News
Selasa, 5 April 2016 - 19:00 WIB

PANAMA PAPERS : Inilah Penjelasan Sandiaga Uno Soal Hubungannya dengan Mossack Fonseca

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Bakal calon gubernur DKI Sandiaga Salahuddin Uno menyapa warga pada kegiatan penyerapan aspirasi masyarakat di Jl. Cendrawasih Kelurahan Sukabumi Utara, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Selasa (29/3/2016). (JIBI/Solopos/Antara/Fauziyyah Sitanova)

Panama Papers menyebut sejumlah pengusaha Indonesia, di antaranya Sandiaga Uno yang disebut-sebut punya hubungan dengan firma Mossack Fonseca.

Solopos.com, JAKARTA — Sejumlah pengusaha nasional yang tercantum dalam Panama Papers karena diduga melakukan penggelapan pajak tidak bermasalah atas laporan investigasi tersebut. Salah satu pebisnis Indonesia yang tercantum dalam daftar Panama Papers adalah Sandiaga Uno.

Advertisement

Mantan Presiden Direktur PT Saratoga Investama ini mengatakan laporan tersebut harus disikapi secara positif. Menurutnya, laporan tersebut bisa menjadi evaluasi bagi dunia investasi dalam negeri

“Ini awal yang baik untuk meningkatkan transparansi, dan full disclosure, namanya juga selama ini berkaitan dengan proses investasi dan penciptaan lapangan kerja. Jadi ini regulasi yang bisa dievaluasi agar pengusaha tidak perlu memakai off-shore untuk upgrade bisnisnya,” kata Sandiaga kepada Bisnis/JIBI, Selasa (5/4/2016).

Advertisement

“Ini awal yang baik untuk meningkatkan transparansi, dan full disclosure, namanya juga selama ini berkaitan dengan proses investasi dan penciptaan lapangan kerja. Jadi ini regulasi yang bisa dievaluasi agar pengusaha tidak perlu memakai off-shore untuk upgrade bisnisnya,” kata Sandiaga kepada Bisnis/JIBI, Selasa (5/4/2016).

Menurut Sandiaga, selama ini dirinya dan sejumlah pebisnis lain memakai off-shore karena memiliki nilai tambah dan menarik investor. Politikus Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ini mengaku hubungannya dengan firma Mossack Fonseca asal Panama adalah relasi yang wajar dan lumrah untuk mendongkrak iklim bisnis.

“Terus terang nama saya juga ada karena kami menganggap penting untuk off-shore service dan itu lazim dan tidak melanggar hukum. Nah, kehadiran iklim investasi yang kondusif ke depan mungkin bisa menjadi pemicunya, kita duduk sama-sama apa yang bisa diperbaiki,” tutur Sandiaga.

Advertisement

Firma Mossack Fonseca terindikasi melakukan operasi rahasia paling ilegal sekaligus bernilai tinggi di dunia. Perusahaan ini ditemukan membantu para klien untuk mencuci uang, menjembatani transaksi ilegal, menghindari sanksi, sekaligus menghindar dari kewajiban pajak.

Dalam waktu empat dekade terakhir, perusahaan yang didirikan oleh Juergen Mossack dan Ramon Fonseca ini tak pernah melakukan pelanggaran hukum. Namun, operasi bisnis ekstra rahasia dan tertutup tersebut akhirnya terkuak setelah Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional (International Consortium of Investigative Journalists/ICIJ) melakukan liputan mendalam terkait kasus tersebut selama setahun terakhir.

Suddeutsche Zeitung menjadi media pertama yang memperoleh data bocoran tersebut. Data tersebut akhirnya diserahkan ke ICIJ dan lalu disebarkan oleh media massa internasional lainnya, termasuk media massa Inggris, The Guardian.

Advertisement

Konsorsium yang beranggotakan 370 wartawan dari 100 media massa di dunia ini berhasil memperoleh bocoran data dalam bentuk 11,5 juta catatan dan 2,6 terabyte data digital. Data-data tersebut berisikan aksi pengemplangan pajak dan tranksaksi keuangan ilegal. Bocoran data tersebut dinamai Panama Papers, yang disesuaikan dengan negara kantor pusat dari Mossack Fonseca.

Panama Papers mengungkap aksi 140 politisi dari seluruh dunia yang masih aktif maupun yang nonaktif, 29 miliarder di daftar Forbes, sejumlah pesepakbola, dan artis internasional dalam skandal keuangan di biro hukum tersebut. Uniknya, organisasi terorisme, koruptor, dan para kartel narkoba pun turut meminta bantuan kepada perusahaan ini untuk mencuci uangnya.

Selain itu, dokumen ini juga mengungkap keterlibatan 214.000 perusahaan offshore dari 200 negara dalam aksi keuangan ilegal tersebut. Sejumlah bank dengan skala besar di dunia seperti UBS dan HSBC disebut turut mendorong kondisi agar aksi ilegal ini sulit dilacak. Dari 140 pejabat yang terlibat, 12 di antaranya merupakan kepala negara yang masih aktif dan juga yang telah pensiun.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif