Karya ilmiah remaja di SMP 5 Jogja menggelar simulasi sederhana menjadi tunanetra
Amel, siswa kelas VII SMP 5 Jogja Jumat (12/2/2015) berjalan dengan mata tertutup di separator jalan Suroto. Sebatang tongkat bambu digunakannya untuk meraba guiding block, landasan bertekstur yang menjadi penuntun langkah penderita tunanetra.
Karena terlalu bersemangat, Amel tak menyadari adanya halangan di tengah lintasan. Tongkat bambunya pun tersangkut dan membuatnya jatuh tersungkur.
“Ternyata sulit jadi penyandang tunanetra, kalau tidak diklakson waktu nyebrang ya nabrak atau diketawakan,” ungkapnya setelah sampai di titik finish.
Pengalaman serupa dirasakan juga oleh Damar. Siswa kelas VII ini juga mencoba tantangan serupa. Hasilnya tak jauh beda. Meski tak sampai terjatuh, dia mengaku cukup kewalahan mengikuti jejak guiding block dan mencoba menyeberang jalan dengan mata tertutup.
Mahes, teman yang mendampinginya dalam simulasi itu sampai harus menjaganya dengan serius agar Damar tak sampai terserempet kendaraan.
“Sulit juga ternyata, jadi bersyukur bisa melihat dengan sempurna,” ungkap dia.
Belasan siswa itu tak hanya mencoba pengalaman penyandang tunanetra saja. Setiap anak mendapatkan instruksi untuk menghitung waktu tempuh serta membandingkan metode paling efektif untuk merasakan guiding block. Tak hanya dengan tongkat, namun juga dengan kaki telanjang.
Di ujung kegiatan, mereka diminta merumuskan saran dan hasil pengamatan mereka atas kegiatan unik itu. Hasilnya akan didiskusikan bersama untuk melihat bagaimana hasil pengamatan mereka atas fasilitas pendukung penyandang tunanetra.
Tahta Ratu Sekarilalang, siswa kelas VIII sekaligus ketua kelompok Karya Ilmiah Remaja (KIR) SMP 5 Jogja mengatakan kegiatan ini adalah bagian dari aktivitas rutin mereka.
Setiap kali bertemu mereka akan mencoba membahas berbagai hal dan melakukan penelitian sederhana. Kali ini mereka mencoba mengamati bagaimana penyandang tunanetra beraktivitas di kota Jogja.
Ide penelitian kali ini pun muncul secara mandiri tanpa campur tangan guru di sekolah. Ilalang mengatakan, pengamatan ini bertujuan untuk memahami fasilitas seperti apa yang dibutuhkan penyandang tunanetra untuk bisa beraktifitas secara mandiri terutama di Kota Jogja.