian pemerintah pada pelestarian cagar budaya, khususnya museum.

Advertisement

“Ironis sekali Museum Radya Pustaka sampai tutup. Untuk buka saja mereka sampai tidak mampu. Kita semua semestinya malu dengan penghargaan yang pernah diterima tahun lalu. Sepanjang sejarah, baru sekali ini saya lihat museum sampai tutup karena ganjalan finansial,” terangnya saat dihubungi solopos.com, Jumat (15/4/2016).

Agus mengatakan keberadaan museum di tengah-tengah masyarakat tidak hanya menjadi benda dan bangunan cagar budaya. Lebih lanjut ia meyebut peran museum juga sebagai salah satu rujukan pendidikan.

“Semua pihak tidak ingin hal ini terjadi [museum tutup]. Operasional museum tidak bisa hanya mengandalkan penjualan tiket yang hasilnya tidak seberapa. Apalagi kepentingannya untuk edukasi. Tidak boleh ada komersialisasi. Kalau benar pemerintah berpihak, semestinya sudah dijamin di penganggaran,” kata dia.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif