Lifestyle
Sabtu, 27 Februari 2016 - 15:34 WIB

GIZI BURUK : Awas! Kurang Gizi Sebabkan Gangguan Mental Anak

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kelaparan di Afrika (Dok/JIBI/Reuters)

Gizi buruk diduga kuat memicu gangguan mental pada anak dan orang tua.

Solopos.com, JAKARTA — Ternyata orang dewasa yang hidup di dalam lingkungan rumah tangga yang berkekurangan dan tidak mampu mengakses makanan bergizi secara memadai, berisiko dua kali lebih tinggi memiliki anak-anak dengan masalah kestabilan emosional dan kejiwaan.

Advertisement

Sebuah studi yang dilakukan Elizabeth Poole-Di Salvo dari Weil Cornell Medical Center di New York menemukan fakta bahwa kekurangan pangan sehat dalam sebuah keluarga berimplikasi terhadap risiko gangguan kesehatan mental. Hal itu terjadi baik pada orang tua maupun anak-anak.

“Berdasarkan data terbaru yang kami himpun, krisis pangan memengaruhi hampir 20% rumah tangga di Amerika Serikat, yang memiliki anak-anak di bawah usia 18 tahun,” katanya, seperti dilansir Reuters.

Elizabeth menggunakan data dari hasil sebuah riset pada 2007 terhadap 8.600 anak pada rentang usia 12-16 tahun. Dalam studi tersebut, dia menghubungi orang tua—terutama ibu—dari anak-anak itu per telepon.

Advertisement

Para orang tua tersebut menjawab berbagai pertanyaan seputar kesulitan keuangan, kendala mendapatkan pangan bergizi selama 12 bulan terakhir, dan analisis gejala emosional dari anak-anak mereka. Ternyata, sebagian besar anak-anak itu mengalami gangguan emosional, seperti hiperaktif, merasa tertekan saat berada dalam kelompok sosial (peer problem), dan merasa minder atau sulit bersosialisasi.

Berdasarkan data dari Academic Pediatrics, 10% anak-anak dari sampel penelitian tersebut hidup di tengah kondisi kekurangan pangan. Sementara itu, 11% lainnya terindikasi memiliki orang tua dengan gejala gangguan kesehatan mental.

Ada banyak indikator yang menghubungkan faktor kekurangan pangan dengan risiko gangguan mental pada anak. Beberapa di antaranya antara lain status kemiskinan, pendapatan rumah tangga di bawah garis kemiskinan, dan orang tua yang tidak menikah. Indikator lainnya adalah perbedaan kelas dalam pergaulan remaja, rendahnya tingkat pendidikan orang tua, buruknya kesehatan orang tua, depresi orang tua, serta lingkungan tetangga dan sekolah yang tidak aman.

Advertisement

Elizbeth menjelaskan dengan indikator-indikator tersebut, dia menemukan anak-anak yang tidak tercukupi gizinya berisiko 2,3 kali lebih tinggi mengalami gangguan kejiwaan dibandingkan dengan anak-anak dengan gizi cukup. “Hampir 29% remaja kurang gizi mengalami gangguan mental, dibandingkan dengan 9% anak lainnya. Pola ini mencakup berbagai gejala gangguan mental, misalnya 26% anak mengalami masalah emosional dibandingkan 11% anak lainnya,” terangnya.

Lebih lanjut, 22% dari anak kurang gizi bermasalah dengan sifat hiperaktif dibandingkan dengan 11% anak lainnya, dan 20% anak kurang gizi bermasalah dengan pergaulan sosialnya, dibandingkan dengan 9% anak lainnya. Faktanya, meskipun anak-anak tersebut dididik di sekolah gratis—yang seharusnya mengurangi beban pengeluaran orang tuanya—hal tersebut tidak berdampak terhadap kesehatan mental mereka.

“Kami mencurigai bahwa gangguan mental akibat kekurangan gizi tersebut terjadi selama periode remaja, di mana pertumbuhan dan perkembangan anak-anak lebih cepat. Nutrisi yang tak mencukup akan meningkatkan risiko stress psikologis bagi remaja tersebut, dan berujung pada gangguan mental.”

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif