Jogja
Selasa, 15 Maret 2016 - 20:55 WIB

RUMAH MURAH : Pengembang Kesulitan Cari Lahan Rp75.000 Per Meter Persegi

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Foto Ilustrasi Perumahan (Dok/JIBI/Bisnis)

Rumah murah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), pengembang setidaknya harus mampu menyediakan lahan seharga Rp75.000-Rp150.000 per meter persegi

Harianjogja.com, JOGJA-Guna memenuhi kebutuhan rumah murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), pengembang setidaknya harus mampu menyediakan lahan seharga Rp75.000-Rp150.000 per meter persegi. Pemerintah sendiri telah menentukan harga rumah murah sebesar Rp113 juta per unit.

Advertisement

Untuk kondisi sekarang di mana pengembangan infrastruktur semakin meningkat, tanah dengan harga kurang dari Rp150.000 per meter persegi sulit ditemukan.

Hanya kawasan tertentu saja yang masih menawarkan harga tanah di bawah Rp150.000, itu pun letaknya jauh dari pusat kota dan kontur tanahnya tidak rata. Misalnya daerah Pajangan Bantul dan juga Gunungkidul.

Advertisement

Hanya kawasan tertentu saja yang masih menawarkan harga tanah di bawah Rp150.000, itu pun letaknya jauh dari pusat kota dan kontur tanahnya tidak rata. Misalnya daerah Pajangan Bantul dan juga Gunungkidul.

Wakil Ketua Real Estate Indonesia (REI) DIY Ilham Muhammad Nur mengatakan, pembangunan rumah di kawasan perbukitan membutuhkan biaya operasional yang cukup besar. Hal ini membuat para pengembang tidak terlalu berminat untuk membangun rumah murah di kawasan tersebut.

Selain itu harga tanah di Kulonprogo yang beberapa waktu lalu masih murah, kini mulai meningkat drastis dengan adanya proyek bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA).

Advertisement

Oleh karena itu, pihaknya pun belum melirik membangun rumah murah di Kulonprogo.

Ia mengaku kesulitan untuk mencari tanah murah di DIY. Beberapa tanah dengan harga terjangkau justru banyak ditemukan di luar DIY seperti Magelang.

Kebijakan pemerintah yang membebankan penyediaan fasilitas umum (fasum) fasilitas sosial (fasos) kepada pengembang juga semakin membuat pengembang menarik diri mengerjakan proyek rumah murah.

Advertisement

“Harga rumah maksimal Rp200 juta kita masih bisa untung sedikit. Apalagi kalau fasum-fasos dibebankan pada pemerintah kita masih berani Rp200 juta,” kata dia.

Jika fasum-fasos harus menjadi satu paket proyek yang dikerjakan pengembang, untung yang diperoleh semakin tipis, bahkan pengembang merugi.

Dengan kondisi harga tanah mahal serta kewajiban membangun fasum-fasos seperti ini, pengembang tidak berani membangun rumah murah untuk MBR. “Sebenarnya saya pribadi berkeinginan [membangun rumah murah] tapi cari tanah saja susah,” kata Ilham.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif