News
Senin, 22 Februari 2016 - 23:30 WIB

KASUS NOVEL BASWEDAN : Tamatnya Cicak Vs Buaya Jilid 2

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Komjen Pol Budi Waseso (saat masih menjadi Kabareskrim/kiri) mendampingi Kapolri Jenderal Pol Kapolri Jenderal Badrodin Haiti (kanan) saat memberikan keterangan kepada wartawan terkait penangkapan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (1/5/2015). Kapolri mengatakan penangkapan penyidik KPK dilakukan untuk melengkapi berkas Novel Baswedan sesuai dengan petunjuk jaksa. (JIBI/Solopos/Antara/M Agung Rajasa)

Kasus Novel Baswedan dihentikan dan sekaligus mengakhiri drama cicak vs buaya jilid 2.

Solopos.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) akhirnya menyelesaikan drama “Cicak versus buaya jilid 2” dengan mengeluarkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKPP) terhadap Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.

Advertisement

Hal itu berakhir dengan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKPP) kasus Novel oleh Kejari Bengkulu Made Sudarmawan dengan nomor B-03/N.7.10/Ep.1/02/2016. “Dengan diterbitkannya surat ketetapan penghentian penuntutan ini maka penanganan perkara Novel Baswedan dinyatakan selesai,” kata Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Noor Rachmad, Senin (22/2/2016).

Noor membantah keputusan tersebut karena adanya intervensi dari pihak-pihak tertentu. Ia menegaskan bahwa kasus Novel dihentikan karena ada keraguan dari pihak kejaksaan untuk melanjutkan kasus ini ke pengadilan.

Ia menjelaskan ada dua alasan yang mendasari keraguan tersebut. Alasan pertama adalah tidak cukupnya bukti yang diberikan oleh Bareskrim Polri. Alhasil Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengalami keraguan dalam penetapan Novel sebagai tersangka, karena tidak ada saksi yang melihat langsung Novel melakukan perbuatan yang dituduhkan.

Advertisement

Meski peluru yang bersarang di tubuh korban terdaftar dari senjata milik Polres Bengkulu, tapi tidak ada yang bisa memastikan bahwa Novel yang menggunakan senjata tersebut. Bahkan korban-korban penganiayaan lainnya yang dijadikan saksi tidak ada yang dapat memastikan Novel melakukan penembakan terhadap tersangka burung walet pada 18 Februari 2004.

“Ragunya dari fakta perbuatan ada, tapi siapa yang nembak tidak ada yang tahu,” jelasnya.

Sementara alasan kedua adalah kasus tersebut telah masuk masa kadaluarsa. Noor menjelaskan bahwa dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) diatur bahwa setiap perkara dengan ancaman penjara lebih dari 3 tahun mempunyai masa kadaluarsa selama 12 tahun.

Advertisement

Novel Baswedan diduga melakukan penembakan kepada tersangka burung walet di Bengkulu pada 18 Februari 2004. Saat itu Novel menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal Polisi Resor Kota Bengkulu. “Fakta di berkas bahwa perkara ini dilakukan 18 Februari 2004. Dihitung satu hari sejak perkara dilakukan maka 19 Februari sudah kadaluarsa,” ujarnya.

Penasehat Hukum Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, Muji Kartika Rahayu mengapresiasi keputusan Kejaksaan Agung (Kejagung) menghentikan kasus kliennya. Menurunya keputusan tersebut telah sejalan dengan perintah Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan kasus Novel dengan cara-cara yang dibenarkan oleh hukum.

Selain itu SKPP Novel juga sejalan dengan temuan dan rekomendasi dari Ombudsman Republik Indonesia, karena ditemukan penyalahgunaan kewenangan dalam penanganannya. SKPP kasus pun akan menimbulkan preseden positif untuk menyelesaikan kriminalisasi terhadap pegiat anti korupsi lainnya, seperti Bambang Widjojanto, Abraham Samad, dan lainnya.?

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif