News
Rabu, 13 April 2016 - 19:00 WIB

KASUS RS SUMBER WARAS : Inilah Penjelasan 3 Rekomendasi BPK yang Dituding Ahok "Ngaco"

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (JIBI/Solopos/Antara)

Kasus RS Sumber Waras kembali memanas dengan tudingan Ahok bahwa rekomendasi BPK “ngaco”.

Solopos.com, JAKARTA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjadi pihak yang terpojok dengan pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menyebut lembaga tinggi negara itu menyembunyikan data kebenaran. Ahok, seusai diperiksa KPK Selasa (12/4/2016) malam, juga menyebut BPK meminta Pemprov DKI Jakarta melakukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan.

Advertisement

Pernyataan itu sontak mendapatkan respons dari BPK. Lembaga pimpinan Harry Azhar Azis itu kemudian menggelar konferensi pers hari ini, Rabu (13/4/2016). Semula, acara dadakan itu akan dihadiri oleh sang ketua. Namun, karena acara tersebut hampir bersamaan dengan penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan II 2015 ke Dewan Perwakilan Daerah (DPD), maka posisinya digantikan Kepala Direktorat Utama Perencanaan Evaluasi Pengembangan Pemeriksaan Keuangan BPK, Bahtiar Arif.

Nada suara Bahtiar yang sebelumnya terdengar santai berubah menjadi lebih serius ketika menyampaikan pernyataan resmi BPK. Setidaknya, ada tujuh hal yang dia paparkan namun secara keseluruhan tidak jauh berbeda dengan pernyataan-pernyataan Harry Azhar sebelumnya.

Advertisement

Nada suara Bahtiar yang sebelumnya terdengar santai berubah menjadi lebih serius ketika menyampaikan pernyataan resmi BPK. Setidaknya, ada tujuh hal yang dia paparkan namun secara keseluruhan tidak jauh berbeda dengan pernyataan-pernyataan Harry Azhar sebelumnya.

Menurutnya, BPK telah melaksanakan tugas konstitusional sesuai UUD 1945 dan UU No. 15/2004 pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara serta UU No. 15/2006 tentang BPK dalam melaksanakan pemeriksaan atas laporan keuangan DKI 2014 dan pemeriksaan investigatif atas pengadaan lahan RS Sumber Waras.

“Dalam pemeriksaan laporan keuangan 2014, BPK menemukan pengadaan tanah mulai dari proses perencanaan, penganggaran, pembentukan tim pembelian, penetapan lokasi, penetapan harga dan hasil pengadaan tanah tidak melalui proses yang memadai sehingga mengindikasikan kerugian negara sebesar Rp191,3 miliar,” katanya.

Advertisement

Berdasarkan LHP Keuangan Pemerintah DKI Jakarta, BPK merekomendasikan tiga poin, yakni membatalkan upaya pembelian. Jika tidak bisa membatalkan, maka merekomendasikan agar mengambil langkah pemulihan, dan meminta pertanggungjawaban Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) sesuai dengan kondisi di Jl. Kyai Tapa, sesuai dengan penawaran ke pemerintah, bukan fisik tanah yang berada di Jl. Tomang Utara.

Rekomendasi berikutnya, Pemprov DKI diminta menagih Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) kepada YKSW sebesar Rp3,085 miliar yang tidak pernah dibayar sejak 1904-2014. Tidak hanya itu, Pemprov juga diminta untuk seluruh Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan proses pengadaan lahan dengan berpedoman pada ketentuan yang berlaku.

Rekomendasi terakhir, Pemprov diminta untuk menjatuhkan sanksi bagi tim pembelian tanah karena tidak cermat dan tidak teliti dalam mengecek lokasi tanah berdasarkan zona nilai tanah.

Advertisement

Terkait rekomendasi tersebut, Bahtiar mengatakan bahwa lembaganya memfokuskan diri pada upaya penyelamatan atau pemulihan keuangan negara. BPK, katanya, kemudian melakukan pemeriksaan investigatif atas permintaan KPK yang hasilnya telah diserahklan ke komisi antirasuah tersebut dan sekarang menjadi salah satu data penting dalam proses penyelidikan.

Menurutnya, dalam pemeriksaan investigatif yang berlangsung selama empat bulan sejak 6 Agustus 2015 itu pun dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan standar pemeriksaan keuangan BPK. “Fakta-fakta yang kami himpun dari Pemprov DKI Jakarta kemudian kami sandingkan dengan kriteria yang ada,” paparnya.

Karena itu, seperti yang diungkapkan oleh Harry Azhar Azis, Bahtiar juga mengatakan jika ada sejumlah pihak yang tidak puas dengan hasil pemeriksaan BPK, bisa mengambil langkah yang sesuai perundangan-undangan seperti melaporkan ke majelis kehormatan kode etik.

Advertisement

“Di majelis ini dua anggota dari BPK, tiga anggota dari kalangan profesional, akademisi dan profesi. Jadi independensinya tidak perlu diragukan lagi,” ujarnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif