Soloraya
Rabu, 24 Februari 2016 - 17:55 WIB

BANJIR SRAGEN : Petani Padi Rugi Rp2 Juta/Patok

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Banjir Sragen, puluhan petani di Desa Sidoharjo mengalami kerugian yang cukup besar.

Solopos.com, SRAGEN–Puluhan petani di Desa/Kecamatan Sidoharjo, Sragen mengalami kerugian sampai jutaan rupiah per orang lantaran tanaman padi mereka yang siap panen rusak diterjang banjir, Selasa (23/2/2016) malam. Harga padi siap panen menjadi anjlok sampai Rp2 juta per patok.

Advertisement

Banjir di wilayah Desa Sidoharjo melanda di enam dukuh, yakni Dukuh Kranggan, Wirun, Tlobongan, Kleco Kulon, Kleco Wetan, dan Klumutan. Banjir yang menggenangi 30 rumah dan puluhan hektare sawah di enam dukuh tersebut menjadi perbincangan hangat para petani yang berkumpul di sebuah warung di pinggir sawah Dukuh Wirun, Rabu (24/2/2016) pagi. Para warga selesai bekerja bakti membersihkan rumah mereka dari lumpur dan sampah pascabanjir sejak pagi buta.

Seorang petani anggota Dhama Tirto Desa Sidoharjo, Sukamto, mengatakan 50% dari total lahan padi di Sidoharjo sebanyak 50 hektare roboh semua dan sebagian masih tergenang air. Kerusakan tanaman padi itu, kata dia, terjadi dan paling parah setelah banjir luapan Sungai Mungkung, Selasa malam. Di menyatakan beberapa petani terancam gagal panen akibat banjir itu.

Petani asal Wirun RT 007, Desa Sidoharjo, Darto, 50, mengaku tanaman padi yang berusia 75 hari itu terancam gagal panen karena masih membutuhkan waktu 10 hari untuk panen. Seperempat patok tanaman padinya, kata dia, ambruk dan rusak. Dia amat bersyukur bila bisa panen.

Advertisement

“Kalau dijual juga tidak laku. Sebelum banjir padi satu patok bisa laku Rp7 juta. Sekarang setelah banyak padi yang ambruk, bisa laku Rp5 juta per patok saja sudah bagus,” kata Darto yang juga tengkulak padi itu.

Darto sempat mengincar tanaman padi milik Mitro dan berani menawar Rp8 juta per patok. Kini, setelah banyak padi yang ambruk, Darto hanya berani menawar Rp6 juta per patok. Dia menyampaikan perhitungan biaya produksi dan hasil panen. Darto menyewa sawah Rp13 juta per tahun dan bisa panen tiga kali per tahun. Artinya, biaya sewa per patok per panen itu Rp4,3 juta. “Untuk biaya bibit, pupuk, dan sebagainya hingga panen menelan Rp3 juta. Jadinya biaya produksi itu Rp7,3 juta. Kalau kondisi padi normal dan baik bisa laku Rp8 juta. Tetapi karena kondisi padi rusak dan hancur ya bisa laku Rp5 juta sudah untung. Dengan begitu, petani sudah rugi Rp2,3 juta,” ujarnya.

Hal senada juga disampaikan Wardi, 68, petani asal Wirun RT 019 yang mengalami nasib sama dengan Darto. Demikian pula Yoto, 60, warga Nglebak RT 012, Sidoharjo. Yoto memiliki 2,5 patok sawah dalam kondisi rusak. Kerusakan tanaman padi milik Yoto paling parah terjadi di sawahnya yang berada di Dukuh Kleco Wetan. Hamparan tanaman padi sepatok itu ambruk dan terendam air. Tanaman padi itu, kata dia, tidak bisa diangkat dan ditali.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif