Otomotif
Kamis, 7 April 2016 - 15:45 WIB

INDUSTRI OTOMOTIF : Isuzu Geram Pemerintah Izinkan Impor Truk Bekas

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pabrik truk Isuzu. (Responsejp.com)

Industri otomotif Indonesia menjadi tidak sehat jika impor truk bekas dilegalkan.

Solopos.com, JAKARTA – Setelah sempat dicabut, kini izin impor truk bekas kembali dibuka oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag). Isuzu menyebut kebijakan itu membuat industri otomotif Tanah Air tidak sehat.

Advertisement

Direktur PT Isuzu Astra Motor Indonesia, Ernando Demily mengatakan kebijakan impor truk bekas yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan No 127 tahun 2015 tidak perlu lantaran industri otomotif Tanah Air masih bisa memenuhi permintaan truk di dalam negeri.

Ia menjelaskan permintaan truk di Indonesia sekitar satu juta unit per tahun. Sementara kapasitas produksi di pabrik Isuzu, Hino, dan Mitsubishi jika digabung bisa mencapai dua juta unit per tahun.

Oleh sebab itu Ernando ingin melakukan negosiasi supaya pemerintah berpikir ulang tentang kebijakan tersebut. Selain itu kebijakan impor truk bekas juga dinilai berlawanan dengan visi industri otomotif Indonesia yang berorientasi ekspor.

Advertisement

”Pemerintah harus proteksi industri lokal. Seperti mengenai diperbolehkannya impor truk bekas kapasitas 25 ton, padahal untuk produk itu kami masih bisa produksi. Selama kami masih bisa kan seharusnya yang lokal saja yang diutamakan,” ungkap Ernando seperti dilansir laman Detik, Rabu (6/4/2016).

Tetapi menurut Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Yohanes Nangoi, ada sedikit solusi untuk membuat kebijakan impor truk bekas itu tidak serta merta menghancurkan pabrikan truk di dalam negeri.

”Kami sarankan yang boleh mengimpor adalah yang punya merek. Contohnya kalau impor truk bekas Mitsubishi, yang boleh impor adalah perusahaan Mitsubishi di Indonesia. Jadi mereka juga bisa menjamin layanan purnajual truk bekas itu,” paparnya.

Advertisement

Meski begitu Nangoi menegaskan sebisa mungkin kebijakan itu jangan sampai dibatalkan. Sebab jika tetap berlaku, bukan tidak mungkin para prinsipal pabrikan mencabut investasinya yang imbasnya membuat industri otomotif Indonesia anjlok.

”Nanti kalau begitu para prinsipal berpikir ngapain produksi di Indonesia? Tutup saja pabriknya, terus impor produknya dari luar. Padahal kalau industri otomotif dimatiin semua, ruginya besar. Dari sisi kontribusi pajak, belum lagi lapangan kerja,” imbuhnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif