News
Senin, 11 April 2016 - 12:00 WIB

SUAP REKLAMASI JAKARTA : Sambangi KPK, Ini Penjelasan Mohamad Taufik Kakak Sanusi

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi berjalan seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (2/4/2016). KPK menetapkan Mohamad Sanusi sebagai tersangka penerima suap dari PT Agung Podomoro Land dimana suap itu untuk perizinan proyek reklamasi di Pantai Utara dengan barang bukti hasil operasi tangkap tangan uang sebesar Rp 1,14 miliar. (JIBI/Antara Foto/Muhammad Adimaja)

Kasus reklamasi Teluk Jakarta menyeret anggota DPRD DKI Jakarta Mohammad Sanusi dalam kasus suap.

Solopos.com, JAKARTA – Beberapa pemimpin DPRD DKI Jakarta Senin (11/4/2016) ini memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan pemberian hadiah terkait pembahasan rancangan peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

Advertisement

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi, Wakil Ketua Badan Legislasi DPRD DKI Jakarta Merry Hotma, dan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Ferial Sofyan sudah tiba di gedung KPK, Jakarta.

Hari ini KPK memanggil Prasetyo, Merry, Ferial, Mohamad Taufik, Kepala Sub Bagian Rancangan Peraturan Daerah DPRD DKI Jakarta Dameria Hutagalung serta anggota DPRD DKI Jakarta S. Nurndi dan anggota Badan Legislasi DPRD DKI Jakarta Mohamad Sangaji untuk memeriksa mereka sebagai saksi untuk tersangka Mohamad Sanusi, Ketua Fraksi Partai Gerindra di DPRD DKI Jakarta.

Advertisement

Hari ini KPK memanggil Prasetyo, Merry, Ferial, Mohamad Taufik, Kepala Sub Bagian Rancangan Peraturan Daerah DPRD DKI Jakarta Dameria Hutagalung serta anggota DPRD DKI Jakarta S. Nurndi dan anggota Badan Legislasi DPRD DKI Jakarta Mohamad Sangaji untuk memeriksa mereka sebagai saksi untuk tersangka Mohamad Sanusi, Ketua Fraksi Partai Gerindra di DPRD DKI Jakarta.

“Saya tidak pernah berhubungan dengan Agung Sedayu, tidak ada sama sekali. Saya pemeriksaan sebagai saksi,” kata Mohamad Taufik, yang adalah kakak dari Mohamad Sanusi.

Taufik mengungkapkan pembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinnsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta antara DPRD DKI Jakarta dan pemerintah provinsi tidak ada gunanya karena reklamasi terus berlangsung.

Advertisement

Menurut Taufik dasar hukum reklamasi lemah.

“Kita bilang silakan di Peraturan gubernur soal lima persen 15 persen itu simulasinya karena tidak ada dasar hukumnya, makanya kita bilang silakan di Pergub, karena di Perda kan harus ada dasar hukumnya. Dasar hukumnya hanya diskresi yang adalah kewenangan gubernur sebagai eksekutif, bukan DPRD,” tambah Taufik.

Taufik mengakui penyidik mengambil sejumlah dokumen Raperda dari ruangannya.

Advertisement

“Yang diambil cuma dokumen Raperda saja, yang lain tidak ada,” ungkap Taufik.

KPK menetapkan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Arieswan Widjaja sebagai tersangka pemberi suap Rp2 miliar kepada Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi terkait pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

Dalam Operasi Tangkap Tangan pada Kamis (31/3/2016) lalu, KPK menemukan barang bukti uang senilai Rp1,14 miliar dari total Rp2 miliar yang sudah diberikan Ariesman meski belum diketahui total uang yang diterima Sanusi.

Advertisement

Suap kepada Sanusi diberikan melalui Personal Assistant PT Agung Podomoro Land Trinanda Prihantoro.

Raperda tersebut sudah dibahas sejak beberapa bulan lalu namun pemerintah provinsi DKI Jakarta dan Badan Legislasi DPRD DKI Jakarta belum sepakat karena pemerintah provinsi mengusulkan tambahan kontribusi 15 persen nilai jual objek pajak (NJOP) dari lahan efektif pulau yaitu seluas 58 persen luas pulau.

Sementara sejumlah anggota badan legislasi DPRD mengusulkan persentase NJOP dan luasan faktor pengali yang jauh lebih kecil yaitu lima persen.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif