Kolom
Kamis, 17 Maret 2016 - 07:10 WIB

MIMBAR MAHASISWA : Esai Solutif Versus Nyinyir

Redaksi Solopos.com  /  Evi Handayani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Rizka Nur Laily Muallifa (Istimewa)

Mimbar mahasiswa, Selasa (15/3/2016), ditulis Rizka Nur Laily Muallifa. Penulis adalah mahasiswi Jurusan Pendidikan Administrasi Perkantoran, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.

Solopos.com, SOLO — Pembaca setia Mimbar Mahasiswa, sebuah subrubrik khusus untuk para mahasiswa berbagi gagasan dan wawasan di Solopos, tampaknya sudah begitu akrab dengan sederet tulisan bercita rasa kritik-argumentatif dan ada pula yang berbahasa sinis nan nyinyir.

Advertisement

Selain itu, tampil pula esai-esai berbau press release dan esai-esai bernada solutif. Solopos pernah memuat tulisan Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Sebelas Maret (BEM UNS), Doni Wahyu Prabowo, berjudul Munas BEM SI IX dan Pergerakan Mahasiswa yang begitu mirip dengan press release di edisi 26 Januari 2016.

Tulisan berjudul Mengawal Pendidikan Bersama BEM UNS (Solopos edisi 9 Maret 2016) adalah esai yang bernada solutif namun saya pikir justru ditulis amat naif oleh Muhammad Ilham. Esai M. Irkham Abdussalam, Menyatukan Idealisme Pergerakan Mahasiswa (Solopos edisi 16 Februari 2016), begitu bergairah meredam gejolak batin para aktivis BEM yang sering menjadi bahan guyonan beberapa esais nyinyir yang pernah menampilkan esai mereka di Mimbar Mahasiswa.

Advertisement

Tulisan berjudul Mengawal Pendidikan Bersama BEM UNS (Solopos edisi 9 Maret 2016) adalah esai yang bernada solutif namun saya pikir justru ditulis amat naif oleh Muhammad Ilham. Esai M. Irkham Abdussalam, Menyatukan Idealisme Pergerakan Mahasiswa (Solopos edisi 16 Februari 2016), begitu bergairah meredam gejolak batin para aktivis BEM yang sering menjadi bahan guyonan beberapa esais nyinyir yang pernah menampilkan esai mereka di Mimbar Mahasiswa.

Dalam esainya, Irkham Abdussalam menyarankan para—saya memilih menyebutnya demikian–mahasiswa literer dan mahasiswa pergerakan untuk berdamai lalu berjalan bersama-sama demi kebaikan generasi muda bangsa ini. Betapa mulianya substans esai Irkham itu! [Baca selanjutnya: Pemerintah dan Oposisi]Pemerintah dan Oposisi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti kata ”oposisi” bermakna partai penentang di dewan perwakilan dan sebagainya yang menentang dan mengkritik pendapat atau kebijaksanaan politik golongan yang berkuasa.

Advertisement

Mahasiswa literer meski tak dibuktikan dengan surat keterangan legalitas atau sejenisnya bisalah diposisikan sama dengan partai penentang dan pengkritik kebijakan politik golongan yang berkuasa. Lantas siapa yang ditentang dan dikritik? Tentu saja BEM kampus.

Bagi saya, justru esais beraliran solutif semacam Irkham yang dihadapkan dengan kolumnis sinis nan nyinyir semacam Udji ialah wujud yang lebih mampu memainkan peran sebagai9 pemerintah dan oposisi, sekalipun dalam arti ini susah untuk mendefinisikan mana pemerintah dan mana oposisi.

Tak ada yang benar-benar berkuasa mengendalikan massa (mahasiswa) untuk tunduk pada pemikiran salah satu golongan saja. Zaman seterbuka begini, siapa mau yang disetir pikirannya? Tidak Cuma pekan-pekan terakhir ini polemik yang berkaitan dengan BEM ramai diperbincangkan di Mimbar Mahasiswa Solopos.

Advertisement

Sebelumnya ada polemik ihwal pemilihan Mas dan Mbak UNS. Sebelum itu ada polemik terkait aksi BEM UNS yang mau “menjemput pulang” Presiden Joko Widodo. Mahasiswa-mahasiswa pegiat literer kebut-kebutan menulis untuk rubrik kenamaan itu.

Pekan berganti pekan, adegan adu argumen dan berbalas tulisan kian memanas dan sejujurnya asyik disimak oleh pembaca (para mahasiswa seperti saya). Keseruan itu terutama dari upaya masing-masing penulis untuk mencari titik lemah tulisan yang lain. Keengganan untuk tunduk pada pemikiran tertentu terbaca di sana sini. Silih berganti setiap pekan. Ada kerja intelektual yang tidak main-main. [Baca selanjutnya: Perseteruan Tanpa Akhir]Perseteruan Tanpa Akhir

Saya nukilhan esai Udji di Solopos edisi 1 Maret 2016. Ia menulis:  Batman, misalnya, tak akan lengkap tanpa keberadaan Joker. Batman tak pernah membunuh Joker, namun justru terlibat perseteruan tanpa akhir dan tentu saja keduanya tak bisa bersatu.

Advertisement

Udji, mungkin juga demikian dengan mahasiswa penulis esai bernada sinis nan nyinyir lainnya, tentu menolak “berdamai” dengan pemikiran mahasiswa pergerakan dan mahasiswa penulis esai ”beraliran” solutif. Udji enggan turun ke jalan dan berpeluh saat berdemonstrasi.

Ia pasti enggan pula menyerahkan dirinya pada aliran solutif dalam menuliskan gagasan-gagasannya. Esais solutif  tidak akan pernah sepemahaman dengan jalan nyinyir yang ditempuh Udji. Ini mirip dengan mahasiswa pergerakan yang merasa lebih baik turun ke jalan (berdemonstrasi) untuk menyampaikan gagasan mereka daripada mendekam dalam ruangan untuk membaca buku-buku atau mengetik esai.

Turun ke jalan tentu lebih bermanfaat dalam pandangan mereka. Sama besar manfaatnya dengan tulisan yang bernada solutif bagi mereka yang mengimaninya. Selain itu, seandainya kedua ”aliran” pemikiran itu memutuskan untuk berdamai, betapa tidak akan seru lagi membaca Mimbar Mahasiswa di Solopos.

Bayangkan seandainya tidak ada lagi yang nyinyir terhadap gerakan-gerakan serta kebijakan-kebijakan yang BEM. Bayangkan ketika mahasiswa-mahasiswa literer nyinyir berhenti mengumbar kritik argumentatif dan memilih bergabung dengan jalan solutif untuk menyampaikan gagasan. Ah, betapa membosankan!

Esais solutif dan esais nyinyir cukup berhasil memainkan peran masing-masing. Mirip dengan pemerintah dan oposisi. Dua macam esais beda aliran ini bebas diinterpretasikan sedang menjalankan peran yang mana, misalnya yang beraliran solutif itu pemerintah berarti yang nyinyir berperan sebagai oposisi.

Begitu pula sebaliknya, yang beraliran solutif tidak akan pernah bisa menyerah pada pemikiran yang nyinyir. Yang bermazhab nyinyir tidak akan pernah mau tunduk pada pemikiran solutif. Setidaknya itu terjadi dalam pertarungan esai-esai yang dimuat Solopos di subrubrik Mimbar Mahasiswa.

Harapan saya, esais solutif dan nyinyir ini sekalipun nanti akan bertemu di sebuah titik, keduanya akan terus-menerus memungkiri satu sama lain, terus-menerus saling memunggungi, supaya (minimal) rubrik Mimbar Mahasiswa tidak kukut.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif