Jogja
Rabu, 13 April 2016 - 20:55 WIB

KONFLIK GUA PINDUL : Dibalik Gemerlap Wisata Pindul, Ada Ribuan Warga Miskin di Sekitarnya

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Antrean masuk susur Gua Pindul pada libur akhir tahun, Jumat (25/12/2015). (Uli Febriarni/JIBI/Harian Jogja)

Konflik Gua Pindul terjadi karena warga menginginkan keuntungan ekonomi dari keberadaan objek wisata tersebut

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL- Obyek Wisata Gua Pindul di Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo sebagai salah satu destinasi unggulan di Gunungkidul ternyata belum sepenuhnya bermanfaat untuk masyarakat di sekitar obyek.

Advertisement

Di desa yang terdiri dari 20 dusun dengan jumlah 4.050 Kepala Keluarga (KK) ini masih banyak yang masuk kategori miskin.

Gua Pindul menjadi sebuah objek wisata yang dibanjiri wisatawan setiap akhir pekan atau saat liburan. Nilai perputaran uang di destinasi ini tidak main-main karena mencapai miliaran rupiah.

Sebagai gambaran, di tahun lalu ada 143.553 pengunjung dengan nilai retribus Rp1,4 miliar. Jumlah ini hanya terlihat dari pendapatan retribusi, sementara jika ditambahkan dengan nilai jasa antar masuk gua akan lebih besar lagi karena setiap pengunjung dikenakan bea masuk Rp35.000.

Advertisement

Desain pemberdayaan masyarakat digadang-gadang mampu meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat di Desa Bejiharo, Karangmojo. Potret kemiskinan di desa ini bisa dilihat dari banyaknya keluarga penerima beras untuk warga miskin.

Dari jumlah KK yang ada, sebanyak 1.702 keluarga di antaranya merupakan keluarga yang rutin menerima raskin (sekarang menjadi beras sejahtera) setiap bulannya.

Bahkan jika ditilik lebih jauh lagi, sejak 2011 lalu jumlah penerima raski di desa itu malah terus bertambah. Awanya jumlah penerima raskin hanya 1.672 keluarga, namun sejak 2014, penerimanya bertambah menjadi 1.702 KK.

Advertisement

Sekretaris Desa Bejiharjo, Subarjono pun mengakui, saat ini perkembangan pariwisata di Gua Pindul masih dinikmati segelintir orang saja. Kondisi inilah yang menjadikan di desa dengan 20 dusun ini masih banyak warga miskinnya.

“Belum bisa merata, karena masih ada ketimpangan terutama mereka yang tinggal jauh dari lokasi,” kata Subarjono.

Dia mencontohkan, untuk pemandu masuk gua masih didominasi oleh orang di sekitar lokasi. Sedangkan yang tinggal jauh, baru dibutuhkan sebagai pemandu saat tenaga di sekitar lokasi sudah tidak ada. “Mereka baru dibutuhkan saat-saat tertentu,” ulasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif