Kolom
Rabu, 13 April 2016 - 07:10 WIB

GAGASAN : Komitmen Kampus pada Green Movement

Redaksi Solopos.com  /  Evi Handayani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Halim H. D. (Dok/JIBI/Solopos)

Gagasan Solopos, Selasa (12/4/2016), ditulis networker kebudayaan Halim H.D.

Solopos.com, SOLO — Apa dan bagaimana komitmen etis sebuah kampus terhadap kehidupan kota (kawasan) dan lingkungan masyarakatnya? Jenis kontribusi apakah yang telah dan bisa disampaikan oleh kampus dalam kaitannya dengan perkembangan dan dinamika kota (kawasan)?

Advertisement

Kita tahu dan sangat menyadari benar bagaimana peranan kampus dengan program pendidikan dan meluluskan para sarjana yang berarti pula ikut mendorong laju roda pembangunan, namun jenis dan arah roda pembangunan yang bagaimanakah yang telah diberikan oleh kampus?

Lalu kita juga bisa bertanya-tanya, dalam konteks lingkungan sosial perkotaan, dalam kaitannya dengan isu pemanasan global, kerusakan lingkungan hidup akibat polusi udara, air, dan suara yang telah mengepung kehidupan sosial di wilayah perkotaan.

Advertisement

Lalu kita juga bisa bertanya-tanya, dalam konteks lingkungan sosial perkotaan, dalam kaitannya dengan isu pemanasan global, kerusakan lingkungan hidup akibat polusi udara, air, dan suara yang telah mengepung kehidupan sosial di wilayah perkotaan.

Pada sisi yang paling kasat mata, di mana peranan dan posisi kampus dalam mengurangi penggunaan plastik? Misalnya, kita bayangkan jika civitas academica Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo berjumlah 50.000 orang (dosen, mahasiswa, staf administrasi) mengurangi plastik setiap pekan selembar maka sekitar 200.000 lembar plastik setiap bulan berkurang.

Lalu kita bayangkan komitmen UNS ini disambut kampus-kampus lainnya di wilayah Soloraya. Sangat mungkin 600.000-700.000 lembar plastik per bulan berkurang dari lingkungan rumah dan setahun akan mencapai 7 juta-8 juta lembar.

Advertisement

Kita menyaksikan bagaimana fast food kian merasuk ke dalam kehidupan anak-anak dan remaja. Dengan kata lain, green movement dengan basis kampus memberikan pertimbangan secara mendalam tentang makanan yang didasarkan pada penggunaan bumbu rempah hasil olahan keluarga dan sekaligus menegaskan posisi keluarga sebagai bagian penting dari pertumbuhan fisik dan psikologis-mental melalui jenis makanan yang diolah oleh keluarga.

Masalah kesehatan lingkungan hidup kini kian mendesak dan soal yang kita hadapi kian beragam. Kembali pada pertanyaan mendasar, di mana dan bagaimana posisi serta fungsi kampus sebagai lembaga ilmiah memberikan arah atau orientasi yang visioner terhadap lingkungan sosialnya? [Baca selanjutnya: Basis Sosial]Basis Sosial

Kampus atau perguruan tinggi sebagai institusi pendidikan dan penelitian yang didukung dengan praktik pengembangan dan penerapan ilmu-ilmu yang bersifat inter-multi-disipliner kian berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan sekaligus seiring dengan pertumbuhan pemikiran akibat interaksi ilmu pengetahuan dengan perkembangan masyarakat.

Advertisement

Dalam perspektif kesejarahan yang menjadi pijakan dalam membaca dan mengurai kebutuhan dan tuntutan masyarakat sekaligus pula dalam pergumulannya yang lebih bersifat kekinian dengan kompleksitas masalah yang kian rumit dan membutuhkan suatu jaringan kerja sama bukan hanya antara para akademisi tapi juga dengan komunitas atau figur sosial yang memiliki posisi dan fungsi di tengah-tengah lingkungan sosialnya.

Dalam konteks itulah kampus kian dituntut untuk lebih berperan. Berangkat dari keprihatinan terhadap berbagai masalah lingkungan hidup itulah, sejumlah dosen dengan dukungan Ahmad Adib (Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain UNS) dan Okid Parama Astirin (Direktur Pusat Penelitian Lingkungan Hidup UNS) pada 1 April 2016 menyelenggarakan sarasehan dengan tema Kampus sebagai Green Laboratory dengan mengundang berbagai pakar dan seniman lingkungan hidup yang telah menguji ilmu mereka.

Pakar dan seniman lingkungan hidup itu antara lain Tisna Sanjaya, M. Schulle (Institut Teknologi BAndung), Hari Mulyadi yang merupakan pakar energi listrik berbasis kompos dari Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan (LPTP) Solo, I Wayan Agung Setyawan yang merupakan pakar bambu dari Dewan Bambu Nusantara, Mukodas Syuhada yang merupakan pendiri sekaligus Direktur Akademi Bambu Nusantara, Agung Wibowo yang merupakan pakar ekologi pertamanan, dan budayawan Bramantyo Projosusilo.

Advertisement

Sarasehan sekaligus kuliah umum bagi para mahasiswa UNS ini merupakan upaya pengelola kampus untuk menjalin relasi sosial dengan para praktisi yang telah menguji ilmu mereka secar afaktual dan sekaligus untuk melacak kembali kaitan antara ilmu teoretis dengan praktik dalam konteks menciptakan suatu strategi kebudayaan secara bersama-sama dalam mengatasi masalah lingkungan hidup.

Pada sisi lainnya, sarasehan ini juga menjadi bagian dari eksplorasi pemikiran kaum akademisi untuk merumuskan program praktis pada 2017, suatu green movement. Salah satu alasan lainnya, di samping masalah keprihatinan kepada lingkungan hidup ditekankan, juga karena UNS dianggap memiliki posisi strategis berkaitan dengan peringkat lima besar  kampus hijau di Indonesia. [Baca selanjutnya: Laboratorium]Laboratorium

Dengan kata lain, sarasehan ini ingin menegaskan posisi UNS dan menjadikan kampus sebagai basis sosial dan laboratorium green movement dalam gerakan lingkungan hidup dan sekaligus menumbuhkembangkan suatu gaya hidup yang bukan sekadar life style model fashion, namun didasarkan pada keprihatinan yang mendalam terhadap masa depan lingkungan kehidupan kita.

Sebagai basis sosial green movement tentu saja bisa menciptakan beragam bentuk serta jenis ekspresi dan wujud. Keragaman bentuk dan jenis ini hanya dimungkinkan jika secara simultan kesadaran kepada inter-multi-disipliner antara fakultas dan jurusan terus-menerus saling menyapa dan berbagi pengalaman.

Seperti dinyatakan Rektor UNS, Ravik Karsidi, dalam sambutan pembukaan sarasehan, green laboratory di kampus harus menjadi suatu gerakan dan sebagai suatu gerakan dibutuhkan pemikiran yang sistematis dan mendalam.

Komitmen telah disampaikan kampus UNS dan kita membayangkan lontaran komitmen itu disambut oleh kampus-kampus lainnya. Sangat mungkin masa depan lingkungan hidup di wilayah Soloraya bisa menjadi model bagi kawasan lainnya, bukan hanya akan lebih hijau, tapi juga asri. Hal itu bisa menjadi bekal terbaik bagi generasi yang akan datang.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif