Soloraya
Sabtu, 19 Maret 2016 - 00:30 WIB

JALAN RUSAK BOYOLALI : Guru Selo Numpang Mobil Camat hingga Naik Angkutan Sapi

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pengendara roda dua berjalan beriringan dengan truk di jalur Solo-Selo-Borobudur (SSB) tepatnya di kawasan jembatan Samiran II, Selo, Kamis (17/3/2016). Pemprov Jateng segera memperbaiki kerusakan jalan di jalur SSB. (Hijriyah Al Wakhidah/JIBI/Solopos)

Kerusakan infrastruktur mengakibatkan sejumlah guru di Boyolali harus menempuh perjalanan yang cukup panjang dan berat.

Solopos.com, BOYOLALI – Kamis (17/3/2016) sore sekitar pukul 15.30 WIB, kesibukan masih nampak di Kantor Kecamatan Selo, Boyolali. Beberapa staf, lurah, bahkan Camat Selo, Wurlaksono, belum beranjak dari tugas meskipun meja pelayanan masyarakat sudah tutup. Rupanya mereka masih menunggu kedatangan Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, yang mengagendakan sidak di Kali Apu dan jalur Solo-Selo-Borobudur (SSB).

Advertisement

Selain lurah dan camat, ada lima guru sekolah dasar (SD) yang juga belum beranjak pulang. Mereka ngobrol di salah satu ruangan kantor kecamatan. Mereka tidak sedang menunggu agenda kedatangan gubernur, melainkan menunggu Camat menyelesaikan pekerjaan.

“Kami masih menunggu Pak Camat pulang ke Boyolali. Mau numpang, soalnya sudah tidak ada angkutan umum di sini,” kata guru SD II Samiran, Sunani, saat berbincang dengan solopos.com, Kamis.

Advertisement

“Kami masih menunggu Pak Camat pulang ke Boyolali. Mau numpang, soalnya sudah tidak ada angkutan umum di sini,” kata guru SD II Samiran, Sunani, saat berbincang dengan solopos.com, Kamis.

Kerusakan jalan di jalur SSB rupanya telah memberikan dampak yang luar biasa bagi masyarakat. Sunani adalah warga Sambi yang sudah lima tahun mengajar di SD II Samiran, Selo. Dua hingga tiga bulan terakhir, angkutan umum enggan naik ke Selo. Bisa menumpang mobil dinas Camat adalah keberuntungan bagi Sunani dan keempat rekannya. Biasanya, mereka terpaksa menyetop mobil bak terbuka yang mengangkut sayuran.

Angkutan sayur masih dirasa cukup nyaman untuk kondisi darurat, yaitu saat sama sekali tidak ada angkutan umum. Sunani bahkan beberapa kali terpaksa numpang truk yang mengangkut sapi untuk bisa pulang ke Boyolali.

Advertisement

Hal yang sama juga dialami Siti Sumarni, warga Mliwis, Cepogo, yang juga mengajar di SD II Samiran, Selo. Dia sudah mengabdi di Samiran selama 33 tahun. Selama 33 tahun itu pula dia tetap setia naik angkutan umum. “Dan baru sekarang kami kesulitan angkutan umum,”ujar dia.

Menurut Siti, sejak jalan di jalur SSB rusak parah, angkutan umum hanya mau naik pada pagi hari, itupun jumlahnya sangat terbatas. Selepas pukul 10.00 WIB, sudah tidak ada angkutan umum yang mau naik. Angkutan umum hanya mau naik sampai Cepogo. Kondisi ini tentu sangat merugikan kaitannya dengan tugas dia sebagai guru. Pada pagi hari, dia sering terlambat tiba di sekolah.

Guru juga tidak berani memberikan jam tambahan pelajaran atau les sore lantaran takut tidak dapat tumpangan.

Advertisement

“Jadi kalau pulang sekolah, saya harus cari alternatif angkutan. Kudu kendel [harus berani] nyetop mobil apapun, sedapatnya. Ini kami beruntung bisa dapat tumpangan dari Pak Camat, kalau ndak ada ya nunut truk sayur bahkan truk sapi,” kata dia.

Dia juga menceritakan pengalamannya menumpang truk angkutan sapi. Dia duduk beralaskan jerami yang sebelumnya sudah bercampur dengan kotoran sapi. “Ya harus dijalani. Mudah-mudahan jalur SSB segera diperbaiki, angkutan mau beroperasi lagi sampai Selo,”jelasnya.

Guru SD 1 Selo, Purwaningsih, setiap hari juga harus memutar otak untuk bisa pulang ke rumahnya di Solobaru, Sukoharjo. Kebetulan, selama 25 tahun menjadi pahlawan tanpa tanda jasa, dia tidak pernah menggunakan kendaraan pribadi. Sedianya, dia punya alternatif angkutan ojek dari Selo sampai Cepogo. Namun, tarif ojek Selo sampai Cepogo bisa mencapai Rp30.000. “Buat kami kalau tiap hari ngojek segitu ya cepat habis uangnya.”

Advertisement

Ketua Organda Boyolali, Tulus Budiyono, membenarkan saat ini mayoritas angkutan trayek Boyolali-Cepogo-Selo, hanya mau mengangkut sampai Cepogo. Pengusaha menilai trayek ke Selo sudah tidak menguntungkan. “Jadi tidak hanya karena jalan rusak, tetapi memang potensi penumpang tidak menutup besarnya biaya operasional ke Selo. Saat ini, bus yang mau naik ke Selo mungkin tinggal lima hingga sepuluh bus saja,” kata Tulus.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif