Jogja
Kamis, 11 Februari 2016 - 21:55 WIB

PBTY 2016 : Festival Budaya Digelar 18-22 Februari, Ini Jadwalnya

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panitia PBTY bagian Humas dan Publikasi Frista (tengah) dan Leong Ho (paling kanan) saat talkshow di Radio Star Jogja FM, Jogja, Rabu (10/2/2016) malam. (Kusnul Isti Qomah/JIBI/Harian Jogja)

PBTY 2016 merupakan perwujudan akulturasi budaya Tionghoa-Jawa

Harianjogja.com, JOGJA–Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) yang akan digelar di Kampung Ketandan, Jogja merupakan wujud dari akulturasi budaya. Festival budaya ini akan digelar 18-22 Februari 2016.

Advertisement

Panitia PBTY bidangHumas dan Publikasi Frista dan Leong Ho menjelaskan, PBTY kali ini merupakan perayaan yang ke-11 kalinya. PBTY merupakan wujud akulturasi kebudayaan Tionhoa dengan budaya Jawa.

“Kami ini disebut keturunan Tionghoa Peranakan karena memang sudah berakulturasi dengan budaya sini,” ujar Frista dalam talkshow di Radio Star Jogja FM, Jogja, Rabu (10/2/2016) malam.

Bahkan, ada tradisi yang sudah berbeda dengan yang ada di Tiongkok. Frista menjelaskan, PBTY digelar selama lima hari dengan puncak acara pasa Cap Go Meh. Ada makanan khas bernama lontong Cap Ho Meh. Adapun makanan tersebut tidak ada di Tiongkok.

Advertisement

PBTY sudah digelar selama 10 tahun sejak 2006. Acara akan dimulai pukul 16.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB. Acara yang digelar bermacam-macam misalnya bazar makanan, pernak-pernik Imlek, fortune teller, konsultasi feng shui dan hong shui, shin shei (pengobatan Tiongkok). Acara ini sangat dinanti karena masyarakat dapat menemukan kuliner yang jarang ada setiap hari.

Selain itu, akan ada atraksi liong samsi dan naga barongsay. Atraksi ini akan hadir setiap hari dari perkumpulan liong samsi atau naga barongsay yang ada di DIY dan luar DIY. Atraksi ini akan ditampilkan pula pada karnaval budaya. Akan ada juga wayang po tay hee dan wacinwa.

“Tak ketinggalan yang nanti pada 21 Februari akan ada karnaval dan Jogja Dragon Festival,” ujar dia.

Advertisement

Sementata itu, Leong Ho menjelaskan seputar Imlek yang berasal dari Bahasa Hokian yang berarti penanggalan berdasarkan bulan. Imlek sejatinya bukan menandakan suatu keagamaan. Imlek digunakan sebagai penanda datangnya musim semi. Imlek juga selalu indenti dengan hujan.

“Dahulu kala, setiap Imlek diharapkan hujan oleh petani karena mulai musim tanam. Diharapkan hasil pertanian akan bagus,” kata dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif