Suap reklamasi Jakarta menyeret nama besar di dunia properti, Agung Sedayu Group.
Solopos.com, JAKARTA — Suap seputar reklamasi Teluk Jakarta terungkap saat penyidik KPK melakukan operasi tangkap tangan terkait pembahasan raperda terkait megaproyek itu.
Terkait kasus reklamasi ini, selain menjadikan Presiden Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja, sebagai tersangka, KPK pun mencegah petinggi Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan Sugianto bepergian ke luar negeri. Ihwal pencekalan Aguan, KPK sudah mengkonfirmasinya pada Minggu (3/4/2016).
“Benar, KPK telah mengirimkan surat cegah ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham atas nama Sugianto Kusuma sejak 1 April 2016 untuk enam bulan ke depan,” kata Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati.
“Benar, KPK telah mengirimkan surat cegah ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham atas nama Sugianto Kusuma sejak 1 April 2016 untuk enam bulan ke depan,” kata Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati.
Penetapan Dirut APLN saja sudah menjadi kejutan tersendiri, apalagi kini dengan pencekalan terhadap Aguan. Pencekalan terhadap nama besar di dunia properti ini tentu kian membuat orang terbelalak.
Untuk diketahui, PT Kapuk Naga Indah, anak perusahaan Agung Sedayu diketahui merupakan salah satu dari dua pengembang yang sudah mendapat izin pelaksanaan reklamasi Teluk Jakarta. Perusahaan lain adalah PT Muara Wisesa Samudera yaitu anak perusahaan Agung Podomoro.
Dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis (31/3/2016), KPK menemukan barang bukti uang senilai Rp1,14 miliar dari total Rp2 miliar yang sudah diberikan Ariesman meski belum diketahui total commitment fee yang diterima Sanusi. Suap kepada Sanusi diberikan melalui Personal Assistant PT Agung Podomoro Land, Trinanda Prihantoro.
Sejauh ini, praktik jual-beli atau ijon undang-undang atau aturan di bawahnya baru terungkap di parlemen daerah. Tapi siapa bisa melarang kalau kecurigaan publik juga mengarah kepada parlemen tingkat pusat. Walaupun jawaban atas kecurigaan semacam itu tentu saja masih harus menunggu kerja KPK selanjutnya.
Apa pun, publik kian mengetahui bahwa gerakan pelaku korupsi di Indonesia sudah sedemikian masifnya. Walhasil, setelah lolos dari jebakan “amputasi” melalui revisi undang-undang, KPK harus bekerja semakin berani dan tak takut memberantas korupsi.
Bahkan, anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) KH A Hasyim Muzadi mengajak seluruh elemen bangsa untuk memberi kekuatan moral terhadap KPK sebagai institusi independen agar lembaga antirasuah itu bisa berbuat jernih, tegas, dan tidak tebang pilih.
Menurut Hasyim, spektrum upaya para koruptor semakin meluas, bahkan menggunakan sebagian rakyat untuk menekan Kejaksaan seperti yang terjadi di Surabaya, padahal rakyat pada umumnya mendukung kiprah Kejaksaan. Selanjutnya, terhadap KPK pun ada yang menggunakan kelompok umat bahkan sejumlah kiai untuk membuat “tekanan” guna melindungi koruptor melawan KPK.
Lebih dari itu, ada juga ormas Islam tertentu yang digunakan untuk menakut-nakuti penegak hukum seakan umat akan bergerak membela koruptor, padahal justru ormas Islam harus dibersihkan dari tindak pidana korupsi. “Cara-cara seperti ini juga dilakukan terhadap Polri pada setiap eselon,” kata KH Hasyim yang juga dikenal sebagai salah satu tokoh Nahdlatul Ulama (NU) itu.
Kini, nama besar sedang dihadapi KPK. Mari kita tunggu apa yang akan terjadi ke depan.