News
Selasa, 29 Maret 2016 - 19:32 WIB

PENGGEREBEKAN DENSUS 88 : Tak Bisa Berkelahi, Kematian Siyono Dinilai Janggal, Muhammadiyah Desak Audit Densus 88

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Keranda yang berisi jenazah Siyono, 34, warga Dukuh Brengkungan, RT 011/RW 005, Desa Pogung, dibawa menuju masjid guna dilakukan salat jenazah, Minggu (13/3/2016) dini hari. (Taufiq Sidik Prakoso/JIBI/Solopos/dok)

Penggerebekan Densus 88 yang berujung kematian Siyono dinilai ada kejanggalan. Muhammadiyah mendesak ada evaluasi kinerja Densus 88 dan BNPT.

Solopos.com, JOGJA — Suratmi alias Mufida, isteri Siyono yang tewas setelah ditangkap Densus 88 belum lama ini, tak percaya suaminya tewas gara-gara berkelahi dengan anggota tim pemburu teroris itu. Selama ini, katanya, Siyono dikenal lugu, tidak pandai berkelahi, dan berperawakan kecil.

Advertisement

Dia pun merasa janggal atas kematian suaminya setelah ditangkap di rumahnya di Cawas, Klaten. Hal itulah yang mendorongnya menemui Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah di Jl. Cikditiro, Jogja, Selasa (29/3/2016). Uang itu kemudian diterima langsung oleh salah satu Ketua PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas.

Atas kejanggalan tersebut, Muhammadiyah akan mengawal kasus tersebut sampai tuntas melalui proses hukum. “Ibu tidak perlu takut, kami akan mendampingi, kami akan mengadvokasi secara prosedural,” tegas Busyro kepada Suratmi.

Busyro menyatakan pembelaan Muhammadiyah kepada Siyono sebagai bentuk kemanusiaan. Siyono belum bisa dikatakan bersalah karena ia belum dibawa ke persidangan.

Advertisement

Proses di pengadilan, kata Busyro, seharusnya dijunjung tinggi oleh Polri sebagai penegak hukum. Namun hal itu dinilai diabaikan sehingga bisa menjadi ancaman keamanan bagi warga negara. Jika proses penangkapan sampai menghilangkan nyawa artinya komitmen Densus 88 sebagai aparat hukum diragukan.

Busyro meminta apa yang dilakukan Muhammadiyah dalam mengadvokasi keluarga Siyono tidak disebut sebagai bentuk perlawanan terhadap Polri, namun semata-mata ingin memperbaiki kinerja Polri. Karena menurutnya, proses penangkapa tertuga teroris selama ini banyak dikeluhkan.

Banyak terduga teroris yang status sosialnya tidak rasional ditangkap dan terkadang diperlakukan secar brutal. Dalam kasus Siyono, jika memang ada perlawanan seharusnya bisa dilumpuhkan, “Tanpa haru menghilangka nyawanya,” ujar Busyro.

Advertisement

Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini juga mendesak Presiden Jokowi untuk membentuk tim independen untuk mengevaluasi kinerja Densus 88 Antiteror dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Menurutnya, evaluasi menyeluruh juga harus dilakukan mengenai sumber dana operasional kedua lembaga penanggulangan terorisme tersebut.

Menurutnya, selama ini Densus 88 Antiteror dan BNPT tidak transparan dalam pendanaan operasionalnya. Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), sebut Busyro juga perlu melacak aliran dana Densus 88 Antiteror dan BNPT, “Jangan hanya melacak transaksi keuangan dari Timur Tengah [kepada terduga teroris],” ujar Busyro.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif