Soloraya
Sabtu, 2 April 2016 - 21:30 WIB

TRAGEDI GEMBIRA LOKA : Ditinggal Anak Semata Wayang, Warga Sragen Terpukul

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Purwanto, 37, (tengah) duduk berdiam saat rombongan pengelola Kebun Binatang Gembira Loka Jogja dan pengelola bus pariwisata Harta Sanjaya Sragen bersilaturahmi di rumah duka Dukuh Ngablak RT 008, Desa Jambeyan, Sambirejo, Sragen, Kamis (31/3/2016). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Tragedi Gembira Loka Jogja membawa duka bagi warga Sragen.

Solopos.com, SRAGEN — Puluhan pelayat memadati rumah kecil di Dukuh Ngablak RT 008, Desa Jambeyan, Kecamatan Sambirejo, Sragen, Kamis (31/3/2016), pukul 10.00 WIB. Mereka bersiap mengelar proses pemakaman Muhammad Aditya atau Adit, 6, siswa TK Aisyiyah Jambeyan, yang meninggal dunia karena musibah pohon tumbang di Kebun Binatang Gembira Loka Jogja, Rabu (30/3/2016) sore.

Advertisement

Purwanto, 37, hanya duduk di kursi plastik di ruang tamu. Matanya sembab. Pandangannya tak fokus. Ia hanya mengangguk saat para pelayat menjabat tangannya. Entah apa yang dipikirkannya. Purwanto sendiri yang mengantar Adit dan istrinya, Jumiyati, 30, hingga depan TK Aisyiyah Jambeyan saat berangkat wisata ke Jogja dengan bus Harta Sanjaya, Rabu, pukul 05.00 WIB.

Purwanto menunggu kepulangan Adit dan Jumiyati hingga pukul 18.00 WIB. Tenyata hanya kabar duka yang “pulang” ke rumahnya. “Saya tahu kabar duka anak saya sekitar pukul 18.00 WIB dari tetangga,” katanya lirih saat ditemui Solopos.com di rumah duka.

Advertisement

Purwanto menunggu kepulangan Adit dan Jumiyati hingga pukul 18.00 WIB. Tenyata hanya kabar duka yang “pulang” ke rumahnya. “Saya tahu kabar duka anak saya sekitar pukul 18.00 WIB dari tetangga,” katanya lirih saat ditemui Solopos.com di rumah duka.

Tak ada pertanda maupun firasat. Anak semata wayangnya sudah pergi untuk selamanya. Purwanto juga belum mengetahui kabar istrinya. Jumiyati masih menjalani operasi di Rumah Sakit Panti Rapih Jogja, Kamis siang. Tangan kiri Jumiyati patah karena tertimpa pohon randu.

Dua orang tua siswa TK Aisyiyah lainnya, Sugiyanti dan Sumarji, juga dijadwalkan operasi dalam waktu yang hampir bersamaan dengan Jumiyati. Kaki kanan Sugiyanti patah karena tertimpa batang pohon. Sementara Sumarji mengalami patah tulang pada bagian rusuk kiri atas dan pinggul kiri. Putra Sumarji, Pongky Fajar Nugroho, 6, juga masih dirawat di rumah sakit itu karena ada benjolan di kepalanya.

Advertisement

Para warga menyiapkan keranda. Jenazah bocah yang belum balig itu diletakkan di keranda, kemudian diangkat empat orang. Mereka membawa tubuh Adit meninggalkan rumah duka ke Permakaman Pondok yang terletak 500 meter arah timur. Purwanto belum bergerak dari kursinya.

Dia hanya memandangi kepergian anak tunggalnya itu. Pandangannya tak berhenti hingga rerimbunan pohon di pinggir jalan desa menutupinya. Saudara, ibu, dan simbah Purwanto masih setia menemani laki-laki berkumis tipis itu.

Para pelayat hilir mudik mendatangi rumah Purwanto. Camat Sambirejo Suhariyanto ikut menyampaikan bela sungkawa yang dalam dan mengantar jenazah Adit ke liang lahat. Para ustazah yang selama ini mengajar Adit masih duduk di teras rumah. Salah satunya, Winarni, Kepala TK Aisyiyah Jambeyan.

Advertisement

Winarni cukup terpukul dengan kepergian Adit. Dia menyaksikan peristiwa maut di Kebun Binatang Gembira Loka Jogja itu tepat di depan matanya. Di dekat pintu keluar kebun binatang, Winarni berdiri saat mendung tebal menggelayuti langit Jogja hingga muncul angin kencang yang mengangkat pohon randu raksasa itu. Dia melihat Adit berlari menuju kios oleh-oleh milik Siti Barokah, 50, warga Rejowinangun, Kota Gede, Jogja.

“Jumiyati terpisah dengan Adit. Ibunya di luar kios sedangkan Adit di dalam kios. Peristiwanya cepat. Sesaat kemudian, pohon besar itu ambruk menimpa kios yang menjadi tempat berlindung Adit dan beberapa orang lainnya asal Jambeyan,” ujar Winarni.

Winarni nyaris tertimpa pohon. Saat peristiwa itu, dia berdiri di antara pohon raksasa dan batang pohon randu yang sudah tumbang. Dia sangat bersyukur selamat dari musibah maut itu. Dia pun merangkak menaiki pohon itu untuk mencari rombongan wisatawan dari TK Aisyiyah Jambeyan.

Advertisement

Dia menemukan Adit berada di bawah reruntuhan tembok kios yang tertimpa pohon itu. Dia juga menjumpai empat orang mengalami luka parah, yakni Jumiyati, Sugiyanti, Sumarji, dan Pongky. Sementara anggota rombongan TK Aisyiyah lainnya selamat.

Dana Santunan

Kegiatan wisata itu dilaksanakan setiap tahun. Kunjungan ke Jogja itu diikuti 31 siswa, 31 pendamping siswa, dan empat orang ustazah (guru). Rombongan mengunjungi Taman Pintar Jogja dulu sebelum ke Kebun Binatang Gembira Loka. Dua orang ustazah masih menunggu empat korban musibah pohon tumbang yang luka parah di Panti Rapih, yakni Umi dan Syamsiyatun. Umi mengabarkan operasi Jumiyati dan Sugiyanti berjalan dengan baik dan sudah selesai. Dokter bedah menunda operasi Sumarji karena ada indikasi lain pada paru-paru dan tulang punggung. Sumarji harus menjalani rontgen dulu sebelum operasi.

“Semalam Pak Sumarji mengeluh sesak nafas sehingga harus dirontgen dulu. Pasien satunya, Pongky [putra Sumarji], tidak apa-apa. Benjolan di kepalanya sudah mulai kempes. Anak itu juga sudah mau makan dan minum. Dokter memastikan Pongky tidak apa-apa,” kata Umi yang dihubungi Solopos.com saat perjalanan pulang dari Jogja ke Sragen.

Umi menyatakan semua biaya operasi, pengobatan, biaya operasional, untuk makan, minum, dan transporasi ditanggung manajemen Kebun Binatang Gembira Loka Jogja. Umi memastikan pihak kebun binatang akan menanggung biaya pengobatan para korban sampai sembuh total.

Para pejabat pengelola Kebun Binatang Gembira Loka Jogja juga bertandang ke rumah duka. Empat orang pejabat keluar dari mobil Toyota Innova warna hitam. Kedatangan mereka bersamaan dengan kedatangan pengelola bus Harta Sanjaya yang juga ingin memberi santunan duka cita kepada keluarga Purwanto.

Kedatangan mereka disambut hangat para guru TK Aisyiyah dan guru TK lainnya yang berkumpul di rumah Purwanto. Purwanto masih terdiam di kursinya saat rombongan itu datang. Tak sepatah kata pun keluar dari mulut Purwanto. Para petugas kebun binatang itu meminta salinan akta kelahiran Adit, kartu keluarga (KK), dan kartu tanda penduduk (KTP) Purwanto dan Jumiyati. Berkas-berkas itu untuk melengkapi administrasi yang dibutuhkan manajemen kebun binatang untuk membantu pengobatan Jumiyati dan memberi santuan duka atas meninggalnya Adit.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif