News
Selasa, 12 April 2016 - 19:00 WIB

SUAP KASUS BPJS SUBANG : Ditahan KPK, Bupati Subang: Maaf, Semoga Jadi Kabupaten yang Maju

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Bupati Subang Ojang Suhandi (tengah) mengenakan rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (12/4/2016).(JIBI/Solopos/Antara/Hafidz Mubarak A.)

Suap kasus BPJS Subang terungkap setelah operasi tangkap tangan KPK. Bupati Subang kini ditahan.

Solopos.com, JAKARTA — KPK menahan Bupati Subang Ojang Sohandi di rumah tahanan Polres Jakarta Timur, Selasa (12/4/2016). Penahanan dilakukan setelah Ojang dinyatakan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengamanan kasus tindak pidana korupsi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Subang 2014.

Advertisement

“Saya mohon doanya kepada masyarakat Subang, dan juga saya mohon maaf, tetap menjaga kebersamaan dan kekompakan. Mudah-mudahan Subang menjadi kabupaten yang maju,” kata Ojang saat keluar dari Gedung KPK Jakarta sekitar pukul 16.25 WIB, dikutip Solopos.com dari Antara.

Ojang diamankan KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Kantor Kodim Subang pada Senin (11/4/2016) karena diduga memberikan suap Rp528 juta kepada jaksa di Kejaksaan Tinggi (Kejakti) Jabar Devianti Rochaeni dan rekannya Fahri Nurmallo. Nama terakhir adalah jaksa yang sudah dipindahkan ke Jawa Tengah.

Ojang bersama mantan Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes Kabupaten Subang Jajang Abdul Kholik dan istri Jajang, Lenih Marliani diduga menyuap jaksa agar meringankan tuntutan terhadap Jajang selaku terdakwa tindak pidana korupsi BPJS Subang 2014 dan mengamankan agar Ojang tidak tersangkut kasus tersebut.

Advertisement

Namun Ojang tidak berkomentar apa pun mengenai kasusnya tersebut. “Nanti di BAP [Berita Acara Pemeriksaan] saya, nanti di BAP saya, nanti saja,” jawab Ojang singkat saat ditanya mengenai perkara pemberian uang tersebut.

Sedangkan tersangka lainnya, Devianti, ditahan di rumah tahanan di Gedung KPK dan Lenih ditahan di rumah tahanan Pondok Bambu Jakarta Timur. Keduanya tidak berkomentar apapun mengenai penahanan mereka dan langsung masuk ke mobil tahanan KPK.

Dalam perkara ini, Lenih Marliani, Jajang Abdul Kholik dan Ojang Sohandi sebagai tersangka pemberi suap kepada jaksa dan menyangkakan ketiganya melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1.

Advertisement

Pasal tersebut mengatur mengenai perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Ojang juga masih disangkakan pasal 12 B UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena saat penangkapan KPK menemukan uang sebesar Rp385 juta.

Pasal tersebut mengatur tentang penerimaan gratifikasi oleh penyelenggara negara yang nilainya lebih dari Rp10 juta atau lebih pembuktiannya harus dilakukan oleh penerima gratifikasi dengan ancaman penjara maksimal seumur hidup atau paling lama 20 tahun dan denda Rp1 miliar.

Sedangkan kepada dua jaksa yaitu Deviyanti Rochaeni dan Fahri Nurmallo disangkakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif