News
Selasa, 16 Februari 2016 - 16:00 WIB

REVISI UU KPK : PDIP Ingin KPK Diatur Agar Tak "Abuse of Power", Maksudnya?

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sejumlah tokoh menyatakan menolak revisi UU KPK, Minggu (14/2/2016). (Ujang Hasanudin/JIBI/Harian Jogja)

Revisi UU KPK kian kencang mendapatkan penolakan. Namun, Fraksi PDIP masih membelanya.

Solopos.com, JAKARTA — Badan Legislasi (Baleg) DPR telah menyetujui revisi UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, beberapa fraksi di DPR belakangan berubah arah dengan menolak revisi itu.

Advertisement

Rencananya pembahasan revisi UU tersebut juga telah siap dibawa ke paripurna meski beberapa fraksi mulai goyah dan berbalik arah seperti Partai Gerindra, Nasdem, dan PAN yang belakangan “malu-malu kucing” menolak revisi UU lembaga antirasuah.

Inisiator revisi UU KPK, Fraksi PDIP menegaskan, pihaknya tak memiliki niatan untuk melemahkan kinerja lembaga antirasuah tersebut seperti yang ditakutkan publik selama ini.

“Perlu manajemen dan pengaturan yang jelas ?dalam kinerja KPK agar tidak abuse of power. Tekanannya pada tata kelola yang baik,” ujar Wakil Ketua Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno di Kompleks Parlemen, Selasa (16/2/2016).

Advertisement

Menurutnya, ada yang perlu dibenahi dalam tubuh KPK agar tetap kuat dan bekerja sesuai kewenangannya tanpa melemahkan lembaga tersebut. ?Dirinya juga mempersilakan KPK untuk ikut merumuskan beberapa pasal yang direvisi agar ke depannya bisa menjalankan tugas dan kewenangannya dengan baik.

“Itu sebab-sebab terhadap hal-hal yang akan diatur, kita persilakan lembaga pengguna (KPK) untuk mengusulkan rumusan pasal pengaturannya yang penting mau diatur agar tidak sewenang-wenang,” ujarnya.

Anggota Komisi XI DPR ini mengungkapkan, banyak lembaga negara tidak hanya KPK yang ingin diberi kewenangan yang lebih untuk memudahkan lembaga yang bersangkutan bekerja. Namun menurutnya, tidak sedikit pula lembaga negara yang bekerja melebihi aturan yang mengikatnya meskipun hal tersebut masih berkaitan.

Advertisement

“Pada dasarnya, setiap lembaga ingin diberi kewenangan luar biasa, dalam kultur birokrasi kita, fungsi dan rejeki tergantung pada kewenangan/diskresi,” tandas Hendrawan.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif