Minggu, 14 Februari 2016 - 21:20 WIB

ANGKRINGAN : Jogja Wajib Siaga...

Redaksi Solopos.com  /  Sumadiyono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pemimpin Redaksi Harian Jogja, Anton Wahyu P

Lik Jon tampak sedikit santai. Maklum saja, pengunjung angkringan telah menjejali sejak sebelum Magrib hingga setelah Isya. Barang dagangannya pun tinggal sedikit. Wajah dan lehernya sedikit berkeringat. Segelas es teh di depannya nyaris habis. Itu pun belum bisa menghilangkan rasa dahaganya. Sambil bersandar di meja angkringan, dia kemudian mengambil telepon genggam di laci angkringan.

Bukan untuk membuka internet untuk memantau berita-berita terbaru di Tanah Air, bukan pula untuk kirim BBM atau WA kepada koleganya. Dia ingin mendengar lantunan biduan kesayangannya melalui telepon gengamnya. Musik campursari yang sedikit ngoplo yang paling disukai oleh pemilik angkringan bernama lengkap Sarjono itu.

Advertisement

“Tutupen botolmu, tutupen oplosanmu. Emanen nyawamu, aja mbok terus-teruske,” demikian lantunan lagi Oploson yang sempat beken beberapa waktu yang lalu.
Bibir Sarjono pun fasih mengikuti syair lagu yang keluar dari HP buatan China hingga khatam. Belum sampai menginjak lagu kedua, laki-laki bertubuh gempal dan berkulit gelap masuk tenda angkringan. Tangan kanannya langsung menyambar dua tahu bacem yang tersisa di piring. Dua buah tahu dikunyah begitu cepat. Artinya, Lik Jon harus segera menyiapkan minuman buat tamunya itu.

Lik Jon tanpa dikomando langsung membikin kopi agak pahit kegemaran mandor proyek itu. “Ini minumnya bos! Kopi sedikit pahit buat Tuan Karyo,” canda Lik Jon kepada Karyo sembari tertawa.

Advertisement

Lik Jon tanpa dikomando langsung membikin kopi agak pahit kegemaran mandor proyek itu. “Ini minumnya bos! Kopi sedikit pahit buat Tuan Karyo,” canda Lik Jon kepada Karyo sembari tertawa.

Bibir Karyo pun langsung nyruput kopi yang masih kemebul tersebut. “Manteb tenan kopimu bro!” ujar Karyo.

Lik Jon hanya tersenyum. “Yen manteb trambule aja lali. Kacang apa marning isih akeh,” canda Lik Jon kembali tertawa.
Karyo malah tertawa ngakak. Dia tahu sahabatnya itu hanya menyindirnya yang dulu sering minum jamu oplosan alias miras. “Huss…ora pareng. Iku nalika jaman ra penak,” sahut Karyo.
Obrolan kedua orang terhenti sejenak manakala laki-laki tua yang rambutnya memutih karna uban masuk ke angkringan. Dia adalah Pak Dhe Harjo, sesepuh di kampung mereka. “Assalamualaikum…kok berdua saja,” sapa Pak Dhe Harjo.
Keduanya pun menjawab salam bersamaan. “Iya Pak Dhe…Karyo ingin oplosan,” canda Lik Jon.

Advertisement

Karyo sudah pucat mukanya. Dia tak bisa berbuat apa-apa. Dia ingat kejadian 25 tahun lalu ketika ditolong Pak Dhe Harjo ke rumah sakit karena sekarat akibat kebanyakan minum lapen alias miras oplosan. Lik Jon pun merasa bersalah. Dia buru-buru meralat agar laki-laki berbaju safari itu tidak tambah murka lagi. “Maksudnya, Karyo ingin dengan lagu Oplosan Pak Dhe. Bukan oplosan miras,” sahut Lik Jon menenangkan.

Pak Dhe pun kemudian tersenyum. “Oalah..tak kira arep mabok meneh,” jawab Pak Dhe.
Pak Dhe pun bercerita berita di koran Harian Jogja tentang nasib tragis 26 orang yang meregang nyawa akibat minum miras oplosan beberapa hari lalu. Bahkan, jumlah itu bisa bertambah karena masih ada orang yang dirawat di rumah sakit. Kalau sembuh, korban miras oplosan tersebut akan mengalami kebutaan. “Jadi, kamu harus bersyukur nyawamu masih selamat dan kini malah sehat,” ujar Pak Dhe Harjo kepada Karyo.

Karyo pun hanya menunduk. Dia merasa berhutang budi kepada Pak Dhe Harjo. Kalau bukan karena Pak Dhe Harjo, mungkin nyawanya tak tertolong lagi. Dia masih ingat betul 25 tahun lalu. Saat itu cita-citanya menjadi anggota TNI kandas gara-gara tinginya kurang dua centimeter. Setelah itu, gadis pujaan yang telah dipacarinya tiga tahun minggat ke Kalimantan. Akhirnya, miras jadi pilihan. Dia mabuk-mabukan setiap hari hingga akhirnya nyaris tak sadarkan diri. Oleh Pak Dhe Harjo, Karyo dibawa ke rumah sakit dan akhirnya nyawa Karyo bisa diselamatkan.

Advertisement

“Pokoknya jangan terjerumus ke minuman keras dan narkoba. Hidup kita malah akan sia-sia. Mendingan minum jahe anget ya Jon?” ungkap Pak Dhe sambil nyruput jahe anget di depannya.

Karyo masih tak bisa berkata-kata. Orang yang di depannya itulah yang telah menyelamatkan nyawanya. Sedangkan Lik Jon mengangguk setuju sembari mengambil gelas es teh di depannya yang sebenarnya nyaris habis. “Betul Pak Dhe, jauhi miras dan narkoba. Jadikan kedua barang haram tersebut sebagai musuh kita semua,” sahut Lik Jon.

Pak Harjo mengangguk. Dia kemudian bercerita bahwa masyarakat kita sudah masuk darurat miras dan narkoba. Kedua barang setan tersebut semakin mengancam kehidupan masyarakat. Pak Dhe Harjo menyebutkan miras oplosan yang dibuat oleh sejumlah orang termasuk yang dijual di Sleman benar-benar sangat membahayakan. Alkohol dengan kadar sangat tinggi dicampur dengan gula dan aroma buah. Bahkan, ada yang dicampur dengan obat nyamuk biar efek mabuknya bisa lebih cepat. “Ini benar-benar edan. Obat nyamuk kok untuk mabuk. Wis ora waras tenan,” ujar Pak Dhe Harjo.

Advertisement

Selain miras, Pak Dhe Harjo juga semakin prihatin dengan peredaran narkoba. Bahkan, Pak Dhe Harjo menyebut wilayah Jogja merupakan pasar yang empuk dan menggiurkan bagi bandar narkoba. Jogja telah menjadi ladang peredaran narkoba potensial di Indonesia. Tak heran beberapa kali penyelundupan narkoba masuk melalui bandara Joga meskipun digagalkan. Beberapa hari lalu puluhan kilogram ganja kering disita Polda DIY.

“Malah beberapa waktu lalu ratusan kilogram sabu-sabu mau masuk Jawa Tengah melalui pelabuhan di Jepara. Untung digagalkan. Kalau tidak saya yakin sabu-sabu itu juga akan masuk dan di pasarkan di Jogja. Artinya, saat ini Jogja berada di level Siaga stadium tiga. Siaga terhadap peredaran miras dan juga siaga atas peredaran narkoba. Jadikan miras dan narkoba musuh kita bersama! Ini demi generasi kita,” papar Pak Dhe Harjo sambil membetulkan pecinya yang miring.

Karyo dan Lik Jon khusuk mendengarkan omongan Pak Dhe Harjo. Dia pun hapal jika Pak Dhe sudah membetulkan peci nya yang miring, artinya dia segera beranjak pulang.

Benar saja, Pak Dhe berdiri. Tngannya merogoh saku baju safari dan mengambil uang sepuluh ribu. Dia pun langsung pamit meninggalkan obrolan angkringan malam Minggu.”Pulang dulu ya. Assalamualaikum….”

Advertisement
Kata Kunci :
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif