Jogja
Senin, 28 Maret 2016 - 20:20 WIB

KASUS PERCERAIAN : Gugat Cerai Akibat Disfungsi Seksual Meningkat, Pria Sebaiknya Jaga Vitalitas

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi perceraian (JIBI/Harian Jogja/Reuters)

Kasus perceraian akibat disfungsi seksual meningkat

Harianjogja.com, SLEMAN– Menurunnya vitalitas seksual suami menjadi alasan meningkatnya gugatan perceraian yang diajukan isteri ke Pengadilan Agama (PA) Sleman. Fenomena tersebut terjadi dalam tiga tahun terakhir.

Advertisement

Kepala Bagian Humas Pengadilan Agama (PA) Sleman, Marwoto mengakui faktor seksual menjadi alasan isteri untuk menggugat cerai suaminya. Banyak isteri tidak yang menilai suaminya tidak mampu memenuhi nafkah batiniah sehingga mengajukan perceraian.

“Hampir tiga tahun ini alasan itu terus naik. Saya sendiri juga heran kenapa bisa begitu,” ujarnya, Minggu (27/3/2016).

Dia menjelaskan, selama menangani perkara perceraian yang diajukan pada 2013 dia belum pernah menerima alasan perceraian akibat vitalitas suami yang menurun. Kondisi tersebut berbeda saat menangani perkara selama 2014. “Saya saat itu menangani tiga kasus. Setahun kemudian, pada 2015, saya menangani hampir 10 kasus,” tandasnya.

Advertisement

Uniknya, lanjut Marwoto, perkara tersebut bukan dialami suami-suami yang tidak jelas pekerjaannya. Justru, kasus tersebut lebih banyak dihadapi suami-suami yang memiliki status sosial yang tinggi dan mapan.

Menurutnya, banyak hal yang menyebabkan vitalitas pria menurun. Selain sibuk dengan karir dan pekerjaannya, suami kadang mengalami kecelakaan. “Kami baru tahu penyebabnya saat persidangan,” katanya.

Meski banyak isteri yang mengajukan gugatan dengan alasan tersebut namun pengajuan cerainya belum tentu dikabulkan. Alasan Marwoto, suami masih bisa melakukan upaya untuk sembuh.

Advertisement

“Masalah ini tetap perlu dipahami oleh suami. Sebaiknya mereka menjaga kesehatan dan vitalitasnya agar tidak muncul lagi kasus seperti ini,” ujarnya.

Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman, Mafilindati Nuraini menilai, kasus tersebut merupakan perkara yang kasuistis dan tidak selalu terjadi. Meskipun dinilai jumlah perkaranya meningkat namun kejadiannya relatif sedikit.

Apalagi masalah disfungsi seksual secara medis masih bisa ditangani. “Kuncinya sebenarnya terletak pada komitmen masing-masing pasangan. Untuk apa mereka menikah? Jadi kembali ke niatnya,” kata Linda.

Dia mengingatkan, pernikahan bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan biologis saja. Tetapi juga memiliki tujuan tertentu seperti memiliki keturunan dan keluarga yang harmonis. Dalam konteks tersebut diharapkan masing-masing keluarga mampu melahirkan generasi penerus yang baik.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif