Jogja
Kamis, 14 April 2016 - 12:29 WIB

FASILITAS DIFABEL : Tak Hanya Fasilitas, Difabel Juga Butuh Perlakuan yang tak Diskriminatif

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Terbatas secara fisik, Purwanto warga Desa Wiladeg, Gunungkidul tetap mandiri. (JIBI/Harian Jogja/David Kurniawan)

Fasilitas difabel mulai terpenuhi, namun mereka juga membutuhkan perlakukan yang tidak diskriminatif

Harianjogja.com, KULONPROGO-Ada banyak aspek disabilitas yang barangkali belum terfasilitasi sepenuhnya selama ini. Bukan hanya terkait pelayanan publik atau fasilitas umum, melainkan juga kebutuhan untuk tidak mendapat perlakuan diskriminatif dalam kehidupan bermasyarakat.

Advertisement

Sekretaris Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (Sosnakertrans) Kabupaten Kulonprogo, Heri Purnomo mengatakan, pemerintah memang sudah seharusnya berupaya menyediakan layanan dan fasilitas umum yang mudah dijangkau dan ramah difabel.

“Secara bertahap mewujudkan lingkungan sebagai ruang belajar yang memfasilitasi keragaman masyarakat,” ucap Heri, Rabu (13/4/2016).

Heri lalu memberikan apresiasi atas terjalinnya kesepakatan antara Pemkab Kulonprogo dan Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel (SIGAB) untuk mengembangkan program rintisan desa iklusi (rindi) di wilayah Kecamatan Lendah. Dia berharap, semakin banyak kebutuhan difabel maupun kelompok rentan lain yang terjaring sehingga mempermudah fasilitasi.

Advertisement

Rindi juga diharapkan membuat masyarakat memiliki pemahaman yang komprehensif mengenai kondisi difabel. Heri berpendapat, sikap penerimaan dari masyarakat adalah bentuk nyata dari tidak ada diskriminasi.

Hal itu bisa diwujudkan dengan merangkul difabel dalam proses penentuan kebijakan desa seperti yang bakal digalakkan pada program rindi. “Difabel akan teroganisir dalam sebuah kelompok dan berperan aktif dalam penentuan kebijakan,” kata Heri.

Terpisah, Camat Lendah, Sumiran mengatakan, program rindi dilaksanakan di Desa Wahyuharjo, Bumirejo, Jatirejo, Sidorejo, Gulurejo, dan Ngentakrejo. Berbagai fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) akan diperbaiki dan disesuaikan dengan kebutuhan difabel secara bertahap. Kebijakan terkait pembangunan desa juga diupayakan lebih inklusif.

Advertisement

Sumiran berpendapat, program rindi bisa efektif diandalkan untuk mengadvokasi hak difabel. Program itu ditargetkan mampu membuka pemahaman masyarakat mengenai potensi dan peran difabel, termasuk kebutuhan untuk melakukan interaksi sosial.

“Difabel dilibatkan dalam semua kegiatan dan diberi peran sesuai potensi dan kemampuannya,” ungkap Sumiran.

Sebelumnya, Direktur SIGAB, Joni Yulianto mengungkapkan, masih banyak kesalahpahaman mengenai kondisi difabel yang kemudian mempengaruhi penerimaan masyarakat. Sebagian masyarakat masih menganggap difabel sebagai beban dan tidak seperti sumber daya manusia lain yang bisa berkembang dan mandiri.

“Saya sendiri bisa seperti ini karena ada keluarga dan masyarakat yang selalu mendukung. Saya sadar punya hak yang sama untuk belajar tapi itu tidak terjadi pada semua difabel,” ujar Joni di Gedung Kaca, Wates, Selasa (12/4/2016) kemarin.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif