News
Kamis, 7 April 2016 - 15:38 WIB

SUAP REKLAMASI JAKARTA : Disposisi "Gila" Ahok Hingga Ramai Tolak Raperda Pascapenangkapan Sanusi, Ini Kronologinya

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Disposisi Ahok bertuliskan "Gila" yang menolak desakan pasal penurunan kewajiban pengembang dari 15% menjadi 5%. (Istimewa/Facebook Teman Ahok)

Suap reklamasi Jakarta membuka “tawar-menawar” soal besaran kontribusi pengembang yang belum selesai dalam pembahasan raperda reklamasi.

Solopos.com, JAKARTA — Dugaan suap yang mengalir dari bos PT Agung Podomoro Lande ke anggota DPRD DKI Jakarta asal Fraksi Gerindra, M. Sanusi, tak lepas dari Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dan Raperda Zonasi. Adalah tambahan kontribusi bagi pengembang sebesar 15% yang menjadi perdebatan dan menyebabkan pembahasan raperda itu belum selesai hingga kini.

Advertisement

DPRD DKI Jakarta memang meminta kontribusi pengembang itu cukup 5%. Dari dokumen-dokumen notulensi rapat dan usulan yang dikutip Solopos.com dari Detik, Kamis (7/4/2016), perdebatan ini berawal pada 23 November 2015.

Saat itu, Pemprov DKI menyampaikan raperda lewat Surat Gubernur Nomor 4132/075.61 tertanggal 16 November 2015 perihal usul pembahasan rancangan peraturan daerah tentang rencana tata ruang kawasan strategis pantura Jakarta kepada ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta.

Dua hari setelahnya, digelar rapat paripurna penyampaian penjelasan gubernur terhadap raperda tersebut, lalu pada tanggal 30 November digelar rapat paripurna penyampaian pandangan fraksi-fraksi,yang diakhiri dengan rapat paripurna penyampaian jawaban gubernur terhadap pandangan fraksi-fraksi. Saat itu, disepakati untuk membahas raperda dalam rapat Balegda bersama pimpinan dan anggota Komisi A-E dengan eksekutif.

Advertisement

Setelah pembahasan cukup lama, pada 12 Februari 2016 dibahas soal pasal tambahan kontribusi tadi. Tambahan kontribusi bagi pengembang ini ada di Pasal 116 Ayat 10 dan 11 dengan bunyi:

Ayat 10
Tambahan kontribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c diberikan dalam rangka:
a. revitalisasi kawasan Utara Jakarta; dan
b. revitalisasi daratan Jakarta secara keseluruhan.

Ayat 11
Tambahan kontribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dihitung sebesar 15% (lima belas persen) dari nilai NJOP total lahan yang dapat dijual tahun tambahan kontribusi tersebut dikenakan.

Dalam pembahasan pertama, DPRD mengajukan agar tambahan kontribusi 15 persen itu diubah menjadi 5% saja, sesuai ketentuan yang didasarkan pada surat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas pada 10 Maret 1997 lalu tentang Reklamasi Pantura Jakarta dan Kapuk Naga, Tangerang, Jawa Barat.

Advertisement

Setelah itu, pada tanggal 15 Februari 2016, Balegda DPRD DKI mengusulkan agar angka kontribusi 15 persen tidak dicantumkan dalam raperda, tapi di peraturan gubernur. Namun tim dari eksekutif menolaknya. Rapat pun ditunda.

Isu soal tambahan kontribusi 15 persen baru dibahas lagi pada 8 Maret 2016. Kala itu Ketua Balegda M Taufik dari Gerindra menyampaikan usulan. Bunyinya “Tambahan kontribusi adalah kontribusi yang dapat diambil di awal dengan mengkonversi dari kontribusi (yang 5%) yang akan diatur dengan perjanjian kerjasama antara gubernur dan pengembang.”

Usulan inilah yang kemudian mendapatkan respons keras berupa dari Ahok. Disposisi itu menunjukkan penolakan Ahok terhadap pasal yang diajukan DPRD DKI tentang perubahan kewajiban pengembang dari 15% menjadi 5%. “Gila kalau seperti ini! Bisa pidana korupsi,” tulis Ahok dalam dokumen itu dengan tinta pulpen warna biru tertanggal 8 Maret 2016.

Akun Teman Ahok menuliskan bahwa ada oknum yang mencoba melobi Ahok untuk mengurangi kewajiban pengembang dari 15% menjadi 5%. Namun, justru Ahok mengancam akan melaporkan praktik ini sebagai korupsi jika ada anak buahnya yang membantu usaha pengurangan kewajiban tersebut.

Advertisement

Pada 11 Maret 2016, dilakukan diskusi informal antara M Taufik selaku Ketua Balegda DPRD dengan Sekretaris Daerah DKI Saefullah, Kepala Bappeda Tuty Kusumawati, Kepala Biro Penataan Kota dan Lingkungan Hidup, dan Kepala Biro Hukum, di Ruang Kerja Sekda. Materi pembahasannya masih soal tambahan kontribusi 15% atau 5% itu. Tak ada kesepakatan yang diperoleh dari pertemuan itu.

Pada 16 Maret 2016, Rapat Pimpinan Gabungan DPRD DKI Jakarta tidak membuahkan kesepakatan soal tambahan kontribusi. Rapat ditunda. Pada 31 Maret 2016, Rapimgab DPRD DKI yang sudah terjadwal malah dibatalkan dan diganti dengan Rapat Badan Musyawarah untuk membahas ulang soal jadwal Rapimgab dan Rapat Paripurna tentang Raperda Tata Ruang dan Raperda Zonasi. Sebagaimana diketahui, rapat paripurna itu juga akhirnya tak membuahkan pengesahan perda.

Terancam Batal

Belakangan, Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi DKI Jakarta terancam batal disahkan seiring munculnya penolakan dari partai politik di DPRD DKI. Menurut pengamatan Bisnis/JIBI, Rabu (6/4/2016), perwakilan empat partai politik di DPRD DKI menegaskan menolak pengesahan RZWP3K sekaligus menghentikan pembahasan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

Advertisement

Sekretaris Fraksi PDIP Gembong Warsono mengatakan pimpinan partai berlambang banteng tersebut sudah menginstruksikan kepada semua kader untuk menghentikan pembahasan terakit dua raperda tersebut.

“Ada beberapa pasal yang sampai saat ini belum disetujui oleh eksekutif dan legislatif. Faktor lain karena kasus yang sedang diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Kami minta semua kader menghentikan proses pembahasan,” ujarnya, Rabu.

Ucapan tersebut diperkuat dengan Surat Edaran PDIP No 030/IN/DPD-03/IV/2016 terkait Instruksi Dewan Pimpinan Daerah PDI Perjuangan DKI Jakarta. Surat edaran yang dikeluarkan pada Sabtu (2/3/2016) berisi: DPD PDI Perjuangan DKI Jakarta agar menghentingan pembahasan RZWP3K dan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

“Kami minta semua anggota fraksi, khususnya yang duduk di Badan Legislasi Daerah untuk menghentikan pembahasan dua raperda ini,” katanya. Senada dengan Gembong, Anggota Fraksi Gerindra DKI Prabowo Soenirman mengatakan pihaknya bukan menolak produk hukum RZWP3K dan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

Meski sudah selesai dibahas dan mengalami dua kali paripurna, dia meragukan RZWP3K bakal disahkan pada paripurna ketiga kali. Berdasarkan tata tertib DPRD DKI, setiap paripurna yang digelar setidaknya harus memenuhi kuota 2/3 dari jumlah keseluruhan anggota DPRD DKI yang sebanyak 106 orang.

“Saya jamin 50% dari anggota DPRD DKI tidak akan datang paripurna. Saya akan menginisiasi agar Raperda ini dibatalkan, bukan cuma ditunda,” ujar Prabowo.

Advertisement

Wakil Ketua DPRD Abraham Lunggana alias Lulung mengatakan sudah sejak awal pihaknya menolak raperda Rencana Zonasi Pulau-Pulau Kecil dan Tata Ruang Strategis Pantai Utara. Namun anggota Dewan lainnya tetap melanjutkan.

“Saya tidak mau suudzon. Saya mau clear. Saya tanya sama Taufik kemarin, saya kumpul sama teman-teman kemarin, saya tanya sama Pak Pras [Prasetio Edi Marsudi] juga. Ini DPRD apa oknum?” imbuhnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif