Jogja
Senin, 11 April 2016 - 05:20 WIB

Museum Gempa di Sleman Lebih Banyak Dikunjungi Anak-anak PAUD

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto Gubernur DI. Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X bersama Bupati Bantul, Suharsono mererima pejelasan dari Kepala Program Studi Magister Teknik Geologi UPN Yogyakarta, Dr. C. Prasetyadi saat melakukan kunjungan ke lokasi Sesar (patahan) Opak di Dusun Kembangsongo, Trimulyo, Jetis, Bantul, DI. Yogyakarta, Sabtu (09/04/2016). Kunjungan ini merupakan bagian dari rangkaian acara Napak Tilas Gempa Jogja 2006. Sejumlah akademisi meminta kepada pemerintah agar kawasan patahan ini tidak rusak oleh kegiatan penambangan agar tetab bisa menjadi wahana studi bagi mahasiswa ataupun peneliti geologi.

Museum gempa di Sleman belum efektif dalam menyosialisasikan tentang rumah tahan gempa

Harianjogja.com, SLEMAN– Sosialisasi mengenai rumah tahan gempa akan lebih efektif dan menghemat biaya melalui museum gempa, kata pakar gempa Prof Sarwidi.

Advertisement

“Ektivitas museum dalam memberikan edukasi mengenai pentingnya rumah tahan gempa dirasa lebih baik dibandingkan dengan cara sosialisasi terhadap para tukang atau mandor bangunan,” kata Sarwidi, Minggu (10/4/2016).

Menurut dia, museum gempa ke depan diharapkan bisa lebih diperbanyak ke berbagai daerah di Indonesia yang merupakan wilayah yang masuk dalam ring api gempa.

“Sosialisasi akan lebih efektif menggunakan museum. Biaya lebih hemat, kalau sosialisasi dengan tukang menghabiskan dana sekitar Rp2 miliar hanya untuk 300-an orang. Sedangkan melalui museum gempa tidak lebih dari itu,” kata Pendiri Museum Gempa Kaliurang, Sleman ini.

Advertisement

Ia mengatakan, Museum Gempa saat ini hanya ada di daerah wisata Kaliurang, Kabupaten Sleman saja. Paling banyak, pengunjungnya pun dari kalangan anak-anak PAUD. Meski juga banyak dari tingkat SD, SMP, SMA, dan mahasiswa.

“Ada keinginan ke depan, museum seperti ini bisa lebih dekat ke tempat-tempat sekolah. Tidak hanya di Jogja, namun juga berbagai daerah yang memiliki ancaman gempa,” katanya, seperti dikutip dari Antara.

Sarwidi mengatakan, dengan begitu, wawasan mengenai kegempaan bisa diperoleh masyarakat luas dengan lebih mudah.

Advertisement

“Gempa bumi merupakan fenomena alam biasa, yang dibutuhkan untuk kehidupan. Sekitar 200 juta orang Indonesia harus disadarkan, bahwasannya gempa tidak menimbulkan bencana jika mengetahui mitigasinya. Yaitu dengan membuat bangunan berkonsep tahan gempa,” katanya.

Ia mengatakan, pentingnya mitigasi gempa ini karena fenomena alam tersebut mempunyai siklus. Yang sewaktu-waktu bisa terjadi dan belum bisa diprediksi kapan waktunya.

Kepala Seksi Observasi Stasiun Geofisika, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jogja Bambang Subagyo mengatakan, memang saat ini datangnya gempa belum bisa diprediksi, dengan alat apapun. Namun wilayah yang memiliki potensi gempa dapat dipetakan.

“Sampai sekarang belum ada negara yang bisa memprediksi kapan akan terjadinya gempa. Namun daerah yang rawan gempa bisa dipetakan, sehingga bisa sebagai upaya mitigasi, seperti bangunan tahan gempa,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif