News
Minggu, 3 April 2016 - 19:03 WIB

WNI DISANDERA ABU SAYYAF : TNI Siaga di Tarakan, Indonesia Pertimbangkan Operasi Militer ke Filipina

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kelompok Abu Sayyaf (www.ibtimes.com)

WNI disandera Abu Sayyaf belum menemui titik temu. Tim gabungan TNI-Polri pun siaga di Tarakan, tak jauh dari perbatasan Indonesia-Filipina.

Solopos.com, JAKARTA — TNI menggelar latihan gabungan di Tarakan, Kalimantan Utara di tengah belum jelasnya upaya penyelamatan warga negara Indonesia (WNI) yang disandera Abu Sayyaf di Filipina selatan. Namun, TNI membantah latihan gabungan itu terkait aksi kelompok teroris tersebut.

Advertisement

Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) itu terdiri atas anggota berbagai satuan. Mereka dari Komando Pasukan Khusus (Kopassus), Pleton Intai Tempur (Tontaipur) Komando Strategi Angkatan Darat (Kostrad), Detasemen Jala Mangkara (Denjaka) Angkatan Laut, Pasukan Khas (Paskhas), Detasemen Bravo (Den Bravo) Angkatan Udara, dan Brimob Kelapa Dua Jakarta. Selain itu, pasukan pendukung dari Brigif 24 Bulungan Cakti dan Batalton 613/RJA Kaltara.

“Oh tidak [terkait penyanderaan WNI], seperti yang saya sampaikan, PPRC dalam rangka uji kekuatan. Kalau sana [Filipina] memenandang seperti itu, sah-sah saja, tapi sampai saat ini tidak ada [perintah masuk ke perbatasan]. Kalau ada komando dari atas, TNI siap,” kata Letnan Jendral TNI Edy Rahmayadi, di Tarakan, seperti ditayangkan TV One, Minggu (3/4/2016).

Sementara itu, Istana Kepresidenan masih mempertimbangkan rangkaian opsi yang tersedia untuk melakukan pembebasan 10 Warga Negara Indonesia (WNI) yang disandera oleh milisi Abu Sayyaf. Opsi militer masih terbuka untuk ditempuh.

Advertisement

Juru Bicara Kepresidenan, Johan Budi, menyatakan Kementerian Luar Negeri terus melakukan koordinasi dengan counterpart-nya, Kementerian Luar Negeri Filipina. Dalam perkembangan terbaru, Presiden Jokowi dikabarkan juga telah melakukan komunikasi via teleconference dengan Presiden Filipina Benigno Aquino III untuk membahas penyanderaan ini.

“Mengenai opsi militer, harus koordinasi juga dengan Presiden Filipina, itu wilayah otoritas Filipina. Concern Presiden yang utama adalah keselamatan 10 WNI itu,” katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (3/4/2016).

Dia menambahkan opsi militer adalah opsi terakhir yang akan diambil apabila opsi-opsi lain. Termasuk apabila upaya yang dilakukan oleh Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi tidak membuahkan hasil. Sebelumnya, Badan Intelijen Negara (BIN) menyatakan lokasi penyanderaan 10 WNI tidak berada di satu titik dan otoritas pertahanan keamanan Indonesia telah mengetahui secara persis lokasi-lokasi tersebut.

Advertisement

Kepala BIN Sutiyoso mengungkapkan pemerintah masih mempertimbangkan beberapa opsi yang akan diambil dalam upaya penyelamatan WNI tersebut. “Karena ini di negara orang, harus ada proses kerja sama dan izin dari pemerintah Filipina, andaikata kita harus mengirimkan pasukan. Saya, Menteri Luar Negeri dan Panglima TNI terus berkoordinasi,” ujarnya.

Kepala BIN menolak memaparkan opsi-opsi tersebut karena terkait dengan keselamatan para sandera. Dia hanya menyebutkan, ada 11 warga negara lain yang disekap sebelum penyanderaan 10 WNI oleh kelompok milisi Abu Sayyaf.

Sutiyoso menuturkan warga asing tersebut berasa dari Filipina sendiri yang menjadi wilayah operasi kelompok milisi ini sebanyak 6 orang, Italia 1 orang, Norwegia 1 orang, Belanda 1 orang, dan Kanada 2 orang.

Kepala BIN juga sempat menyinggung mengenai uang tebusan untuk warga negara lain tersebut. Dia menyebutkan, pemerintah Kanada dimintai uang tebusan sebesar 1 miliar peso per orang. “Mereka lebih dulu disandera ketimbang kita. Sebelumnya juga yang sudah dibantai, dari [sandera dari] Malaysia.”

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif