Kolom
Kamis, 14 April 2016 - 07:10 WIB

GAGASAN : Pendampingan Desa Menuju Desapreneur

Redaksi Solopos.com  /  Evi Handayani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Heri Susanto (Dok/JIBI/Solopos)

Gagasan Solopos, Rabu (13/4/2016), ditulis dosen Akuntansi di STIE Surakarta Heri Susanto.

Solopos.com, SOLO — Pemerintah desa adalah lembaga dan organisasi pemerintahan yang berupaya melaksanakan peran pemerintah kabupaten dan kecamatan secara efektif demi terciptanya pembangunan di segala bidang, terutama pembangunan sumber daya manusia, agar masyarakat desa dapat merasakan esensi otonomi daerah yang berimbas pada otonomi desa.

Advertisement

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi mengemban mandat untuk menjalankan Nawacita, khususnya Nawacita ketiga, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa.

Salah satu agenda besarnya adalah mengawal implementasi UU No. 6/2014 tentang Desa secara sistematis, konsisten, dan berkelanjutan dengan fasilitasi, supervisi, dan pendampingan. Pendampingan desa itu bukan sekadar menjalankan amanat UU Desa, tetapi juga modal penting untuk mengawal perubahan desa demi mewujudkan desa yang mandiri dan inovatif.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi harus berkomitmen meninggalkan cara lama dan memulai cara baru pendampingan desa. Pendampingan desa bukanlah mendampingi proyek yang masuk ke desa, bukan pula mendampingi dan mengawasai penggunaan dana desa, tetapi mendampingi desa seutuhnya.

Pendampingan secara prinsipiel berbeda dengan pembinaan. Dalam pembinaan, antara pembina dan yang dibina punya hubungan hierarkis, pengetahuan dan kebenaran mengalir satu arah dari atas ke bawah.  Dalam pendampingan, para pendamping harus berdiri setara dengan yang didampingi.

Misi besar pendampingan desa adalah memberdayakan desa menjadi maju, kuat, mandiri, dan demokratis. Kegiatan pendampingan membentang dari pengembangan kapasitas pemerintahan, mengorganisasi dan membangun kesadaran kritis warga masyarakat, serta memperkuat organisasi-organisasi warga.

Selain itu juga memfasilitasi pembangunan partisipatif, memfasilitasi dan memperkuat musyawarah desa sebagai arena demokrasi dan akuntabilitas lokal, merajut jaringan dan kerja sama desa, hingga mengisi ruang-ruang kosong di antara pemerintah dan masyarakat.

Intinya pendampingan desa adalah menciptakan suatu frekuensi dan kimiawi yang sama antara pendamping dengan yang didampingi. UU No. 6/2014 tentang Desa mengembangkan paradigma dan konsep baru kebijakan tata kelola desa secara nasional.

Advertisement

UU Desa ini tidak lagi menempatkan desa sebagai latar belakang Indonesia, tapi halaman depan Indonesia. UU Desa juga mengembangkan prinsip keberagaman, mengedepankan asas rekognisi dan subsidiaritas desa. UU Desa ini mengangkat hak dan kedaualatan desa yang selama ini terpinggirkan karena didudukkan pada posisi subnasional.

Desa pada hakikatnya adalah entitas bangsa yang membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Secara empiris, desa-desa di Indonesia memiliki modal sosial yang tinggi. Masyarakat desa sudah lama mempunyai ikatan sosial dan solidaritas sosial yang kuat sebagai penyangga penting kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. [Baca selanjutnya: Otonomi Asli]Otonomi Asli

Swadaya dan gotong royong terbukti sebagai penyangga utama ”otonomi asli” desa. Ketika kapasitas negara tidak sanggup menjangkau sampai level desa, swadaya dan gotong royong merupakan alternatif permanen yang memungkinkan berbagai proyek pembangunan prasarana desa tercukupi.

Berdaulat secara politik mengandung pengertian desa memiliki prakarsa dan emansipasi lokal untuk mengatur dan mengurus dirinya meski pada saat yang sama negara tidak hadir. Kehadiran negara kadang berlebihan sehingga berpotensi memaksakan kehendak prakarsa kebijakan pusat yang justru melumpuhkan prakarsa lokal.

Kemandirian politik dapat dimaknai dalam pengertian emansipasi lokal. Emansipasi lokal dalam pembangunan dan pencapaian kesejehateraan membutuhkan pengakuan (rekognisi) negara dan negara perlu memfasilitasi berbagai institusi lokal dan organisasi warga untuk menggantikan imposisi sekaligus untuk menumbuhkan emansipasi yang lebih meluas.

Selama ini banyak yang mempertanyakan apa sebenarnya fungsi dan tugas pendamping desa? Menjadi pendamping desa adalah tugas sangat berat mengingat desa sebagai tiang pembangunan ekonomi ngara. Banyak sekali hal yang harus dikerjakan para pendamping desa selama bertugas.

Secara umum pendamping desa bertugas mendampingi desa dalam penyelenggaraan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Pendamping desa dibagi dalam tiga kategori yang terdiri atas tenaga pendamping profesional, kader pemberdayaan masyarakat desa, dan atau  pihak ketiga.

Advertisement

Tenaga pendamping profesional terdiri atas pendamping desa (berkedudukan di kecamatan), pendamping teknis (berkedudukan di kabupaten), dan tenaga ahli pemberdayaan masyarakat (berkedudukan di pusat dan provinsi) dengan tugas masing-masing.

Desa memiliki tradisi berdemokrasi tempat keterbukaan, permusyawaratan, dan partisipasi menjadi pilar pengambilan keputusan. Pemilihan kepala desa secara langsung telah menjadi tradisi. Meski tidak menerima alokasi anggaran dari pemerintah, desa sejak lama mampu menggaji kepala desa dan perangkat desa dengan sistem yang dibangunnya sendiri, misalnya melalui sistem tanah bengkok dan tanah lungguh.

Budaya musyawarah desa mulai dari komunitas terkecil hingga arena tertinggi yang melibatkan banyak elemen desa menjadi bagian dari model kehidupan desa. Sesungguhnya dalam hal budaya demokrasi, desa mendahului sistem demokrasi negara.

UU Desa menempatkan desa sebagai subjek pembangunan. Pemerintah supradesa menfasilitasi tumbuh kembangnya kemandirian dan kesejahteraan desa melalui skema kebijakan yang mengutamakan rekognisi dan subsidiaritas.

Supradesa tak perlu takut dengan konsekuensi pemberlakuan kedua asas tersebut. Desa tidak lagi akan menjadi entitas yang merepotkan tugas pokok pemerintah kabupaten, provinsi, atau pusat. Desa akan menjadi entitas negara yang berpotensi mendekatkan peran negara dalam membangun kesejahteraan, kemakmuran, dan kedaulatan bangsa.

Menguatnya model ”desapreneur” tempat inovasi, partisipasi, hingga emansipasi transformasi sosial tumbuh dari bawah di dalam desa adalah bagian dari ketidakberhasilan model pembangunan yang dikemudikan dari luar desa.

Pada sisi yang lain, pembangunan desa yang tumbuh dari dalam menjadi pilar penting pembangunan nasional. Negara harus merekognisi prakarsa dan emansipasi lokal yang akan menyatukan seluruh entitas negara bangsa dalam satu konsep dan implementasi pembangunan nasional menuju kemandirian nasional.

Advertisement

Kemandirian negara sejatinya terletak pada kemandirian desa-desa sebagai entitas penyusun dan penyangga nama besar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tahun 2015 adalah tahun pertama pelaksanaan UU No. 6/2014.

Desa diberlakukan berbeda dengan sebelumnya. Kedudukan desa tidak lagi subnasional, melainkan berkedudukan di wilayah kabupaten/kota. Desa tidak lagi berada di bawah struktur administratif terbawah, apalagi perpanjangan tangan pemerintah daerah.

Desa mendapat rekognisi dan subsidiaritas kewenangan, yaitu kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Desa menerima transfer keuangan dari APBN dan APBD yang disebut dana desa (DD) dan alokasi dana desa (ADD) untuk memenuhi kebutuhan belanja dalam konteks dua kewenangan tadi.

Ada beberapa kalangan khawatir pelaksanaan UU Desa tidak berhasil. Kekhawatiran mereka rata-rata berpangkal pada persoalan transfer keuangan yang akan dikelola desa. Mereka menyangka desa akan menjadi sarang koruptor anggaran publik.

Akar masalahnya, menurut para pengkritik tersebut, pada kapasitas pemerintah desa yang masih lemah. Prasangka ini di satu sisi memang harus diterima sebagai cermin kewaspadaan dan pelecut motivasi.

Di sisi yang lain, kita harus bercermin dan mengambil pembelajaran berharga dari model-model pembangunan desa pada masa lalu yang rata-rata tidak responsif terhadap upaya penguatan dan pemberdayaan kapasitas desa.

Pada akhirnya UU No. 6/2014 adalah bagian dari ikhtiar mencapai keberdayaan negara dari kemandirian desa-desanya. Proses pembentukan bangunan warga dan organisasi masyarakat sipil biasanya dipengaruhi faktor eksternal yang mengancam hak publik.

Advertisement

Keduanya adalah modal penting bagi desa untuk membangun kedaulatan dan titik awal terciptanya komunitas warga desa yang nantinya akan menjadi kekuatan penyeimbang atas munculnya kebijakan publik yang tidak responsif terhadap masyarakat. [Baca selanjutnya: Pengawasan]Pengawasan

Efektivitas pembangunan pada hakikatnya merupakan tindakan membandingkan antara perencanaan dengan hasil. Antara kedua hal tersebut sering terjadi penyimpangan. Tugas pengawas mengoreksi penyimpangan tersebut.

Pembangunan desa adalah strategi pembangunan bagi peningkatan kehidupan ekonomi dan sosial dari kelompok khusus masyarakat, dalam hal ini masyarakat kurang mampu di pedesaan.

Pembangunan desa bertujuan mengurangi kemiskinan serta tersedianya sarana dan prasarana umum untuk menunjang segala kebutuhan masyarakat yang ternyata masih kurang untuk membantu masyarakat desa dalam beraktivitas sehari-hari.

ADD adalah dana yang dialokasikan pemerintah kabupaten/kota untuk desa yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima kabupaten/kota.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang ditetapkan dengan peraturan desa.

ADD merupakan dukungan dana dari pemerintah pusat dan daerah kepada pemerintah desa dalam meningkatkan pelayanan dasar kepada masyarakat dan pemberdayaan masyarakat desa.

Advertisement

Pengalokasian dana desa butuh fungsi BPD sebagai pengawas agar dana tersebut benar-benar tersalurkan untuk kepentingan pembangunan desa. Pengawasan oleh BPD terhadap anggaran desa dilakukan dengan melihat rencana awal program dan realisasinya.

Kesesuaian antara rencana program, realisasi program, pelaksanaan, serta nilai dana yang digunakan dalam pembiayaan adalah ukuran yang dijadikan patokan BPD dalam pengawasan.

Selama pelaksanaan program pemerintah dan pemakaian dana desa sesuai dengan rencana, BPD mengangapnya tidak menjadi masalah. Desa wirausaha (desapreneur) merupakan program yang dapat dikembangkan untuk mengatasi pengangguran, pendapatan rendah, dan menambah keragaman jenis usaha di desa.

Kewirausahaan masyarakat desa bermakna mengorganisasi struktur ekonomi perdesaan. Seluruh aset desa seperti tanah, air, lingkungan, dan tenaga kerja dapat menjadi modal pengembangan usaha baru yang digerakkan bersama-sama oleh seluruh elemen desa.

Daya tarik bagi masyarakat di desa untuk menjadi seorang wirausaha atau entrepreneur masih rendah. Banyak warag desa memilih menjadi pekerja ketimbang menjadi bos kecil di tempat usahanya sendiri.

Masyarakat kita masih banyak yang memilih jadi pekerja ketimbang membuka usaha sendiri, padahal jauh-jauh hari pemerintah sudah membuka peluang untuk membangun kemandirian masyarakat desa sehingga diharapkan terbentuk desapreneur.

ADD sebagian didistribusikan per desa dalam bentuk program usaha ekonomi desa. Kalau masyarakat desa mau berwirausaha, ini menjadi tanda mereka siap berhadapan dengan situasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Advertisement

Pembangunan desa  menjadi desapreneur dapat ditingkatkan melalui pengembangan potensi perekonomian desa dan menjadi wadah bersama masyarakat pedesaan dalam membangun diri dan lingkungan secara mandiri dan partisipatif.

Badan usaha milik desa (BUM desa) menjadi salah satu pertimbangan untuk menyalurkan inisiatif masyarakat desa, mengembangkan potensi desa, mengelola dan memanfaatkan potensi sumber daya alam desa, mengoptimalkan sumber daya manusia (warga desa) dalam pengelolaannya, dan penyertaan modal dari pemerintah desa dalam bentuk pembiayaan dan kekayaan desa yang diserahkan untuk dikelola sebagai bagian dari BUM desa.

Salah satu solusi penting yang mampu mendorong gerak ekonomi desa adalah mengembangkan desapreneur atau kewirausahaan bagi masyarakat desa. Pengembangan desa wirausaha menawarkan solusi untuk mengurangi kemiskinan, migrasi penduduk, dan pengembangan lapangan kerja di desa.

Kewirausahan menjadi strategi dalam pengembangan dan pertumbuhan kesejahteraan masyarakat. Sumber daya dan fasilitas disediakan secara spontan oleh masyarakat desa menuju perubahan kondisi sosial ekonomi perdesaan.

Apabila desa wirausaha menjadi suatu gerakan masif akan menjadi hal yang sangat mungkin untuk mendorong perkembangan ekonomi perdesaan menjadi desa yang mandiri, menjadi desapreneur.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif