Jogja
Jumat, 1 April 2016 - 08:20 WIB

Krisis Identitas Menyebabkan Anak Muda Riskan Masuk ISIS

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sebanyak 27 remaja ditangkap polisi karena membuat kegiatan yang meresahkan masyarakat Kota Madiun, Jumat (18/3/2016). (Abdul Jalil/JIBI/ Madiunpos.com)

Krisis identitas menyebabkan anak muda mudah terpengaruh ajakan masuk aliran tertentu

Harianjogja.com, SLEMAN-Anak muda yang mengalami krisis identitas menyebabkan mereka mudah terpengaruh untuk bergabung ke dalam gerakan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).

Advertisement

Hal tersebut diungkapkan oleh salah seorang dosen Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Jogja Prof Noorhaidi Hasan. Salah satu krisis identitas ini, dipicu karena kegalauan anak muda menghadapi masa depan yang kompetitif.

Perubahan global yang terjadi di seluruh dunia, membuat tidak sedikit dari anak muda merasa tidak memiliki masa depan. Mereka berpikir, setelah bersusah payah kuliah, kemudian sulit mencari pekerjaan dan mengejar karir. Situasi ini membuat mereka merasa kehilangan identitas dan mengalami kegalauan sulitnya berkompetisi dalam hidup.

Lalu ISIS menawarkan jalan pintas, menjadi ‘Zero to Hero‘, berjuang bersama ISIS lalu menjadi pahlawan. Mereka mengubah pesimisme anak muda ini menjadi sebuah merasa menjadi kepahlawanan, dan kemudian tertarik masuk ISIS.

Advertisement

“Siapa yang tidak mau jadi pahlawan? Dalam pikiran mereka tidak apa-apa saya mati, yang penting nanti masa depan jadi lebih baik karena perjuangan saya. Inilah yang terjadi,” ungkapnya saat menjadi pembicara dalam seminar ‘Melawan Gerakan dan Ideologi ISIS di Indonesia’ di Gran Quality Hotel Jogja, Kamis (31/3/2016).

Peneliti Terorisme sekaligus Direktur International Centre for Islam and Pluralism Syafiq Hasim menjelaskan, masuknya ISIS di Indonesia menjadi lebih mudah melihat banyak kelompok radikal yang tumbuh subur. Padahal menjadi radikal adalah satu langkah menuju terorisme.

Kondisi itu semakin diperparah dengan model pencegahan yang dilakukan pemerintah yang baru berorientasi pada keamanan nasional. Seharusnya pendekatan harus yang langsung terkait dengan kelompok-kelompok radikal. Bukan cuma deradikalisasi, tapi juga harus memperhatikan kesejahteraan.

Advertisement

“Misalnya dari survey yang saya lakukan, 60 persen pengusaha tidak mau mempekerjakan mantan teroris. Akhirnya ketika keluar dari penjara, mereka jadi lebih radikal,” terangnya, di tengah kegiatan yang diikuti oleh peserta se-Jawa dan Bali itu.

Sementara itu Koordinator Lembaga Kajian Konflik dan Perdamaian Jogja, Purjatian Azhar menjelaskan salah satu cara yang harus dilakukan, untuk menangkal gerakan dan ideologi ISIS ini mengejala pada anak muda Indonesia yakni dengan cara memperkuat demokrasi dan ideologi pancasila sebagai landasan bernegara.

“Kami membuat seminar ini karena gelisah dengan kondisi generasi muda yang muda sekali terbujuk rayu oleh gerakan ekstrimis seperti ISIS. Apa yang harus dilakukan sebenarnya bisa memulai dengan membangun demokrasi dan meletakan kembali pancasila sebagai ideologi bersama,” ungkapnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif