Soloraya
Sabtu, 26 Maret 2016 - 01:40 WIB

TRANSPORTASI SRAGEN : Betor Kreativitas Tukang Becak

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seorang pengendara bektor bersiap mengantar penumpang di kompleks Pasar Bunder Sragen, Jumat (25/3/2016). (Khodiq Duhri/JIBI/Solopos)

Transportasi Sragen berupa becak motor diprotes pengemudi angkuta.

Solopos.com, SRAGEN — Forum Masyarakat Sragen (Formas) yang selama ini mendampingi Paguyuban Becak Motor (Betor) Ngudi Rejeki Sragen mendukung adanya peraturan daerah (perda) tentang angkutan umum dengan kajian-kajian serius, seperti aspek sosiologis, yuridis, dan ekonomi. Betor itu merupakan bentuk kreativitas masyarakat dalam mencari rezeki.

Advertisement

Pernyataan itu disampaikan Ketua Formas, Andang Basuki, saat ditemui Solopos.com di Sragen, Kamis (24/3/2016) siang. Dia berpendapat persoalan betor itu tidak hanya di Sragen tetapi juga muncul di Gorontalo, Aceh, Medan, Banyumas, dan daerah lain.

Dia menekankan persoalan betor ini merupakan persoalan nasional sebagaimana munculnya transportasi online di Ibu Kota. Munculnya ide keratif seperti betor dan transportasi online itu memang tidak diatur dalam UU No. 22/2009.

“Saya melihat UU No. 22/2009 tidak mengantisipasi perkembangan moda transportasi seiring dengan tuntutan kebutuhan konsumen yang serba cepat dan instans. Betor itu bentuk kreativitas tukang becak. Mereka mengayuh becak selama 30 tahun kemudin muncul modifikasi becak menjadi betor. Kalau betor dilarang sama saja dengan mematikan kreativitas masyarakat,” ujar Andang.

Advertisement

Mobil Esemka

Andang mengatakan mobil Esemka yang dinaiki Joko Widodo (Jokowi) ketika jadi Wali Kota Solo tidak ditertibkan padahal belum lolos uji kelaikan jalan. Dia mempertanyakan pula Dahlan Iskan yang mencoba mobil baru kemudian kecelakaan di Gunung Lawu itu juga karena belum laik jalan dan ternyata tidak ditertibkan.

“Kemudian muncul betor yang dikatakan belum laik jalan tetapi juga ingin ditertibkan. Saya kira trayek angkutan umum perkotaan dari Pasar Bunder ke Pilangsari yang berjarak empat kilometer itu juga harus dikaji ulang karena tidak efektif lagi. Apalagi bila diiringi dengan melejitnya jumlah kepemilikan motor di Sragen. Persoalan penghasilan sopir angkot berkurang itu bukan semata-mata karena betor,” tutur dia.

Advertisement

Andang menyatakan bila DPRD mau membuat perda harus mengatur betor dan moda transportasi lain yang tidak diatur dalam UU No. 22/2009, seperti kereta mini atau sepur kelinci, becak cinta, dan selepan keliling. Dia meminta adanya kajian serius lewat forum focus group discussion (FGD) sehingga menghasilkan naskah akademik yang mengakomodasi semua pihak.

“Bukan naskah akademik yang copy paste. Perda itu nanti betul-betul bisa diimplementasikan bukan sekadar formalitas mengugurkan kewajiban,” tutur dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif