Soloraya
Kamis, 10 Maret 2016 - 07:10 WIB

OBAT HERBAL : B2P2TOOT: Hati-Hati, Herbal Belum Tentu Organik

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sejumlah peserta International Conference mengunjungi stan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional Tawangmangu yang mengikuti pameran jamu tradisional di sekitar Auditorium Muhammad Djazman, UMS, Jumat (22/6/2012). (JIBI/SOLOPOS/Eni Widiastuti)

Obat herbal, B2P2TOOT Tawangmangu meminta masyarakat waspada dengan produk herbal.

Solopos.com, KARANGANYAR–Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) Tawangmangu menyatakan produk herbal belum tentu organik.

Advertisement

Kepala Seksi Kerja Sama dan Informasi B2P2TOOT Tawangmangu, Amalia Damayanti, menjelaskan herbal merupakan produk berbasis tanaman. Organik adalah sistem pengolahan tidak menggunakan bahan kimia sintetis. Organik menggunakan pupuk alami, seperti kompos, kandang, dan lain-lain.

“Herbal belum tentu organik. Contohnya obat herbal itu obat dari tanaman. Tapi belum tentu tanaman itu organik. Untuk menyebut sesuatu organik itu harus memastikan pestisada, pupuk, dan lain-lain yang digunakan itu alami atau buatan,” kata Amalia saat dihubungi Solopos.com, Selasa (8/3/2016).

Balai yang terbentuk dari kebun koleksi Tanaman Obat (TO) dan dirintis Romo Santoso sejak awal tahun kemerdekaan itu menyebut herbal dengan istilah jamu. Dia menjelaskan B2P2TOOT berupaya memproduksi jamu menggunakan bahan yang tidak terlalu banyak terkontaminasi pestisida dan insektisida buatan.

Advertisement

Kasus jamu terkontaminasi bahan kimia sempat ramai beberapa waktu lalu. Dia menuturkan hal itu mungkin terjadi. Petani yang menjual panen tanaman obat ke perusahaan tidak terlalu peduli perawatan tanaman menggunakan organik atau tidak.

“Kalau kami memang mengurangi pestisida dan insektisida buatan karena hasil tanaman digunakan masyarakat,” jelas dia.
Salah satu ciri tanaman yang diolah menggunakan organik adalah dimakan ulat. Amalia menyebut hal itu sebagai salah satu indikasi tanaman organik. B2P2TOOT menyempurnakan proses pembuatan jamu dengan memperhatikan panen dan pascapanen. “Waktu dan umur. Kalau panen pagi hari khasiat atau senyawa optimal atau enggak. Cuaca juga pengaruh. Pascapanen ada penanganan standar badan POM dan Menkes,” jelas dia.

Penanganan standar yang dimaksudkan adalah parameter ekstrak seperti kadar air kurang dari 10%, pencemaran mikroba, senyawa aktif yang dikandung, dan lain-lain. Balai yang memprioritaskan pada saintifikasi jamu dari hulu ke hilir ini memastikan seluruh produk yang diolah menggunakan tanaman tanpa campuran apapun.

Advertisement

“Enggak menggunakan gula karena jamu ya, obat. Pengobatan jamu cocok untuk penyakit degeneratif,” ujar dia.

B2P2TOOT merupakan balai yang melakukan riset etnofarmatologi tumbuhan obat dan jamu, pelestarian, budidaya, pascapanen, riset praklinik, riset klinik, teknologi, menajemen bahan jamu, penelitian iptek, pelayanan iptek, dan diseminasi sampai dengan community empowerment. B2P2TOOT memiliki Klinik Saintifikasi Jamu Hortus Medica. Klinik itu melayani 150 orang per hari.

Lokasi klinik di Tawangmangu dan dekat objek wisata ternyata menguntungkan. Amalia mengklaim sejumlah pasien mampir ke klinik sekaligus berwisata. “Puskesmas bisa memakai jamu asalkan berjejaring dengan klinik. RSUD akan bekerja sama dengan B2P2TOOT menyediakan tempat pengobatan jamu. Sejumlah dokter dari puskesmas dan RSUD sudah mengikuti training.”

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif