Jogja
Kamis, 7 April 2016 - 09:55 WIB

TIONGHOA JOGJA : Berkah di Festival Ziarah Kubur

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Samidi sedang membersihkan makam di kompleks pemakaman Gunung Sempu II, Bantul, Sabtu (2/4/2016). (Kusnul Isti Qomah/JIBI/Harian Jogja)

Tionghoa Jogja, Cheng Beng sebentar lagi digelar

Harianjogja.com, BANTUL—Setiap juru bersih makam keturuan Tionghoa mendapatkan berkah cukup besar pada dua kali dalam setahun, yakni setiap Imlek dan Festival Ziarah Kubur.

Advertisement

Festival ini dikenal dengan nama Festival Qingming atau Cheng Beng dalam Bahasa Hokkian. Hal ini merupakan ritual tahunan etnis Tionghoa untuk bersembahyang dan ziarah kubur. Festival tradisional Tiongkok ini dilaksanakan pada hari ke-104 setelah titik balik Matahari di musim dingin atau hari ke-15 pada hari persamaan panjang siang dan malam di musim semi. Pada umumnya dirayakan pada 5 April atau 4 April di tahun kabisat.

Saat-saat itu merupakan saat yang juga membawa berkah bagi  tukang bersih-bersih makam Tionghoa yang ada di Bantul yakni komplek pemakaman Gunung Sempu. Salah satu tukang bersih-bersih makam di kawasan makam Gunung Sempu II Samidi mengatakan, ia sudah puluhan tahun membersihkan makam.
“Tugas saya siram-siram, membersihkan bangunan,” ungkap dia kepada Harianjogja.com ketika ditemui di kompleks pemakaman Gunung Sempu II, Bantul, Sabtu (2/4/2016).

Ia mengungkapkan, masa ziarah  Cheng Beng biasanya selama dua minggu. Setiap hari selalu ada rombongan keluarga yang berziarah. Satu rombongan bisa terdiri dari tiga mobil di mana setiap mobil biasanya berisi enam orang. Ia sendiri mengurus sekitar 50 makam dari keluarga yang berbeda-beda.

Advertisement

“Saya cuma merawat. Masalah mereka mau memberi uang atau tidak  itu terserah mereka. Saya tidak pernah minta angka [nominal] tertentu,” ungkap dia.

Selain itu, ia melakukan perawatan rutin setiap  bulan. Ia biasanya dipasrahi keluarga yang disemayamkan di Gunung Sempu untuk merawat  makam-makam itu. Mereka biasanya memberikan uang bulanan kepada Samidi. Jumlahnya bervariasi.

“Biasanya saya ambil [uang itu] atau diantarkan oleh mereka di sini,” papar dia.

Advertisement

Beberapa sumber menyebutkan, untuk orang Tionghoa, perayaan ini dilakukan untuk mengingat dan menghormati nenek moyang. Setiap orang berdoa di depan nenek moyang, menyapu pusara, dan bersembahyang dilengkapi makanan, teh, arak, dupa, kertas sembahyang, dan berbagai aksesoris sebagai persembahan kepada nenek moyang. Upacara ini adalah sangat penting bagi kebanyakan orang Tionghoa, terutama petani.

Pada festival ini biasanya, orang melakukan tamasya keluarga  dan mulai membajak sawah pada musim semi. Hal populer lain yang dilakukan adalah memainkan layang-layang dalam berbagai bentuk binatang atau karakter dari Opera Cina. Sesuai catatan, masyarakat Tionghoa di Asia Tenggara seperti Malaysia, Singapura dan juga beberapa daerah di Indonesia juga melanjutkan kebiasaan ini.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif