Soloraya
Rabu, 6 April 2016 - 04:10 WIB

PENGAMBILALIHAN SMA : Pemkab Sukoharjo Kirim Surat Penolakan ke Presiden

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Bupati Wardoyo Wijaya (JIBI/dok)

Pengambilalihan pengelolaan SMA dari kota/kabupaten oleh provinsi ditolak oleh Pemkab Sukoharjo.

Solopos.com, SUKOHARJO – Menindaklanjuti demo penolakan pengambilalihan kewenangan pengelolaan jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), Bupati Sukoharjo, Wardoyo Wijaya mengirimkan surat ke Presiden RI, Joko Widodo. Isi surat ke Presiden sama yakni penolakan pengalihan kewenangan tersebut. Kini, Pemkab Sukoharjo menunggu jawaban dari Presiden dan proses persidangan Mahkamah Konstitusi (MK).

Advertisement

Penegasan itu disampaikan Bupati, Selasa (5/4/2016). Bupati menjelaskan, dua alasan penolakan tersebut. Yakni program pendidikan wajib belajar 12 tahun dan keberadaan aset SLTA. Nilai aset SLTA di Sukoharjo senilai Rp50 miliar lebih namun belum mendapatkan kejelasan.

“Surat penolakan UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah sudah dikirimkan ke Presiden beberapa waktu lalu. Pemkab Sukoharjo tidak menolak keseluruhan UU itu tetapi pasal yang berisikan pengalihan kewenangan pendidikan jenjang SLTA,” ujarnya.

Advertisement

“Surat penolakan UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah sudah dikirimkan ke Presiden beberapa waktu lalu. Pemkab Sukoharjo tidak menolak keseluruhan UU itu tetapi pasal yang berisikan pengalihan kewenangan pendidikan jenjang SLTA,” ujarnya.

Bupati kembali menegaskan, arah reformasi sudah melenceng. Menurutnya, pengambilalihan kewenangan merupakan salah satu upaya penggerogotan kewenangan kabupaten/kota seiring berjalannya reformasi.

“Peran otonomi daerah sudah mulai terkoyak. Harapan lahirnya era reformasi sudah berubah. Di awal kelahiran, reformasi bertujuan membentuk kabupaten/kota mandiri. Sukoharjo sudah menerapkan kemandirian itu. Salah satunya program pendidikan gratis hingga wajar 12 tahun,”ujar dia.

Advertisement

Aksi belasan ribu pelajar dan guru tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) di Sukoharjo berlangsung damai. Mereka menolak pengambilalihan kewenangan dan meminta Undang-Undang No. 23/2014 tentang Otonomi Daerah ditinjau ulang.

Bupati Sukoharjo, Wardoyo Wijaya dan pimpinan DPRD Sukoharjo turun berorasi ditengah-tengah massa yang masyoritas pelajar. Saat itu, Bupati ikut memompa semangat peserta aksi.

“Sukoharjo sudah menerapkan wajib belajar 12 tahun. Jika diambil alih ke provinsi apa ada jaminan program wajar itu terlaksana. Nilai aset hingga sekarang belum ada koordinasi. Padahal nilai aset mencapai puluhan miliar. Juga tujuan reformasi sudah berubah. Dahulu reformasi bertujuan setiap kabupaten/kota mampu membuat program kesejahteraan rakyat tetapi sekarang kewenangannya mulai digerogoti,”ujar dia.

Advertisement

Instruktur Pelatihan Profesi Guru UNS, Prof Dr Trisno Martono dan Prof Dr Harun Joko Prayitno, pengamat pendidikan asal UMS Surakarta di Sukoharjo mengusulkan dunia pendidikan ditangani pemerintah pusat agar ada kesamaan dan pemerataan pendidik atau guru.

Pengambilalihan dibutuhkan agar para guru terbebas dari beban politik daerah yang kini sudah dirasakan. Selain itu, pengambilalihan kewenangan diharapkan meningkatkan profesionalisme pendidik dan efektif.

Trisno, mantan Rektor Univet Bantara, Sukoharjo mengusulkan agar pengambilalihan kewenanan pendidikan dimulai dari pendidikan dasar.

Advertisement

“Pengelolaan dan pembinaan pendidikan ditangani pemerintah pusat agar lebih efektif dan profesional. Apabila semua jenjang pendidikan ditangani kabupaten/kota overload. Misalkan dikdas seperti SD dan SMP sudah banyak sehingga jenjang SLTA diambilalih pemerintah provinsi. Jika perlu semua jenjang pendidikan ditangani pemerintah pusat,”ujar dia.

Hal sama disampaikan pengamat pendidikan UMS, Prof Harun Joko Prayitno. Harun menilai demo oleh pelajar, guru dan Bupati Sukoharjo, Wardoyo Wijaya menunjukkan ketakutan berlebihan.

“Saya kira, semua jenjang pendidikan ditangani oleh pusat. Tidak hanya jenjang SLTA tetapi jenjang pendidikan dasar, SD hingga SLTP juga ditangani pusat agar penanganannya bisa lintaskabupaten/kota,” ujarnya.

Harun menegaskan, saat ini guru di kabupaten/kota bekerja dalam bayang-bayang kebijakan politik daerah. “Ada politik praktis guru di tingkat daerah sehingga pengambilalihan itu dimaksudkan untuk menjauhkan guru dari beban politik.”

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif