Soloraya
Selasa, 5 April 2016 - 17:00 WIB

PENGGEREBEKAN DENSUS 88 : Polri Sebut Keluarga Sempat Tolak Autopsi Siyono, Benarkah?

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Autopsi jenazah Siyono dimulai Minggu (3/4/2016). (Taufiq Sidik/JIBI/Solopos)

Penggerebekan Densus 88 di Cawas, Klaten, yang berujung kematian Siyono, masih jadi kontroversi. Polri menyebut keluarga sempat menolak autopsi.

Solopos.com, JAKARTA — Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Pol. Anton Charliyan, mengatakan alasan autopsi jenazah Siyono baru dilakukan awal pekan ini. Menurut Anton, semula keluarga Siyono menolak dilakukannya otopsi pada jenazah pria awas Cawas, Klaten itu.

Advertisement

“Ini karena keluarga masyarakat termasuk Pak Lurah enggak menginginkan ada autopsi, termasuk orang tuanya, bahkan istrinya. Saat itu istrinya serahkan jenazah SY ke orang tuanya dan ini tidak dipaksa, boleh ditanyakan. Kami tidak memaksa,” ujarnya.

Dia menuturkan persyaratan autopsi adalah ada persetujuan dari keluarga. Anton juga menuturkan dalam autopsi tersebut, tidak ada luka tembak dalam tubuh Siyono.

“Pas di rumah sakit keluarga periksa kondisi SY. Silakan. Akhirnya sekarang dibuka lagi untuk diautopsi, yang ingin dicari luka tembak, enggak ada luka tembak,” paparnya. Baca juga: Mabes Polri Ngotot Sebut Siyono yang Menyerang Densus 88.

Advertisement

Saat itu, tambahnya, berkembang opini bahwa Siyono ditembak namun saat dibolak balik tidak ditemukan luka tembak di tubuhnya. “Enggak ada. Ada juga yang bilang patah tulang banyak, memang ada patah tulang rusuk satu, yang lain belum patah. Namanya juga perkelahian dan yang dilawan SY itu ahli bela diri,” tandasnya.

Sebelumnya, tim forensik selesai mengautopsi jenazah Siyono, warga Dukuh Brengkungan, Desa Pogung, Cawas, Minggu (3/4/2016). Dalam autopsi itu, tim menemukan luka pada jenazah Siyono yang disebabkan karena benturan benda tumpul. Ketua PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengatakan autopsi dilakukan sesuai permintaan Komnas HAM.

“Karena yang mempunyai hak penyelidikan dari Komnas HAM. Kemudian, Komnas HAM secara resmi meminta ke Muhammadiyah. Atas permintaan itu, Muhammadiyah menyanggupinya akhirnya membentuk tim forensik terdiri dari sembilan orang,” jelas Dahnil saat autopsi di makam Siyono, Dukuh Brengkungan, Desa Pogung, Cawas, Minggu.

Advertisement

Autopsi dilakukan di kompleks Makam Brengkungan guna meminalisasi kerusakan jenazah. Seusai autopsi, jenazah kembali dimakamkan di lokasi semula. Hal itu sekaligus menegaskan tak ada penolakan warga terhadap proses autopsi. “Sama sekali tidak penolakan. Saya sudah dua kali ke sini. Sudah banyak bertemu dengan warga, sama sekali tidak ada penolakan, justru warga membantu dalam proses autopsi ini,” urai dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif