Jogja
Jumat, 1 April 2016 - 15:20 WIB

BANDARA KULONPROGO : Redam Konflik Warga dengan Pengajian

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Bandara Kulonprogo memunculkan konflik dari warga yang pro dan kontra

Harianjogja.com, KULONPROGO- Lembaga Kajian Resolusi Konflik (LKRK) mengadakan pengajian dan mujahadah bersama warga dari lima desa terdampak pembangunan bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Masjid Al Anwar, Dusun Palihan, Desa Palihan, Kecamatan Temon, Kulonprogo pada Rabu (29/3/2016) malam.

Advertisement

Pengajian ini dilakukan guna meredam konflik internal masyarakat yang berbeda pendapat mengenai proses pembangunan bandara.

Acara yang diisi oleh Ustad Ahmad Rodhi dari Pengurus Wilayah Nadhlatul Ulama (PWNU) DIY ini diikuti oleh ratusan warga dari Desa Palihan, Jangkaran, Sindutan, Glagah, dan Kebonrejo. Acara serupa juga sebelumnya pernah digelar pada medio Januari 2015 lalu di Masjid Ainun Jariyah, Desa Jangkaran, Temon.

Ketua LKRK, Muqoffa Mahyudin menyatakan bahwa acara ini diharapkan menjadi suatu penyegaran dalam situasi mayarakat yang memanas selama proses pembangunan bandara.

Advertisement

Ia menjelaskan bahwa konflik sosial sangat rawan terjadi ketika masyarakatnya saling berbeda pandangan akan mega proyek tersebut. “Misinya adalah masyarakat di lima desa terdampak tetap rukun,”ujarnya, pada Rabu (30/3/2016).

Muqoffa memaparkan bahwa dalam menaggapi proses pembangunan bandara selama ini masyarakat sudah terbagi menjadi tiga kelompok yakni masyarakat yang menolak, mendukung, dan mendukung dengan syarat.

Karena itu, konflik sosial rentan sekali muncul dan dipastikan berpengaruh dalam kehidupan seharo-hari yang warga yang saling berdampingan ini. Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa diperkirakan konflik akan semakin meruncing ketika harga ganti rugi diumumkan nanti. Bagaimanapun, akan ada bermacam respon dari warga mengenai harga yang ditetapkan oleh tim appraisal ini.

Advertisement

Takmir Masjid Al Anwar, Susanto, berharap bahwa pendekatan agama dan spiritual menjadi suatu cara yang efektif untuk menjaga perdamaian. “Secara agama pun kegiatan ini sangat baik,” jelasnya.

Ia menguraikan bahwa ini menjadi suatu cara berserah kepada Tuhan guna menghadapi konflik yang pasti muncul dalam kehidupan sehari-hari. Susanto sendiri menjelaskan harapannya agar proses pembangunan bandara terus berjalan lancara dan masyarakat mendapatkan yang terbaik.

Sebelumnya, Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kulonprogo, Eko Pranyoto mengakui bahwa konflik sosial memang terjadi di antara warga terdampak bandara. Sejumlah warga yang saling bertetangga yang memiliki pandangan yang berbeda akan pembangunan bandara kemudian tidak lagi harmonis.

Bahkan, ada pula warga yang memiliki pandangan yang berbeda meski berada dalam satu keluarga dan satu rumah. “Hal tersebut memang terjadi dan sedang berusaha kami redam,” jelasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif