Soloraya
Minggu, 14 Februari 2016 - 12:30 WIB

BENCANA KLATEN : Picu Banjir, Pembuang Sampah di Sungai akan Didenda

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga di Klaten resik-resik kali di kawasan perkotaan, Sabtu (13/2/2016). Kegiatan tersebut dalam rangka membersihkan sampah di sungai sekaligus guna mencegah ancaman banjir. (Ponco Suseno/JIBI/Solopos)

Bencana Klaten ini terkait upaya mengantisipasi penumpukan sampah di sungai.

Solopos.com, KLATEN – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Klaten mewacanakan pemberian sanksi tegas untuk warga yang membuang sampah sembarangan ke sungai. Pasalnya, banyaknya sampah di sungai disinyalir menjadi salah satu pemicu terjadinya banjir di Kota Bersinar.

Advertisement

Plt. Kepala Pelaksana BPBD Klaten, Bambang Sujarwo, saat ditemui wartawan di kompleks Sekretariat Daerah (Setda) Klaten, Sabtu (13/2/2016), mengatakan pemberian sanksi berupa denda diharapkan bisa memberikan efek jera terhadap warga yang tidak peduli dengan kebersihan sungai.

“Memang harus disanksi. Ini butuh peraturan daerah [perda]. Kalau dibiarkan begitu saja, tak akan ada efek jeranya. Sudah saatnya, setop sampah ke sungai,” kata dia.

Bambang mengatakan Klaten termasuk daerah langganan terjadinya musibah banjir. Lokasi yang sering diterjang banjir berada di sepanjang Sungai Dengkeng yang menjadi anak Sungai Bengawan Solo, seperti Prambanan, Gantiwarno, Cawas, Bayat, dan Trucuk.

Advertisement

“Kalau hujan deras berjam-jam, potensi air sungai meluap sangat besar. Sebagaiamana diketahui, banyaknya sampah di sungai juga menjadi pemicu banjir. Makanya perda sangat diperlukan,” kata dia.

Selain menyoroti pemberian sanksi bagi pembuang sampah di sungai, Bambang Sujarwo juga menyoroti perlunya pemberian payung hukum bagi kinerja tim sukarelawan. Hal itu dilandasi tingginya risiko yang dialami tim relawan di lapangan.

Menyikapi hal itu, Direktur Pengurangan Risiko Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Lilik Kurniawan, mengatakan sudah saatnya sukarelawan yang bekerja di berbagai daerah memiliki sertifikasi.

Advertisement

“Kaitannya memang soal asuransi saat bertugas. Kami sebenarnya juga sudah mengupayakan ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu), tapi tidak disetujui. Padahal, relawan itu sudah semestinya dikover asuransi. Memang saat ini, sebagian besar relawan tidak bergaji [kecuali sukarelawan dari tanggap siaga bencana (tagana)],” kata dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif