Jogja
Senin, 14 Maret 2016 - 01:20 WIB

MASALAH SAMPAH : Masyarakat Harus Paham, Membuang Sampah Juga Harus Membayar Retribusi

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Permasalahan Sampah (Desi Suryanto/JIBI/Harian Jogja)

Masalah sampah di Sleman masih menjadi fokus Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sleman

Harianjogja.com, SLEMAN– Minimnya Tempat Pengelolaan Sampah (TPS) di wilayah Sleman menjadi salah satu penyebab sampah domestik dibuang di depo transfer sampah. Di sisi lain, tidak semua dusun memiliki kelompok pengelola sampah mandiri (KPSM).

Advertisement

Berdasarkan data Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sleman, TPS terpadu yang sudah menerapkan metode reduce, reuse, recycle (3R) hanya 16 unit. Sementara jumlah transfer depo terdapat 13 unit di Tridadi, Pogung, Condongcatur, Klebengan, Nogotirto, Nologaten, Kragilan, Purwomartani, Ndayu, Sariharjo, Minomartani, Gamping dan Tambakboyo.

“Jumlah TPS Terpadu memang belum memadai dibandingkan produksi sampah rumah tangga,” kata Kepala Bidang Kebersihan dan Pertamanan BLH Sleman, Indra Darmawan, Sabtu (12/3/2016).

Dia menyebut, kapasitas sampah rumah tangga yang dihasilkan setiap hari mencapai 3.200 meter kubik. Jumlah tersebut didasarkan pada asumsi setiap warga menghasilkan 2,5 meter kubik sampah. Jumlah tersebut belum termasuk sampah non domestik, seperti sampah dari pasar-pasar di Sleman yang jumlahnya mencapai 20 ton per hari.

Advertisement

Untuk menekan tingginya volume sampah domestik, BLH mengarahkan kebijakan pengelolaan sampah berbasis masyarakat. “Keberadaan KPSM yang berbasis masyarakat mampu menekan jumlah sampah yang harus dibuang ke TPA Piyungan hingga 50 persen,” terangnya.

Indra menjelaskan sesuai dengan peraturan daerah No.14/2007 tentang sampah, masyarakat diminta untuk membentuk pengelolaan sampah dengan membayar retribusi secara kolektif ke transfer depo. Dalam aturan tersebut masyarakat dilarang membuang langsung sampah domestik ke transfer depo.

“Itu dilakukan agar mereka tidak menghindari retribusi. Warga harus paham, membuang sampah tetap harus membayar [retribusi]. Untuk pengangkatan residu [sampah] dapat bekerja sama dengan BLH atau jasa pengangkut sampah,” katanya.

Advertisement

Ia menambahkan keberadaan transfer depo sampah dikelola secara berkelompok melalui kawasan tertentu. Setiap kelompok menentukan manajemen pengelolaan serta biaya yang dibebankan. Bila ada masyarakat yang tidak termasuk dalam kelompok membuang sampah maka akan menyalahi aturan. “Kami siap membangun fasilitas pembuangan sampah sementara jika kelompok ini terbentuk dan beroperasi di suatu wilayah,” ujarnya.

Dalam dua pekan terakhir, setidaknya 15 warga tertangkap tangan oleh Satpol PP. Mereka membuang sampah domestik ke depo transfer sampah. Meski membuang secara mandiri, perbuatan tersebut dinilai Satpol PP bertentangan dengan Perda. Namun warga menilai membuang sampah ke depo transfer lebih baik dibandingkan membuang sampah di sungai atau lokasi lain yang dianggap dapat mencemari lingkungan. Selain itu, alasan warga juga lantaran tidak adanya jasa pengangkutan sampah di lingkungan tinggalnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif