Jatim
Rabu, 6 April 2016 - 07:05 WIB

PERTANIAN MADIUN : Petani Madiun Kesulitan Cari Buruh Tani

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sejumlah petani di Kabupaten Madiun berdialog dengan anggota Komisi B DPRD setempat, Senin (4/4/2016). (Abdul Jalil/JIBI/Madiunpos.com)

Pertanian Madiun, petani di Madiun mengeluhkan sulitnya mencari buruh tani pada saat pascapanen.

Madiunpos.com, MADIUN — Sejumlah petani anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Kabupaten Madiun kesulitan mencari buruh tani pascapanen padi. Ini karena tenaga kerja di bidang pertanian semakin minim dan mereka lebih tertarik bekerja di bidang lain.

Advertisement

Ketua Gapoktan Kabupaten Madiun, Triono Basuki, mengatakan saat ini mencari buruh tani untuk mengeringkan gabah setelah dipanen sangat sulit.

Kondisi ini menyebabkan petani tidak bisa menjual hasil panen tersebut dengan cepat. Apalagi, kondisi tersebut diperparah dengan minimnya sinar matahari, sehingga dibutuhkan waktu lebih lama untuk mengeringkan gabah.

“Saat ini yang banyak dikeluhkan petani ya itu semakin sulit mencari buruh tani pascapanen. Kalau dikerjakan sendiri ya tentu cost-nya lebih mahal dan membutuhkan waktu yang sangat lama karena tenaga terbatas,” jelas dia saat berdialog dengan Komisi B DPRD Kabupaten Madiun di Posko Tani Desa Kaibon, Geger, Madiun, Senin (4/4/2016).

Advertisement

Basuki menilai saat ini warga yang awalnya menjadi buruh tani dan pemuda lebih tertarik bekerja di pabrik dan bangunan di perantauan.

Mereka tidak tertarik dengan pekerjaan di bidang pertanian karena upah yang diterima tidak tentu dan lebih kecil dibandingkan bekerja di bidang lain.

Menurut dia, hal ini sangat mengkhawatirkan dan mengancam perkembangan pertanian di Madiun. Upah untuk buruh tani rata-rata di Madiun senilai Rp75.000 per hari.

Advertisement

Lebih lanjut, Basuki menambahkan saat ini harga gabah dari petani senilai Rp3.800/kg di tengkulak, sedangkan harga gabah di Bulog senilai Rp3.700/kg. Untuk itu, sebagian besar petani lebih memilih menjual gabah mereka ke tengkulak dibandingkan ke Bulog.

“Petani lebih memilih menjual gabah mereka ke tengkulak juga karena persyaratan yang diterapkan Bulog sangat banyak dan berbelit-belit. Sehingga, petani enggan untuk menjual gabah mereka ke Bulog dan lebih menjual ke tengkulak yang dianggap lebih mudah dan tidak berbelit,” terang dia.

Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Madiun, Suwandi, mengatakan sejauh ini tidak ada kendala atau masalah mengenai harga gabah di Madiun. Ini karena harga gabah dari petani sudah di atas harga pokok pembelian (HPP) dari pemerintah.

“Permasalahan yang timbul saat ini bukan penjualan gabah, tetapi permasalahan mengenai pertanian itu sendiri, seperti minimnya tenaga kerja dibidang pertanian dan minimnya sinar matahari karena musim penghujan,” terang dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif