News
Selasa, 12 April 2016 - 18:13 WIB

PENGGEREBEKAN DENSUS 88 : Komisi III: Benarkah Siyono Teroris?

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi Densus 88 (Dok/JIBI/Solopos)

Penggerebekan Densus 88 yang berujung kematian Siyono dipertanyakan, termasuk soal status sebagai terduga teroris.

Solopos.com, JAKARTA — Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahesa menyatakan terdapat tiga catatan mengenai kasus kematian Siyono, termasuk mempertanyakan apakah betul Siyono seorang teroris. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol. Tito Karnavian menyatakan autopsi tak menjelaskan peristiwa kematian itu.

Advertisement

“Apakah betul Siyono seorang teroris, sehingga harus ditangkap oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror,” ujar Desmond mempertanyakannya, dalam rapat dengar pendapat Komisi III terkait kematian Siyono, di Jakarta, Selasa.

Politikus Partai Gerindra itu menyebutkan catatan berikutnya apakah betul Siyono tewas karena berkelahi melakukan perlawanan terhadap anggota Densus 88 saat ditangkap dan diperiksa. Komisi III juga mempertanyakan uang yang diberikan kepada keluarga Siyono.

Menurut Desmond, pemberian uang itu merupakan wajah polisi sebagai penegak hukum dalam menghargai nyawa seseorang. “Uang itu juga berbicara terkait dengan pernyataan Kapolri serta tindakan dan tanggung jawab Densus 88 dalam penanganan Siyono sebagai terduga teroris,” ujarnya.

Advertisement

Desmond mengatakan Komisi III DPR akan mendorong sanksi bagi aparat negara yang terbukti telah melakukan pelanggaran, termasuk Densus 88 dalam penanganan terorisme itu. “Namun, dorongan Komisi III untuk memberikan sanksi kepada aparat negara selalu mendapat penolakan dari mitra-mitra kami,” katanya lagi.

Menanggapi catatan Desmond, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Imdadun Rahmat mengatakan pihaknya hanya bisa memberikan jawaban untuk pertanyaan tentang apakah Siyono tewas karena berkelahi atau tidak. “Pertanyaan apakah Siyono benar teroris atau tidak, hanya bisa dijawab oleh Densus 88. Kami hanya bisa menjawab dalam hal hak asasi manusia,” katanya.

Terpisah, Kepala BNPT Komjen Pol. Tito Karnavian menyatakan autopsi tak bisa menjelaskan peristiwa yang terjadi. “Autopsi tidak bisa menjelaskan apa yang terjadi peristiwanya, autopsi hanya menjelaskan bahwa terjadi kekerasan, sebab kematian karena apa. Kemudian kalau kita melihat bahwa sebab kematiannya patah segala macam dikarenakan benturan, kekerasan fisik oleh anggota yang menurut pangakuannya tangan kosong, dan benturan itu dilakukan karena membela diri dan berusaha melumpuhkan, itu temuan sementara,” papar Tito di Mabes Polri, Jakarta, Selasa.

Advertisement

Tito menjelaskan hanya sidang kode etik yang bisa menentukan anggota Densus 88 yang mengawal Siyono bersalah atau tidak. Temuan sementara Divisi Propam menyebut anggota Densus melakukan kesalahan prosedur, bukan kriminal. “Prosedur karena di mana tidak cukup hanya satu orang di belakang [di dalam mobil], plus tidak diborgol,” ujarnya.

Menurut Tito, dari pengalamannya menangani kasus terorisme dari 1999, tidak mengobrol merupakan salah satu trik dalam menangani pelaku terorisme. “Untuk menarik hati daripada orang yang diinterview, bukan untuk diteror, kasus lain juga begitu seringkali tidak diborgol supaya mereka terbuka.Tapi beberapa kali juga miss, hitungannya dia lebih korporatif dan nyaman, faktanya dia itu punya kesempatan melarikan diri,” tuturnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif