News
Senin, 28 Maret 2016 - 15:15 WIB

PENGGEREBEKAN DENSUS 88 : Kematian Siyono, Kapolri: Anggota Kami Pun Babak Belur

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kapolri Jenderal Pol. Badrodin Haiti (JIBI/Solopos/Antara/Vitalis Yogi Trisna)

Penggerebekan Densus 88 di Klaten terhadap Siyono mendapat sorotan publik setelah Siyono kemudian diketahui tewas.

Solopos.com, JAKARTA – Kapolri Jenderal Pol. Badrodin Haiti mengaku telah memerintahkan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri untuk memeriksa dugaan pelanggaran HAM kematian terduga teroris Siyono ketika digeladang Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri.

Advertisement

“Saya sudah minta Propam periksa,” katanya di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta Selatan, Senin (28/3/2016).

Menurut dia tak menutup kemungkinan akan berkoordinasi dengan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)untuk mengetahui di mana terjadinya pelanggaran HAM. Namun, kata Badrodin, anggota Densus pun ketika itu babak belur dihajar Siyono.

“Anggota kami itu babak belur, apa dibiarkan lari [terduga teroris],” imbuh Badrodin.

Advertisement

Soal temuan KontraS, polisi meminta keluarga Siyono tidak menuntut kematian anggota keluarganya, Badrodin mengatakan hal tersebut tidaklah melanggar hukum.

“Apakah itu pelanggaran hukum? Kecuali dibungkam mulutnya dijahit itu melanggar hukum,” katanya.

Seperti diketahui belum lama ini Kontras merilis hasil investigasi kematian Siyono. Dalam investigasinya, Kontras menemukan temuan antara lain ketika Siyono ditangkap polisi tidak menginformasikan ke keluarga, tak ada rekam medik yang menunjukan Siyono sempat mendapat perawatan atas luka-lukanya sebelum meninggal dunia.

Advertisement

Setelah meninggal, keluarga Siyono diminta menandatangani surat pernyataan keluarga mengikhlaskan kematian Siyono dan tidak menuntut.

Kontras berpendapat luka di sekujur tubuh Siyono menunjukan indikasi penyiksaan dan sulit memperayai luka disebabkan reaksi spontan seorang anggota polisi. Upaya Polri meminta keluarga korban untuk tidak menuntut merupaka bentuk intimidasi dan pelanggaran HAM.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif