Soloraya
Senin, 15 Februari 2016 - 23:40 WIB

TOL SALATIGA-BOYOLALI : Warga Ngargosari Protes Jalan Desa Jadi Akses Truk Proyek Tol

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pemasangan spanduk dari warga Ngargosari, Kecamatan Ampel dalam proyek tol Salatiga-Boyolali. (Hijriyah Al Wakhidah/JIBI/Solopos)

Tol Salatiga-Boyolali, warga Ngargosari Ampel keberatan jalan desa jadi akses jalan tol bagi truk.

Solopos.com, BOYOLALI–Warga Desa Ngargosari, Kecamatan Ampel, protes karena tidak pernah dilibatkan dalam musyawarah pemanfaatan fasilitas umum desa untuk proyek jalan tol Salatiga-Boyolali.

Advertisement

Warga Dukuh Gudang dan Dukuh Tanjung keberatan kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan akibat aktivitas truk dan angkutan berat, tidak disertai adanya kejelasan kompensasi. Warga pun membentuk Forum Peduli Ngargosari sebagai wadah untuk menampung aspirasi masyarakat terkait dampak pembangunan proyek jalan tol. Mereka bahkan memasang spanduk bertuliskan “Selamatkan Jalan dan Jembatanku !!” di sejumlah lokasi yang sering dilalui truk.

“Warga punya banyak sekali aspirasi tetapi sepertinya pemerintah desa dan yang punya proyek tidak merespons. Warga itu maunya diajak berembuk. Namun, sebelum bermusyawarah dengan warga, pemdes telah lebih dulu mengizinkan truk-truk muatan berat itu melintasi jalan poros desa di kampung kami,” papar Wakil Ketua Forum Peduli Ngargosari, Bakrie, kepada Solopos.com, Senin (15/2/2016).

Masyarakat keberatan jalan poros desa dan Jembatan Kali Pepe yang telah dibangun secara swadaya rusak karena menjadi jalur lalu lintas truk bahkan truk molen bermuatan hingga 30 ton. “Nah, warga minta masalah kompensasi ini dibahas di awal agar ada kepastian.”

Advertisement

Bakrie mengatakan Jembatan Kali Pepe dibangun swadaya masyarakat pada 1974. Jembatan Kali Pepe menghubungkan Dukuh Gudang dan Dukuh Tanjung. “Saat itu, warga rela pajak dinaikkan sampai 21 kali lipat agar desa punya uang untuk bangun jembatan. Belum cukup dana, warga pun rela iuran, kalau sekarang dirusak karena proyek tol, warga keberatan. Itu ada nilai sejarahnya kok,” imbuh Bakrie.

Soal spanduk yang dipasang di sejumlah lokasi, Bakrie menyebut itu sebagai bentuk peringatan bagi pihak-pihak terkait agar aspirasi masyarakat bisa didengar.

Warga Dukuh Gudang, RT 003/RW 004, Desa Ngargosari, Setiawan, 20, juga keberatan jika truk bermuatan berat lalu lalang memanfaatkan jalan poros desa. “Warga ndak mau jalan rusak karena belum ada kejelasan kompensasi. Sama halnya di Jembatan Kali Pepe, itu kalau dilewati truk-truk molen tiap hari jadi rawan ambrol,” kata Setiawan.

Advertisement

Terkait adanya reaksi dari warga Ngargosari, Ketua Satker Tol, Aidil Fiqri, akan mencoba berkomunikasi dengan warga setempat.

“Ya, nanti coba kami komunikasikan lagi permasalahan yang sebenarnya apa karena ini adalah proyek negara justru disitulah peran masyarakat sangat dibutuhkan untuk kepentingan negara ini,” kata Aidil.

Aidil akan melakukan pendekatan persuasif kepada masyarakat yang menolak memberikan fasilitas jalannya untuk akses truk. Menurut dia, penolakan itu tak lepas dari persepsi masyarakat bahwa saat ada proyek besar, pasti ada kompensasi yang besar pula.”Masyarakat harus diberi pemahaman proyek ini murni dari pemerintah dan untuk kepentingan masyarakat umum.”

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif