Jogja
Rabu, 9 Maret 2016 - 22:20 WIB

BANTUAN KORBAN BENCANA : Anak-anak Korban Bencana Butuh Trauma Healing

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - JIBI/Desi Suryanto Sejumlah guru membalut luka salah satu siswa mereka yang menjadi korban gempa bumi saat diselenggarakan pelatihan dan simulasi penanganan korban gempa bumi yang digelar oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY di SLB Negeri 2 Yogyakarta, Selasa (24/12/2013). Simulasi itu juga menekankan pada kemampuan para guru untuk memberikan pertolongan pertama sebelum tim medis datang dan pengurangan resiko bencana dikarekanan mereka mengajar untuk siswa SLB C yang menyandang tunagrahita dengan keterbelakangan mental.

Bantuan korban bencana tidak hanya berupa material, tetapi juga trauma healing terutama untuk anak-anak

Harianjogja.com, KULONPROGO-Upaya penanggulangan bencana bukan hanya soal pemenuhan kebutuhan logistik dan layanan medis bagi korban luka. Kondisi psikologis anak-anak juga perlu diperhatikan dan diatasi melalui layanan trauma healing.

Advertisement

Hal itu diungkapkan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kulonprogo, Astungkoro, usai simulasi desa tangguh bencana di Dusun Talunombo, Desa Sidomulyo, Kecamatan Pengasih, Kulonprogo, Senin (7/3/2016). “Terlebih jika bencananya berskala besar atau membuat anak-anak harus ikut berada di pengungsian dalam waktu lama,” kata Astungkoro.

Rasa takut tersebut bisa timbul karena anak-anak mengalami luka, melihat korban yang terluka atau bahkan meninggal dunia, kepanikan orang-orang di sekitarnya, hingga situasi tempat pengungsian yang jauh dari kata nyaman. Menurut Astungkoro, anak-anak cenderung belum mampu mengelola emosi dan mengatasi rasa takut yang dialami secara mandiri seperti orang dewasa.

Trauma healing dibutuhkan anak-anak agar kembali mendapatkan rasa aman dan keberanian. “Ada beberapa cara yang biasanya dilakukan relawan, misalnya mengajak anak-anak bermain bersama, bernyanyi, atau menggambar,” ujar Astungkoro.

Advertisement

Astungkoro lalu mengatakan, sebanyak 66 desa dari 88 desa/kelurahan di Kulonprogo dinyatakan sebagai wilayah rawan bencana. Potensi bencananya antara lain longsor, angin kencang, banjir, dan tsunami. Namun, baru 22 desa yang telah menyandang predikat desa tangguh bencana.

Puluhan desa lainnya ditargetkan bisa menyusul menjadi desa tangguh bencana secara bertahap. “Walau belum jadi desa tangguh bencana, minimal mereka tahu dulu bagaimana langkah penanggulangan bencana melalui upaya mitigasi,” ucap dia.

Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY, Heri Siswanto mengaku telah melakukan pemetaan wilayah rawan bencana di DIY.

Advertisement

Hasilnya, sebanyak 301 desa dinyatakan berada di wilayah rawan bencana. Namun, jumlah desa tangguh bencana baru mencapai 142 desa pada 2015 lalu. Dia pun berharap angka tersebut bisa terus bertambah setiap tahun.

Selain desa tangguh bencana, sekolah siaga bencana juga diharapkan terus bertambah. Menurutnya, upaya mitigasi berupa simulasi bencana tidak hanya perlu dilakukan di lingkungan rumah, tetapi juga sekolah. Setidaknya, anak-anak tahu cara menyelamatkan diri jika bencana terjadi saat mereka sedang belajar di sekolah.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif